Artikel Detail

Tantangan Penyediaan Air Minum di Indonesia
  2023-04-28 08:55:40    Dibaca : 1411

Available in English

11/B-NUWSP/Apr/2023

 

Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Sayangnya, penyediaan air minum di Indonesia masih menjumpai tantangan. Menurut Wakil Presiden Republik Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, akses terhadap air minum layak di Indonesia telah menjangkau lebih dari 90% penduduk, namun capaian akses air minum aman baru sekitar 11% (Kementerian Sekretariat Negara, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan akses air minum yang layak dan aman.

Sekilas Tentang Air Minum Layak dan Aman

Menurut Kementerian PUPR (2021), air minum layak adalah air minum yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan serta memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari Sambungan Rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, serta penampungan air hujan (WHO, 2000). Sementara itu, air minum aman merupakan air yang digunakan untuk minum, masak, dan kebutuhan sehari-hari yang bebas dari kontaminasi patogen dan senyawa kimia prioritas (Sudradjat dalam Permana, 2019). Beberapa kontaminasi yang dimaksud dapat berupa kontaminasi E. coli, total dissolved solids (TDS), pH, nitrat, dan nitrit (Pokja PPAS, 2021).

Tantangan Penyediaan Air Minum di Indonesia

Beberapa faktor yang menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia di antaranya kependudukan, lingkungan, ketersediaan infrastruktur, kebijakan, koordinasi antar-stakeholder, finansial, dan kinerja pengelolaan. Paragraf-paragraf selanjutnya akan menguraikan masing-masing tantangan tersebut.

Kependudukan

Pada aspek kependudukan, jumlah penduduk merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyediaan air minum. Pasalnya, semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula kebutuhan air minum yang perlu disediakan. Berdasarkan data World Population Review dalam Arieza (2023), Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Saat ini, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 276.639.440 jiwa. Tak hanya jumlah penduduk, tingkat urbanisasi pun menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia karena perkotaan merupakan area yang paling rawan terhadap segala permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan air minum. Menurut Setiono, dkk. (2021), perkotaan merupakan area di mana tingkat persaingan untuk memperoleh air tinggi. Perkotaan juga merupakan tempat terkonsentrasinya segala bahaya akibat kelangkaan air, banjir, dan penurunan lahan. Oleh sebab itu, aspek kependudukan seperti jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi perlu diperhatikan dalam penyediaan air minum.

Gambar 1. Gambaran padatnya penduduk di Indonesia (Julie, 2022)

Lingkungan

Semakin tinggi jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi, semakin tinggi pula potensi pencemaran lingkungan yang terjadi akibat meningkatnya limbah cair yang dihasilkan. Kondisi ini perlu diimbangi dengan infrastrukur yang memadai agar proses penyediaan air minum tidak terganggu. Setiono dkk. (2021) mengemukakan bahwa dari limbah cair yang dihasilkan masyarakat perkotaan, baru 5% saja yang diolah dan dibuang secara aman. Sementara itu, sisanya masih belum diolah dan/atau dibuang secara aman. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar limbah cair masih berpotensi mengganggu proses penyediaan air minum karena dapat menurunkan kualitas air permukaan. Selain pencemaran lingkungan, faktor lingkungan yang juga menjadi tantangan dalam penyediaan air minum adalah fenomena perubahan iklim. Perubahan iklim tak hanya memengaruhi jumlah ketersediaan air saja, namun juga dapat berdampak pada kualitas air yang tersedia. Pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan air dapat dibaca lebih lanjut pada artikel ini.

Ketersediaan Infrastruktur

Ketersediaan infrastruktur masih menjadi tantangan pada proses penyediaan air minum di Indonesia. Infrastuktur yang dimaksud meliputi infrastruktur untuk proses perolehan air baku, proses produksi, proses pendistribusian air, hingga proses pelayanan. Karena terbatasnya infrastruktur yang memadai, masih terdapat daerah di Indonesia yang mendapatkan akses air minum dengan kualitas kurang baik, bahkan ada juga daerah-daerah yang belum terjangkau oleh layanan akses air minum. Menurut Setiono dkk. (2021), sistem penyediaan air minum melalui jaringan perpipaan di Indonesia baru dapat menjangkau 1/3 dari penduduk area perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur penyediaan air minum perlu ditingkatkan. Bukan hanya pengadaan infrastruktur baru saja, kondisi infrastruktur eksisting pun perlu diperhatikan karena banyak dijumpai infrastuktur yang telah menua seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Infrastruktur penyediaan air yang telah menua (Farley dkk., 2008)

