Available in English
05/B-NUWSP/Mar/2023
Air merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup manusia, terutama pada aspek kesehatan. Air dengan kualitas yang buruk dapat memicu berbagai penyakit seperti diare, cacingan, Environmental Enteric Dysfunction (EED), disentri, tifus, dan lain-lain (Journal of Environmental and Public Health Editorial Board, 2022; Olo dkk., 2021). Tak hanya itu, Kementerian Kesehatan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengemukakan bahwa kualitas air bersamaan dengan sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama tingginya angka stunting di Indonesia, dengan kontribusi mencapai 60%. Angka ini mengalahkan faktor lainnya yaitu gizi buruk yang hanya berkontribusi sebesar 40% (Air Kami, 2021; Genbest, 2022). Artinya, faktor air memegang peranan yang sangat penting dalam kejadian stunting di Indonesia.
Berdasarkan Candra (2020), stunting merupakan suatu kondisi kurangnya tinggi badan seseorang jika dibandingkan dengan tinggi normal berdasarkan usianya. Pengukuran stunting dilakukan berdasarkan standar yang dibuat oleh World Health Organization (WHO). Seseorang dikatakan mengalami stunting apabila nilai tinggi badan per umurnya berada di bawah -2 standar deviasi (<-2SD). Karena tinggi badan merupakan salah satu indikator status gizi, adanya stunting menunjukkan bahwa terdapat masalah gizi pada seseorang. Menurut Vilcins dkk. (2018) serta Mbuya dan Humphrey (2016) dalam Olo dkk. (2021), stunting terjadi akibat kekurangan gizi pada jangka waktu yang lama (kronis) serta infeksi berulang selama 1.000 hari pertama kehidupan.
Stunting merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Indonesia. Bila seseorang mengalami stunting sejak dini, beberapa gangguan berpotensi muncul, baik gangguan mental, psikomotor, hingga kecerdasan (Candra, 2020). Selain itu, Black dkk. (2013) memperkirakan stunting menyebabkan 1.1 juta kematian anak setiap tahunnya atau setara dengan 17% dari seluruh kematian anak pada tahun 2011. Karena memiliki kaitan yang erat dengan tingkat kesehatan hingga kematian anak, stunting menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi sumber daya manusia di masa mendatang. Oleh sebab itu, penurunan angka stunting menjadi hal yang urgen untuk diselesaikan.
Setiap harinya, manusia memerlukan akses terhadap air, baik untuk keperluan konsumsi maupun sanitasi. Kaitan erat antara faktor air dengan stunting terletak pada kualitas air yang digunakan. Salah satu ciri kualitas air yang buruk yaitu adanya berbagai patogen. Apabila air dengan kualitas yang buruk digunakan, kondisi tubuh manusia dapat terganggu. Terganggunya sistem di dalam tubuh manusia dapat diidentifikasi dengan munculnya penyakit. Diare dan cacingan merupakan contoh penyakit yang kerap dialami apabila seseorang mengonsumsi air dengan kualitas yang buruk. Bila seorang balita mengalami diare, akan ada banyak cairan dan mikronutrien (nutrisi penting) yang terbuang dari dalam tubuh anak. Terbuangnya nutrisi pada tubuh anak juga terjadi apabila seorang balita terinfeksi cacing. Cacing yang masuk ke dalam tubuh akan menyerap nutrisi dan membuat nafsu makan anak menurun. Apabila infeksi ini terjadi terus menerus, seorang anak akan mengalami malnutrisi dan pertumbuhannya jadi melambat (Genbest, 2022).
Gambar 1. Ilustrasi balita yang mengalami diare
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia yaitu 21,6%. Artinya, dari seluruh balita yang dilakukan pengukuran tinggi badan, sebanyak 21,6% di antaranya mengalami stunting. Angka ini telah mengalami penurunan 2,8% dari tahun sebelumnya karena pada SSGI tahun 2021 prevalensi stuntingnya mencapai 24,4%. Meski mengalami penurunan, stunting di Indonesia masih menduduki peringkat kedua terbanyak di ASEAN setelah Kamboja. Selain itu, prevalensi stunting saat ini pun masih lebih tinggi dari toleransi stunting maksimal yang ditetapkan WHO yakni sebesar 20% (Indriani, 2021). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya menekan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu peningkatan akses air minum layak untuk mencapai 100% pada tahun 2024 mengingat air menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi angka stunting di Indonesia. Komitmen ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) melalui target 10 juta Sambungan Rumah (SR). Dalam pelaksanaannya, target tersebut didukung oleh National Urban Water Supply Project (NUWSP) dengan salah satu parameter Key Performance Indicator (KPI) berupa 1,2 juta SR.
