Artikel Detail

Air Sumur Masih Diminati Masyarakat Indonesia, Mengapa?
  2023-11-03 09:06:08    Dibaca : 244

Available in English

37/B-NUWSP/November/2023

 

Kemarau beberapa bulan terakhir membuat banyak sumur masyarakat mengering. Dampak kekeringan ini dirasakan oleh masyarakat di sejumlah daerah yang meliputi Sumatra bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan (CNN Indonesia, 2023). Meski pada musim kemarau jumlahnya terbatas, air sumur masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan air minum. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa 35,71% rumah tangga di Indonesia memanfaatkan sumur untuk memenuhi kebutuhan air minum hariannya. Meski terkadang langka, mengapa air sumur masih diminati masyarakat? Mari simak ulasan selengkapnya berikut ini.

Gambar 1. Sumur yang mengering (Yusca dalam Siberriau, 2023)

Terbatasnya Akses Air Minum Perpipaan

Akses air minum perpipaan belum menjangkau seluruh rumah tangga secara merata. Data Kementerian PUPR (2023) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, akses air minum perpipaan di Indonesia baru dapat menjangkau 19,51% penduduk. Baca selengkapnya di sini. Artinya, masih banyak penduduk yang belum memperoleh akses air minum perpipaan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat memilih air sumur untuk memenuhi kebutuhan air hariannya. Studi yang dilakukan Genter dkk. (2023) mengenai penggunaan dan manajemen pasokan air mandiri juga mengemukakan hal yang serupa. Menurutnya, sebagian besar rumah tangga tidak memiliki kemungkinan untuk mengakses layanan air minum perpipaan karena memang layanan ini belum tersedia di wilayah mereka. Salah satu responden studi tersebut bercerita, “Rumah saya jauh dari jalan raya, jadi saya tidak bisa mendapatkan pipa dari pemerintah atau kelurahan. Rumah saya di dalam, jadi koneksinya jauh.”

Gambar 2. Akses air minum perpipaan melalui sambungan rumah (Nokenlive, 2018)

Persepsi Masyarakat

Susenas BPS tahun 2022 menyebutkan bahwa sumur bor/pompa dan sumur terlindung merupakan 2 jenis sumur yang banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia. Banyaknya penggunaan sumur bor/pompa dan sumur terlindung bukan hanya disebabkan oleh belum tersedianya akses air minum perpipaan saja, melainkan juga disebabkan oleh adanya persepsi yang melekat di masyarakat.

Dari segi kualitasnya, sebagian masyarakat beranggapan bahwa air sumur memiliki kualitas yang baik. Salah satu responden dari studi Genter dkk. (2023) mengungkapkan, “Air dari sumur gali aman untuk diminum, jernih, serta berasa bagus dan segar.” Hal ini tak jarang membuat masyarakat enggan beralih dari air sumur. Keengganan masyarakat juga diperkuat oleh persepsi bahwa air minum perpipaan memiliki kualitas yang tidak baik karena bau dan rasa kaporit. Salah satu responden berpendapat, “Air sumur lebih enak karena kalau air dari pipa, ada rasa kaporitnya, mungkin kami belum terbiasa dengan kaporit. Air sumur tidak ada rasa kaporitnya. Itu murni." Meski sebagian menganggap air sumur memiliki kualitas yang lebih baik, ada pula masyarakat yang merasa bahwa kualitas air sumur kurang baik karena keruh, terutama saat musim hujan. Mereka perlu menampung air dalam wadah semalaman sebelum menggunakannya untuk memasak dan minum (Genter dkk., 2023).