Kebijakan

Saat ini, penyediaan air minum memang telah diatur dalam kerangka kebijakan. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan penyediaan air minum di antaranya: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Menteri PUPR Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Dukungan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Penyelenggaraan SPAM, dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan SPAM untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha. Meski begitu, kebijakan tersebut perlu diperkuat dengan kebijakan-kebijakan pendukung agar proses penyediaan air minum di Indonesia dapat meluas.

Koordinasi Antar-Stakeholder

Menurut Elysia (2018), sejak era desentralisasi diterapkan di Indonesia, pemerintah daerah mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar dalam proses penyediaan air minum. Artinya, setiap daerah memiliki kewenangan masing-masing dalam mengatur proses penyediaan air minum di wilayahnya. Namun, tantangan dapat muncul apabila terdapat daerah yang sumber air bakunya bergantung pada sumber yang berasal dari luar wilayah yurisdiksinya (Setiono dkk., 2021). Oleh sebab itu, koordinasi antar-stakeholder di tingkat lokal sangatlah penting, baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Tak hanya koordinasi tingkat lokal, koordinasi antara BUMD Air Minum sebagai penyelenggara SPAM dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat pun tak kalah penting. Hal ini dilakukan agar setiap elemen dapat saling mendukung, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, agar pemenuhan akses air minum dapat tercapai.

Finansial

Aspek finansial merupakan tantangan yang besar dalam penyediaan air minum. Menurut Setiono (2015) dalam Setiono (2021), saat ini dana investasi untuk penyediaan air sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat, baru 0,3% yang berasal dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah sebagai pelaksana penyediaan air di masing-masing daerah perlu mencari sumber dana yang bervariasi agar tidak bergantung pada anggaran pusat saja. Terlebih jika pemerintah pusat mulai mengurangi anggarannya. Sumber pendanaan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum dapat diperoleh dari sektor privat, bantuan kerja sama, dan pinjaman luar negeri. Dengan adanya dukungan finansial yang terjamin, penyediaan air minum dapat lebih optimal dilakukan. Selain ketersediaan sumber dana yang bervariasi, tantangan lainnya pada aspek finansial yaitu penetapan tarif air minum.  Berdasarkan Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, baru 37,79% BUMD Air Minum yang telah menerapkan tarif Full Cost Recovery (FCR). Tarif FCR penting untuk menjamin keberlangsungan operasi BUMD Air Minum dalam penyediaan air minum di masing-masing wilayah.

Kinerja Pengelolaan

Pada aspek kinerja pengelolaan, tantangan terbesar yang dihadapi dalam penyediaan air minum yakni besarnya idle capacity dan non-revenue water (NRW). Menurut Sudarsono dan Nurkholis (2020), idle capacity merupakan kapasitas air minum PDAM yang belum termanfaatkan. Idle capacity dapat disebabkan kurangnya kapasitas air baku, kurangnya infrastruktur distribusi, menurunnya kapasitas teknis, dan rusaknya infrastruktur. Secara nasional, idle capacity penyediaan air minum di Indonesia masih cukup tinggi yakni mencapai 25.932 l/detik (Kementerian PUPR, 2022). Selain itu, angka NRW di Indonesia pun masih cukup tinggi yaitu sebesar 33,72%. NRW atau air tak berekening menggambarkan banyaknya kehilangan air yang terjadi pada proses penyediaan air. Kehilangan air dapat terjadi karena kebocoran, konsumsi tak resmi, kesalahan pembacaan meter, dan lain-lain (Farley dkk., 2008). Apabila NRW menurun, penyediaan air minum dapat berjalan lebih optimal karena pendapatan BUMD Air Minum berpotensi meningkat. Oleh sebab itu, tingginya idle capacity dan NRW perlu diatasi agar penyediaan air minum di Indonesia dapat berjalan secara optimal.

