Artikel Detail

Perubahan Iklim Memengaruhi Ketersediaan Air Bersih
  2023-03-10 08:53:24    Dibaca : 1132

Available in English

03/B-NUWSP/Mar/2023

 

Belakangan ini, bencana hidrometeorologi banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang dipengaruhi oleh parameter cuaca dan iklim, seperti curah hujan, temperatur, angin, kelembapan, dan parameter lainnya (Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, 2020). Beberapa contoh bencana hidrometeorologi yaitu curah hujan ekstrem, angin kencang, puting beliung, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan, dan kualitas udara buruk (BMKG, 2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 564 peristiwa bencana alam sejak 1 Januari hingga 7 Maret 2023. Di antara bencana-bencana ini, banjir dan cuaca ekstrem merupakan bencana yang paling banyak terjadi. Terdapat 233 peristiwa banjir dan 183 peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang periode tersebut.

Menurut BNPB dalam Jihan (2023), bencana hidrometeorologi memiliki tren yang meningkat sejak 2011 hingga 2021. Meningkatnya bencana hidrometeorologi merupakan salah satu fenomena yang terjadi akibat perubahan iklim (United Nations, 2018). Bagaimana perubahan iklim memengaruhi terjadinya bencana hidrometeorologi dan bagaimana pengaruhnya terhadap ketersediaan air bersih? Apa yang dapat kita lakukan dalam menghadapi fenomena ini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab pada uraian-uraian berikutnya.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Prasetiawan (2015) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan sifat dan variabilitas iklim yang berlangsung pada periode yang lama. Perubahan iklim dapat terjadi akibat meningkatnya suhu di permukaan bumi, yang sering kita kenal dengan nama pemanasan global (global warming). Apabila suhu di permukaan bumi meningkat, kondisi siklus hidrologi akan terganggu (LIPI, 2020).

Menurut Triatmodjo (2008), siklus hidrologi adalah proses pergerakan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi secara kontinu. Siklus ini dimulai ketika air yang terdapat di permukaan tanah dan laut mengalami penguapan akibat energi panas matahari. Uap air tersebut bergerak ke atmosfer dan mengalami kondensasi (penggumpalan air) membentuk awan hujan. Awan yang terbentuk kemudian jatuh kembali ke bumi (presipitasi) dalam bentuk hujan maupun salju. Butiran-butiran air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian masuk ke dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah dan sebagian lainnya mengalir sebagai aliran permukaan (surface run-off) mengisi cekungan tanah, danau, sungai, dan laut. Proses ini kembali berputar hingga membentuk siklus hidrologi seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus hidrologi (Triatmodjo, 2008 dalam Setiawan, 2022)

Siklus hidrologi akan mengalami gangguan apabila suhu di permukaan bumi meningkat. Seiring dengan meningkatnya suhu di permukaan bumi, proses penguapan pada siklus hidrologi pun akan semakin intens. Kondisi ini akan menambahkan lebih banyak uap air yang bergerak ke udara. Apabila uap air yang terbentuk semakin banyak, peluang curah hujan meningkat pun menjadi lebih besar, sering kali dalam bentuk badai yang intens dan tidak dapat diprediksi. Sebaliknya, meningkatnya penguapan juga akan mengintensifikasi kondisi kering pada daerah-daerah yang rawan kekeringan. Penguapan air di permukaan tanah akan meningkat dan memperkecil cadangan air di dalam tanah (Kuebler, 2022). Di Indonesia, fenomena ini ditandai dengan musim hujan yang berlangsung lebih singkat dengan intensitas yang meningkat dan musim kemarau yang berlangsung lebih lama dari kondisi biasanya (Prasetiawan, 2015).