Ada begitu banyak faktor yang memengaruhi kejadian stunting di Indonesia, beberapa di antaranya yaitu akses pangan, pola asuh, faktor lingkungan, serta faktor akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini tertuang dalam kerangka konsep status gizi pada Buku Saku SSGI Tahun 2021 seperti terlihat pada Gambar 2. Oleh karena itu, identifikasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi penurunan angka stunting di Indonesia serta nilai kontribusinya memerlukan riset lebih jauh yang mendalam. Namun, apabila dilihat dari salah satu variabel berupa akses terhadap air minum layak, NUWSP telah ikut ambil bagian dalam upaya penurunan angka stunting di Indonesia. NUWSP merupakan program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan air minum jaringan perpipaan bagi masyarakat di daerah perkotaan. NUWSP telah dilaksanakan di berbagai daerah yang tersebar di 50 kabupaten/kota pada 22 provinsi berbeda. Berdasarkan Buku Saku SSGI Tahun 2021, kejadian stunting ditemukan di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Apabila pemerintah ingin berupaya penuh dalam penurunan angka stunting melalui variabel akses terhadap air minum layak, peningkatan perlu dilakukan di seluruh 514 kabupaten/kota. Dengan dilaksanakannya program NUWSP di 50 kabupaten/kota, maka setidaknya NUWSP telah berkontribusi dalam upaya menekan angka stunting pada 9.73% daerah yang terindikasi memiliki kejadian stunting di Indonesia. Nilai ini dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah lokasi program NUWSP dan lokasi kejadian stunting di seluruh Indonesia. Meski besaran partisipasinya masih kecil, semoga ke depannya peningkatan akses air minum layak lebih meluas dan dapat menurunkan kejadian stunting di Indonesia.
Gambar 2. Kerangka konsep status gizi
Sumber:
1. Air Kami (2021): Kualitas Air & Sanitasi Buruk Penyebab Utama Stunting, diperoleh melalui situs internet: https://airkami.id/kualitas-air-sanitasi-buruk-penyebab-utama-stunting/.
2. Black, R. E. dkk. (2013): Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-Income Countries, The Lancet, 382(9890), 427–451.
3. Candra, Aryu (2020): Epidemiologi Stunting, diperoleh melalui situs internet: http://eprints.undip.ac.id/80670/1/Buku_EPIDEMIOLOGI_STUNTING_KOMPLIT.pdf.
4. Genbest (2022): Pentingnya Air Bersih Untuk Cegah Stunting, diperoleh melalui situs internet: https://genbest.id/articles/pentingnya-air-bersih-untuk-cegah-stunting.
5. Indriani (2021): Stunting RI Urutan Kedua ASEAN, Apa yang Dilakukan Pemerintah?, diperoleh melalui situs internet: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5692457/stunting-ri-urutan-kedua-asean-apa-yang-dilakukan-pemerintah.
6. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, diperoleh melalui situs internet: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.
7. Kementerian Kesehatan (2021): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021, diperoleh melalui situs internet: https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/.
8. Kementerian Kesehatan (2022): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, diperoleh melalui situs internet: https://promkes.kemkes.go.id/download/grjm/files46531.%20MATERI%20KABKPK%20SOS%20SSGI.pdf.
9. Olo, A., Mediani, H.S., dan Rakhmawati, W. (2021): Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 5(2) 2021: 1113-1126.
Kredit Foto:
1. Kwanchaichaiudom dalam Canva Pro
2. McClung, Johnny (2018): Selective Focus Photography of Girl Drinking Water, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/uDM99xirqI4
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Water is one of the factors that determine the quality of human life, especially regarding health. Water with poor quality can trigger various diseases such as diarrhea, Environmental Enteric Dysfunction (EED), dysentery, typhus, and others (Journal of Environmental and Public Health Editorial Board, 2022; Olo et al., 2021). Not only that, the Ministry of Health in Basic Health Research (Riskesdas) in 2013 stated that water quality and poor sanitation are the main cause of high stunting rates in Indonesia, which contribute up to 60%. This value beats another factor such as malnutrition which only contributes 40% (Air Kami, 2021; Genbest, 2022). It means that the water factor plays a significant role in Indonesia’s stunting incidence.
Based on Candra (2020), stunting is a condition when a person has a low height for their age. Stunting is measured by World Health Organization (WHO) standards. A person can be considered stunted if their height value per age is below -2 standard deviations (<-2SD). Because height is one of the nutritional status indicators, stunting indicates that there is a nutritional problem in a person. According to Mbuya and Humphrey (2016) in Olo et al. (2021) and Vilcins et al. (2018), stunting occurs due to chronic malnutrition and repeated infections during the first 1,000 days of life.
Recently, stunting has become a global concern, including in Indonesia. If someone is stunted at an early age, several disorders potentially appear, such as mental, psychomotor, and intelligence disorders (Candra, 2020). In addition, Black et al. (2013) estimate that stunting causes 1.1 million child deaths each year, which is equivalent to 17% of all child deaths in 2011. As it is closely related to health level and child mortality, stunting is one of the factors that affect the condition of future human resources. Therefore, reducing stunting rates is an urgent thing to solve.