Paragraf-paragraf di atas telah menguraikan tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi dalam penyediaan air minum di Indonesia. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, salah satunya melalui National Urban Water Supply Project (NUWSP). Program NUWSP bermaksud memberikan dukungan investasi untuk pengembangan infrastruktur penyediaan air minum khususnya di perkotaan, bantuan teknis dan peningkatan kapasitas Pemda dan PDAM, dukungan bagi pemerintah dalam pengembangan kebijakan dan peningkatan strategi pelayanan air minum, serta dukungan manajemen dan pelaksanaan proyek dalam penyediaan air minum. Semoga dengan dilaksanakannya NUWSP ini, penyediaan air minum di Indonesia dapat meluas.

 

Sumber:

1. Arieza, U. (2023): 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia 2023, Apa Ada Indonesia?, diperoleh melalui situs internet: https://travel.kompas.com/read/2023/02/08/213300427/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-2023-apa-ada-indonesia-?page=all.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Farley, dkk. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, diperoleh melalui situs internet: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

4. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.  

5. Kementerian PUPR (2022): Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, diperoleh melalui situs internet: https://nuwsp.web.id/artikel/4883.

6. Kementerian Sekretariat Negara (2022): Sanitasi dan Air Minum Aman, Prasyarat Wujudkan Ekonomi Hijau, diperoleh melalui situs internet: https://www.setneg.go.id/baca/index/sanitasi_dan_air_minum_aman_prasyarat_wujudkan_ekonomi_hijau.

7. Permana, Adi (2019): Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum, diperoleh melalui situs internet: https://www.itb.ac.id/berita/detail/57267/menuju-air-minum-aman-2030-itb-dan-dirjen-kesehatan-masyarakat-selenggarakan-advokasi-pengawasan-kualitas-air-minum.

8. Pokja PPAS (2021): Indikator Akses Air Minum Layak & Aman di Indonesia, diperoleh melalui situs internet: https://www.nawasis.org/portal/galeri/read/indikator-aakses-air-minum-layak-aman-di-indonesia/52211.

9. Setiono, I.M., Jensen, O., Khalis, A.B.A., Fisher, M.R., Adam, U.E.F.B., Ramadhian, A.M., Khudi, A.F. (2021): A National Framework for Integrated Urban Water Management in Indonesia (English), diperoleh melalui situs internet: http://documents.worldbank.org/curated/en/099230003072210487/P170757090c70908808ced0cec012e253db.

10. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Volume 20 Number 1.

11. WHO (2000): Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report, diperoleh melalui situs internet: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

Kredit Foto:

1. Farley, dkk. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, diperoleh melalui situs internet: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

2. Julie, Cherie (2022): Bandung West Java Indonesia, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/d2i85Gfvo8w.

3. Kobu Agency (2019): A Glass of Water, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/TWIRIAizZFU.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Challenges of Drinking Water Supplying in Indonesia

Drinking water is a basic human need that must be fulfilled. Unfortunately, drinking water supplying in Indonesia still faces challenges. According to Indonesia’s Vice President, K.H. Ma'ruf Amin, access to secure drinking water in Indonesia has reached more than 90% of the population, but only 11% of them have access to safely-managed drinking water (Ministry of State Secretariat, 2022). This data shows that many Indonesians still have not had access to secure and safely-managed drinking water.

Overview of Secure and Safely-Managed Drinking Water

According to the Ministry of Public Works and Housing (2021), secure drinking water is water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. The secure drinking water sources include household connections, public standpipes, boreholes, protected dug wells, protected springs, and rainwater collection (WHO, 2000). Meanwhile, safely-managed drinking water is water used for drinking, cooking, and daily needs that are free from pathogen contamination and priority chemical compounds (Sudradjat in Permana, 2019). The contamination can be in the form of E. coli contamination, total dissolved solids (TDS), pH, nitrate, and nitrite (Pokja PPAS, 2021).

Challenges of Drinking Water Supplying in Indonesia

Some factors that become challenges in Indonesia’s drinking water supplying include population, environment, infrastructure availability, policy, coordination between stakeholders, finance, and performance management. The following paragraphs will explain each of these challenges.