Perubahan iklim sangat memengaruhi ketersediaan air bersih. Air yang tersimpan di dalam tanah sebagai salah satu sumber kebutuhan air dapat menurun akibat peningkatan suhu di permukaan bumi. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), selama dua puluh tahun terakhir, simpanan air terestrial, termasuk kelembapan tanah, salju, dan es, telah turun dengan laju 1 cm per tahun. Tak hanya itu, ketersediaan air bersih juga dapat terganggu apabila banjir sering terjadi. Kualitas air dapat menurun akibat timbulnya sedimen dan berbagai patogen. Kuantitas air pun dapat terpengaruh jika bencana banjir merusak infrastruktur penyediaan air bersih. Fenomena perubahan iklim lainnya seperti kenaikan muka air laut juga dapat memengaruhi ketersediaan air bersih. Kenaikan air laut diproyeksikan akan memperpanjang salinisasi air tanah sehingga mengurangi ketersediaan air tawar di wilayah pesisir (United Nations, 2018).

Perubahan iklim secara nyata berdampak pada manusia karena memicu bencana hidrometeorologi dan memengaruhi ketersediaan air bersih. Oleh karena itu, langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi signifikansi dari dampak perubahan iklim. Salah satu contoh upaya adaptasi yaitu dengan efisiensi penggunaan air. Di lingkup rumah tangga, upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan air secara berlebihan serta memulai pemanenan air hujan (rain harvesting). Di lingkup industri dan pertanian, upaya ini dapat dilakukan dengan mengembangkan metode irigasi hemat air (irigasi tetes), menanam vegetasi yang tahan terhadap kondisi kering, serta mengolah dan menggunakan kembali air limbah. Selain efisiensi penggunaan air, upaya adaptasi lainnya yaitu mengembangkan dan memperkuat infrastruktur air yang tangguh serta adaptif terhadap perubahan iklim, seperti membangun tanggul dan bendungan untuk mengurangi dampak banjir. Sementara itu, mitigasi perubahan iklim juga sangat penting dalam menjaga ketersediaan air bersih. Upaya mitigasi dapat dilakukan melalui perlindungan dan pengembangan lahan basah seperti mangrove, padang lamun, dan rawa sebagai media penyerap karbon serta sebagai penyangga ketika cuaca ekstrem terjadi. Upaya mitigasi lainnya yaitu mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan alat elektronik hemat energi, penggunaan transportasi ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan, pemanfaatan sakelar otomatis, serta mengurangi timbulan sampah (ITS, 2022; United Nations, 2018; UN Water, 2022).

Setiap individu memiliki peran penting dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mari turut ambil bagian dalam mengurangi dampak perubahan iklim agar ketersediaan air bersih kita tetap terjaga.

 

Sumber:

1. Annur, C.M. (2023): BNPB Catat Ada 564 Kejadian Bencana Alam di Indonesia hingga Awal Maret 2023, diperoleh melalui situs internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/bnpb-catat-ada-564-kejadian-bencana-alam-di-indonesia-hingga-awal-maret-2023.

2. BMKG (2019): Mengenal Bencana Hidrometeorologi, diperoleh melalui situs internet: https://iklim.bmkg.go.id/publikasi-klimat/ftp/brosur/Leaflet%20Hidrometeorologi.pdf

3. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM (2020): Modul Hidrometeorologi, Dasar-dasar, Analisis, dan Aplikasi, diperoleh melalui situs internet: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/539647/mod_folder/content/0/0.%20Modul%20Pertemuan%205/V.%20BENCANA%20HIDROMETEOROLOGIS.pdf?forcedownload=1.

4. ITS (2022): Program ITS dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca, diperoleh melalui situs internet: https://www.its.ac.id/sustainability/gas-rumah-kaca/

5. Jihan (2023): BNPB: Tren Bencana Hidrometeorologi Indonesia Meningkat Selama Satu Dekade, 2022 Menurun, diperoleh melalui situs internet: https://www.gatra.com/news-564722-nasional-bnpb-tren-bencana-hidrometeorologi-indonesia-meningkat-selama-satu-dekade-2022-menurun.html.

6. Kuebler, Martin (2022): Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?, diperoleh melalui situs internet: https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997.

7. LIPI (2020): Perubahan Iklim Ancam Siklus Air, diperoleh melalui situs internet: http://lipi.go.id/berita/perubahan-iklim-ancam-siklus-air/22003.

8. Prasetiawan, Teddy (2015): Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak, Aspirasi, Vol. 6 No. 1.

9. Setiawan, Junaedi (2022): Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu, Skripsi Program Sarjana, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.