Every day, humans need access to clean water, both for consumption and sanitation purposes. The close relation between water and stunting lies in the water quality used. Poor water quality can be recognized by the presence of various pathogens. Poor-quality water can affect human body. Disruption of the human body system can be identified by the appearance of diseases. Diarrhea and worms are examples of diseases that are often experienced when someone consumes poor-quality water. When a toddler has diarrhea, there will be a lot of fluids and micronutrients (essential nutrients) wasted from the child's body. Waste of nutrients in the child's body also occurs if a toddler is infected with worms. Worms that enter the body will absorb nutrients and make the child's appetite decrease. If this infection occurs continuously, a child will experience malnutrition and slow growth (Genbest, 2022).
Figure 1. An illustration of toddler having diarrhea
Based on the Indonesian Nutritional Status Study Results (SSGI) in 2022, the stunting prevalence in Indonesia is 21.6%, which means that from all toddlers measured, 21.6% of them were stunted. This rate has decreased to 2.8% from the previous year because in SSGI 2021 Indonesia’s stunting prevalence reached 24.4%. Despite the decline, stunting in Indonesia is still ranked second most in ASEAN after Cambodia. In addition, the current stunting prevalence is still higher than the maximum stunting tolerance set by WHO, which is 20% (Indriani, 2021). Therefore, the Indonesian government is committed to reducing the stunting rate up to 14% in 2024 by various efforts. One of the efforts made by the government is to increase 100% secure drinking water access by 2024 considering that water is one of the main factors affecting Indonesia’s stunting rate. This commitment is written in the National Medium Term Development Plan (RPJMN) through the target of 10 million house connections (SR). In its implementation, the target is supported by the National Urban Water Supply Project (NUWSP) with one of the Key Performance Indicator (KPI) parameters in the form of 1.2 million SR.
There are so many factors that influence the stunting incidence in Indonesia, some of which are access to food, parenting styles, environmental factors, and access to health services. This is written in the conceptual framework of nutritional status by the Ministry of Health (2021) as shown in Figure 2. Therefore, identified factors that influence stunting rate reduction in Indonesia and their contribution value requires further in-depth research. However, when we are only viewing one variable which is access to secure drinking water, NUWSP has taken part in efforts to reduce stunting rates in Indonesia. NUWSP is a national program that aims to improve access and quality of piped drinking water services for people in urban areas. NUWSP was implemented in various regions spread over 50 regencies/cities within 22 different provinces. Based on SSGI Pocket Book 2021, stunting was found in 514 regencies/cities throughout Indonesia. If the government wants to make full efforts in reducing the stunting rate through secure drinking water access variable, improvements need to be made in all 514 regencies/cities. With the implementation of NUWSP program in 50 regencies/cities, NUWSP at least has contributed to stunting rate-reducing efforts in 9.73% of areas indicated to have stunting throughout Indonesia. This value is calculated based on a comparison between the number of NUWSP program locations and stunting locations throughout Indonesia. Even though the participation is still small, hopefully the increase in secure drinking water access in the future will be more widespread and can reduce the stunting incidence in Indonesia.
Figure 2. Conceptual framework of nutritional status (Ministry of Health, 2021)
Sources:
1. Air Kami (2021): Kualitas Air & Sanitasi Buruk Penyebab Utama Stunting, obtained through the internet site: https://airkami.id/kualitas-air-sanitasi-buruk-penyebab-utama-stunting/.
2. Black, R. E. et al. (2013): Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-Income Countries, The Lancet, 382(9890), 427–451.
3. Candra, Aryu (2020): Epidemiologi Stunting, obtained through the internet site: http://eprints.undip.ac.id/80670/1/Buku_EPIDEMIOLOGI_STUNTING_KOMPLIT.pdf.
4. Genbest (2022): Pentingnya Air Bersih Untuk Cegah Stunting, obtained through the internet site: https://genbest.id/articles/pentingnya-air-bersih-untuk-cegah-stunting.
5. Indriani (2021): Stunting RI Urutan Kedua ASEAN, Apa yang Dilakukan Pemerintah?, obtained through the internet site: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5692457/stunting-ri-urutan-kedua-asean-apa-yang-dilakukan-pemerintah.
6. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, obtained through the internet site: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.
7. Ministry of Health (2021): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021, obtained through the internet site: https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/.
8. Ministry of Health (2022): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, obtained through the internet site: https://promkes.kemkes.go.id/download/grjm/files46531.%20MATERI%20KABKPK%20SOS%20SSGI.pdf.
9. Olo, A., Mediani, H.S., dan Rakhmawati, W. (2021): Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 5(2) 2021: 1113-1126.
Photo Credit:
1. Kwanchaichaiudom in Canva Pro.
2. McClung, Johnny (2018): Selective Focus Photography of Girl Drinking Water, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/uDM99xirqI4.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
Translated by:
Suri Saraswati
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#airminumlayak #stunting #rpjmn #malnutrition
Share On :