Population

In this aspect, the population is something that needs to be considered in the drinking water supplying. The larger the population, the greater the need for drinking water that must be provided. Based on World Population Review data in Arieza (2023), Indonesia is the fourth most populous country in the world after China, India, and the United States. Currently, Indonesia’s population reaches 276.639.440 people. Not only the population, the level of urbanization is also a challenge in Indonesia’s drinking water supplying because city is the most vulnerable area to all drinking water supply-related problems. According to Setiono, et al. (2021), cities are areas where competition for water resources is serious and where damage to people and property is concentrated due to water shortages, floods, and land subsidence.  Therefore, population and urbanization level need to be considered in drinking water supplying.

Figure 1. Overview of Indonesia’s dense population (Julie, 2022)

Environment

The higher the population and urbanization level, the greater the potential environmental impact of increased wastewater. This condition needs to be balanced with adequate infrastructure so that drinking water supplying is not disturbed. Setiono et al. (2021) suggest that of the wastewater produced by urban communities, only 5% is treated and safely disposed. Meanwhile, the rest is still unprocessed and/or unsafely disposed. This data shows that most wastewater still has the potential to interfere with the process of providing drinking water because it can reduce surface water quality. Besides environmental pollution, environmental factors that are also a challenge in the drinking water supplying is climate change phenomenon. Climate change not only affects the amount of water available but can also have an impact on the quality of available water. The effect of climate change on water availability can be read further in this article.

Infrastructure Availability

The availability of infrastructure is still a challenge in Indonesia’s drinking water supplying. It includes infrastructure for the process of raw water acquisition, water production, water distribution, and water services. Due to a limited number of adequate infrastructures, there are still areas in Indonesia with poor quality drinking water, and there are even areas that have not been reached by drinking water services at all. According to Setiono et al. (2021), the drinking water supply system through piped networks in Indonesia can only reach 1/3 of the urban population. This data shows that the availability of drinking water supply infrastructure needs to be improved. Not only the procurement of new infrastructure, but the condition of existing infrastructure also needs to be considered because there are many degraded infrastructures as shown in Figure 2.

Figure 2. Degraded water supply infrastructure (Farley et al., 2008)

Policy

Currently, drinking water supplying has indeed been regulated within the policy framework. Some regulations related to drinking water supplying include Law Number 17 of 2019 concerning Water Resources, Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, Government Regulation Number 121 of 2015 concerning Water Resources Enterprise, Government Regulation Number 122 of 2015 concerning Drinking Water Supply System, Public Works and Housing Minister Regulation Number 19 of 2016 concerning Support Provision by Central Government and/or Local Governments in the Implementation of SPAM Cooperation, and Public Works and Housing Minister Regulation Number 25 of 2016 concerning the Implementation of SPAM to Meet Their Own Needs by Enterprises. Even so, the policy needs to be strengthened with supporting policies so that the process of providing drinking water in Indonesia can expand.

Coordination Between Stakeholders

According to Elysia (2018), since the era of decentralization implemented in Indonesia, local governments have gained greater responsibility in drinking water supplying. This means that each region has its own authority in regulating the process of drinking water supplying in its area. However, challenges can arise if there are areas that rely on raw water supplies from outside their jurisdiction area (Setiono et al., 2021). Therefore, coordination between stakeholders at the local level is very important, both in the planning and implementation of drinking water supplying. Not only coordination at the local level, coordination between local government-owned water utility (Drinking Water BUMD) as SPAM manager with local and central governments is also important. It is needed so that every stakeholder can support each other, in accordance with their respective duties and functions, in order that fulfillment of access to drinking water can be achieved.

Financial

Financial aspect is a big challenge in providing drinking water. According to Setiono (2015) in Setiono (2021), currently, investment funds for water supply are mostly obtained from central government and only 0.3% came from local government. Local governments as implementers of water supply in each region need to find varied sources of funds so they do not rely on the central budget alone, especially if central government starts reducing its budget. Funding sources for the development of drinking water supply systems can be obtained from the private sector, cooperation assistance, and foreign loans. With guaranteed financial support, drinking water supplying can be more optimally carried out. Besides the availability of varied funds, another challenge in the financial aspect is the establishment of drinking water tariffs. Based on the 2022 Drinking Water BUMD Performance Book, only 37.79% of Drinking Water BUMD have implemented Full Cost Recovery (FCR) tariffs. FCR tariffs are important to ensure the continuity of Drinking Water BUMD operations in local drinking water supplies.