10. Triatmodjo, Bambang (2008): Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

11. United Nations (2018): Water – at The Center of The Climate Crisis, diperoleh melalui situs internet: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/water#:~:text=Climate%20change%20is%20exacerbating%20both,world's%20water%20in%20complex%20ways.

12. UN Water (2022): Water and Climate Change, diperoleh melalui situs internet: https://www.unwater.org/water-facts/water-and-climate-change.

13. Wirnatama, H.S.R. (2017): Kajian Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Bendung Sapon, Skripsi Program Sarjana, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Kredit foto:

Aulia, Misbahul (2021): People Walking on Street During Daytime, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/38CTbydRZXI.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Climate Change Affects Clean Water Availability

Recently, hydrometeorological disasters occurred in many parts of Indonesia. Hydrometeorological disasters are influenced by weather and climate parameters, such as rainfall, temperature, wind, humidity, and other parameters (Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry UGM, 2020). Some hydrometeorological disasters include extreme rainfall, strong winds, tornadoes, floods, landslides, droughts, forest/land fires, and poor air quality (BMKG, 2019).  Based on data from the National Disaster Management Agency (BNPB), there were 564 natural disasters between January 1 and March 7, 2023. Among these disasters, floods and extreme weather were the most frequent disasters. There were 233 floods and 183 extreme weather events that occurred during that period.

According to BNPB in Jihan (2023), hydrometeorological disasters have an increasing trend from 2011 until 2021. The increase in hydrometeorological disasters happens due to climate change (United Nations, 2018). How does climate change affect the occurrence of hydrometeorological disasters and how does it affect the accessibility of clean water? What can we do to face this phenomenon? These questions will be answered by the following explanation.

Climate change refers to changes in climatic conditions that can be identified by varying shifts in their properties over long periods of time, typically decades or longer (Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) in Prasetiawan, 2015). Climate change can occur due to increasing temperatures on the earth’s surface, which we often know as global warming.  If the earth's surface temperature becomes “hotter”, then the hydrological cycle will be disrupted (LIPI, 2020).

According to Triatmodjo (2008), the hydrological cycle is the process of water movement from the earth to the atmosphere and back again to the earth continuously. This cycle begins when water on the land and sea surface evaporates, driven by the sun's heat. The vapored water moves into the atmosphere and condenses to form clouds. The formed clouds then fall back to earth (precipitation) as rain or snow. Water droplets that fall into the earth’s surface are partially absorbed by the soil (percolation) to fill the groundwater. While some others flow as surface run-off and fill the soil basin, lakes, rivers, and seas. This process circulates again to form a hydrological cycle as shown in Figure 1.

Figure 1. Hydrological cycle (Triatmodjo, 2008 in Setiawan, 2022)

When the earth's surface temperature increases, the evaporation in the hydrological cycle becomes more intense.  This condition will add more water vapor moving in the air. As more water vapor is formed, the chance of increased rainfall becomes greater, often in the form of intense and unpredictable storms. On the contrary, increased evaporation will also intensify dry conditions in drought-prone areas. Water evaporation on the ground surface will increase and reduce water reserves in the soil (Kuebler, 2022). In Indonesia, this phenomenon is characterized by a shorter rainy season with increased intensity and a longer dry season than usual (Prasetiawan, 2015).

Climate change is greatly affecting the availability of clean water. Groundwater availability may decrease due to increased temperature on the earth's surface. Based on World Meteorological Organization (WMO) data, over the past twenty years, terrestrial water storage – including soil moisture, snow, and ice – has dropped at a rate of 1 cm per year, with major ramifications for water security. Not only that, access to good quality and sufficient amounts of water can be hampered because of frequent floods. Floods can trigger sediment formation, pathogen existence, and the damage of water supply infrastructure. Other climate change phenomena such as sea level rising can also affect clean water availability. This phenomenon is projected to extend groundwater salinization, thereby reducing the availability of freshwater in coastal areas (United Nations, 2018).

Climate change has a real impact on human-being because it triggers hydrometeorological disasters and affects clean water availability. Therefore, adaptation and mitigation are needed to reduce climate change’s significant impacts.  The efficient use of clean water is an example of an adaptation effort. At the household level, this effort can be done by reducing excessive water use by starting rainwater harvesting. The efficient use of clean water can also be implemented in the industrial sector by reusing wastewater. For the agricultural sector, efficient water use can be carried out by applying the drip irrigation method and planting dry-resistant vegetation. Besides water use efficiency, other adaptation efforts include developing and strengthening water infrastructure that is resilient and adaptive to climate change, such as building embankments and dams to reduce flooding impact. Meanwhile, climate change mitigation is also very important in maintaining clean water availability. Mitigation efforts can be carried out by protecting and developing carbon sinks and natural buffers such as mangroves, seagrass beds, and swamps. Other mitigation efforts are reducing greenhouse gas emissions by using energy-efficient electronic devices, environmentally friendly transportation, renewable energy, automatic switches, and reducing waste piles (ITS, 2022; United Nations, 2018; UN Water, 2022).

Every individual has an important role in climate change adaptation and mitigation efforts. Let's take a part in reducing climate change impact so that our clean water availability is maintained.

 

Sources:

1. Annur, C.M. (2023): BNPB Catat Ada 564 Kejadian Bencana Alam di Indonesia hingga Awal Maret 2023, obtained through the internet site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/bnpb-catat-ada-564-kejadian-bencana-alam-di-indonesia-hingga-awal-maret-2023.

2. BMKG (2019): Mengenal Bencana Hidrometeorologi, obtained through the internet site: https://iklim.bmkg.go.id/publikasi-klimat/ftp/brosur/Leaflet%20Hidrometeorologi.pdf

3. Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry UGM (2020): Modul Hidrometeorologi, Dasar-dasar, Analisis, dan Aplikasi, obtained through the internet site: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/539647/mod_folder/content/0/0.%20Modul%20Pertemuan%205/V.%20BENCANA%20HIDROMETEOROLOGIS.pdf?forcedownload=1.

4. ITS (2022): Program ITS dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca, obtained through the internet site: https://www.its.ac.id/sustainability/gas-rumah-kaca/

5. Jihan (2023): BNPB: Tren Bencana Hidrometeorologi Indonesia Meningkat Selama Satu Dekade, 2022 Menurun, obtained through the internet site: https://www.gatra.com/news-564722-nasional-bnpb-tren-bencana-hidrometeorologi-indonesia-meningkat-selama-satu-dekade-2022-menurun.html.

6. Kuebler, Martin (2022): Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?, obtained through the internet site: https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997.

7. LIPI (2020): Perubahan Iklim Ancam Siklus Air, obtained through the internet site: http://lipi.go.id/berita/perubahan-iklim-ancam-siklus-air/22003.

8. Prasetiawan, Teddy (2015): Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak, Aspirasi, Vol. 6 No. 1.

9. Setiawan, Junaedi (2022): Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu, Undergraduate Thesis, Siliwangi University, Tasikmalaya.

10. Triatmodjo, Bambang (2008): Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

11. United Nations (2018): Water – at The Center of The Climate Crisis, obtained through the internet site: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/water#:~:text=Climate%20change%20is%20exacerbating%20both,world's%20water%20in%20complex%20ways.

12. UN Water (2022): Water and Climate Change, obtained through the internet site: https://www.unwater.org/water-facts/water-and-climate-change.

13. Wirnatama, H.S.R. (2017): Kajian Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Bendung Sapon, Undergraduate Thesis, Atma Jaya University, Yogyakarta.

Photo credit:

Aulia, Misbahul (2021): People Walking on Street During Daytime, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/38CTbydRZXI.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#water #climatechange #waterandclimatechange #hydrometeorologicalhazards #floods #extremeweather

Share On :

  • Direktorat Air Minum,
    Ditjen Cipta Karya,
    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
    Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
    Jakarta 12110.


  • 021-72796907

  • cpmunuwsp@gmail.com
    Visitor
  • Total:424,865
  • Bulan Ini :14,202
  • Seminggu Terakhir :3,094
  • Hari ini :20