Performance Management

In the aspect of management performance, the biggest challenge faced in drinking water supplying is the large idle capacity and non-revenue water (NRW). According to Sudarsono and Nurkholis (2020), idle capacity is the unutilized drinking water capacity of PDAMs. Idle capacity can be caused by a lack of raw water capacity, lack of distribution infrastructure, decreased technical capacity, and infrastructure damage. Nationally, the idle capacity of Indonesia’s drinking water supplying is still quite high, reaching 25.932 liter/second (Ministry of Public Works and Housing, 2022). In addition, the NRW figure in Indonesia is still quite high at 33.72%. NRW or non-revenue water describes the amount of water loss that occurs in the water supply process. Water loss can occur due to leakage, unofficial consumption, meter reading errors, and others (Farley et al., 2008). If NRW decreases, drinking water supplying can run more optimally because the income of Drinking Water BUMD will potentially increase. Therefore, the high idle capacity and NRW need to be addressed so that Indonesia’s drinking water supplying can run satisfactorily.

The previous paragraphs have explained the challenges faced in Indonesia’s drinking water supplying. The Government of Indonesia is committed to responding to these challenges, one of which is through the National Urban Water Supply Project (NUWSP). NUWSP program intends to provide investment support for the development of drinking water supply infrastructure, especially in urban areas, provide technical assistance and capacity building for local governments and PDAMs, support the government in policy development and improvement of drinking water service strategies, as well as support for management and project implementation in drinking water supplying. Hopefully, with the implementation of NUWSP program, the supply of drinking water in Indonesia can expand.

 

Sources:

1. Arieza, U. (2023): 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia 2023, Apa Ada Indonesia?, obtained through the internet site: https://travel.kompas.com/read/2023/02/08/213300427/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-2023-apa-ada-indonesia-?page=all.

2. Farley, et al. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, obtained through the internet site: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

3. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak

4. Ministry of Public Works and Housing (2022): Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, obtained through the internet site: https://nuwsp.web.id/artikel/4883.

5. Ministry of State Secretariat (2022): Sanitasi dan Air Minum Aman, Prasyarat Wujudkan Ekonomi Hijau, obtained through the internet site: https://www.setneg.go.id/baca/index/sanitasi_dan_air_minum_aman_prasyarat_wujudkan_ekonomi_hijau.

6. NUWSP documentation.

7. Permana, Adi (2019): Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum, obtained through the internet site: https://www.itb.ac.id/berita/detail/57267/menuju-air-minum-aman-2030-itb-dan-dirjen-kesehatan-masyarakat-selenggarakan-advokasi-pengawasan-kualitas-air-minum.

8. Pokja PPAS (2021): Indikator Akses Air Minum Layak & Aman di Indonesia, obtained through the internet site: https://www.nawasis.org/portal/galeri/read/indikator-aakses-air-minum-layak-aman-di-indonesia/52211.

9. Setiono, I.M., Jensen, O., Khalis, A.B.A., Fisher, M.R., Adam, U.E.F.B., Ramadhian, A.M., Khudi, A.F. (2021): A National Framework for Integrated Urban Water Management in Indonesia (English), obtained through the internet site: http://documents.worldbank.org/curated/en/099230003072210487/P170757090c70908808ced0cec012e253db.

10. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Volume 20 Number 1.

11. WHO (2000): Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report, obtained through the internet site: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

Photo Credits:

1. Farley, et al. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, obtained through the internet site: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

2. Julie, Cherie (2022): Bandung West Java Indonesia, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/d2i85Gfvo8w.

3. Kobu Agency (2019): A Glass of Water, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/TWIRIAizZFU.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply #tantangan #challenge #airminum #drinkingwater #penyediaanairminum #drinkingwatersupply #kependudukan #demographic #population #pencemaranlingkungan #environmentalpollution #limbahcair #wastewater #perubahaniklim #climatechange #lingkungan #environment #infrastrukturairminum #drinkingwaterinfrastructure #kebijakan #policy #stakeholder #finansial #financialaspect #fcr #kinerjapengelolaan #managementperformance

Share On :

  • Direktorat Air Minum,
    Ditjen Cipta Karya,
    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
    Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
    Jakarta 12110.


  • 021-72796907

  • cpmunuwsp@gmail.com
    Visitor
  • Total:403,743
  • Bulan Ini :750
  • Seminggu Terakhir :1,652
  • Hari ini :160