Gambar 3. Air sumur yang bening (Kompas, 2021)

Dari segi kuantitasnya, masyarakat menganggap bahwa air dari sumur gali cukup rentan terhadap kelangkaan, namun air dari sumur bor/pompa bersifat lebih baik dan dapat diandalkan. Salah satu responden mengungkap, “Awalnya, saya menggunakan sumur gali dengan tali dan ember. Namun kalau kemarau sering kali tidak ada airnya. Jadi saya mulai menggunakan sumur bor (35 m) 3-4 tahun lalu. Sumur gali kedalamannya sekitar 10 m, dan jika sumurnya digali lagi, nanti roboh, jadi saya tidak berani memperdalam sumur gali.” Meski begitu, para pengguna sumur bor/pompa juga merasakan kekurangan air selama musim kemarau berlangsung. Hal ini tidak serta merta membuat minat masyarakat terhadap air sumur berkurang. Pasalnya, masyarakat dapat mengatasi masalah kuantitas air dengan cara menampungnya. Salah satu responden yang memiliki wadah penampungan air berkapasitas 100 liter menjelaskan, “Ini tidak akan lama. Setelah dipakai untuk mencuci dan mandi, air masih bersisa. Jika listrik mati, air yang bersisa masih bisa digunakan." (Genter dkk., 2023).

Gambar 4. Contoh wadah penampungan air (Fadlah, 2022)

Minat masyarakat terhadap penggunaan air sumur tak hanya dipengaruhi oleh persepsi tentang kualitas dan kuantitas airnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biaya. Murijo, salah satu warga yang diwawancarai Kompas (2021) mengemukakan, “Warga masih memilih memakai air tanah (sumur) karena gratis. Secara umum biaya menyedot air tanah lebih murah daripada membayar langganan air PAM.” Responden dari studi Genter dkk. (2023) juga mengemukakan hal yang serupa. Mereka merasa tidak perlu mengeluarkan biaya sebanyak air yang mereka gunakan. Namun, jika layanan air minum perpipaan yang diberikan dapat diandalkan, masyarakat bersedia beralih. “Saya juga mau bayar asal airnya bagus dan berlimpah, sebanding dengan penggunaannya. Wajar kalau kita pakai air perpipaan. Penggunaan air perpipaan merupakan rekomendasi pemerintah.”

Penjelasan di atas mengulas beberapa alasan mengapa air sumur masih diminati masyarakat. Apabila variabilitas sumber air minum ingin didorong dan pemanfaatan air sumur secara berlebihan hendak ditekan, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu: (1) meningkatkan akses air minum perpipaan, (2) mengedukasi masyarakat mengenai kerentanan air sumur dari segi kuantitas dan kualitasnya, serta (3) memperkuat BUMD Air Minum sehingga dapat memberikan layanan air minum perpipaan yang terbaik bagi masyarakat.

 

Sumber:

1. Badan Pusat Statistik (2022): Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2022, diperoleh melalui situs internet: https://www.bps.go.id/publication/2022/12/23/9580d8cbc0d52e75f810dfcc/indikator-perumahan-dan-kesehatan-lingkungan-2022.html.

2. CNN Indonesia (2023): Selamat Datang Oktober, Puncak Kekeringan [Semoga] Terakhir di 2023, diperoleh melalui situs internet: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230930002350-199-1005428/selamat-datang-oktober-puncak-kekeringan-semoga-terakhir-di-2023.

3. Genter, F., Putri, G.L., Suleeman, E., Darmajanti, L., Priadi, C., Foster, T., dan Willetts, J. (2023): Understanding household self-supply use and management using a mixed-methods approach in urban Indonesia, PLOS Water, 2(1): e0000070.

4. Kementerian PUPR (2023): Rencana Strategis Percepatan Akses Air Minum, Workshop Dukungan Eksekutif dan Legislatif dalam Pengembangan Program Air Minum di Perkotaan National Urban Water Supply Project (NUWSP), Bali, 2-4 Agustus 2023.

5. Kompas (2021): Warga Enggan dan Gengsi untuk Berpindah dari Air Tanah ke Air Perpipaan, diperoleh melalui situs internet: https://www.kompas.id/baca/metro/2021/03/26/warga-enggan-dan-gengsi-untuk-berpindah-dari-air-tanah-ke-air-perpipaan.

Kredit Foto:

1. Fadlah, N.N. (2022): Harga Toren Air 1000 Liter Terbaru 2022, Mulai Rp1 Jutaan!, diperoleh melalui situs internet: https://artikel.rumah123.com/harga-toren-air-1000-liter.

2. Indonesiana (2019): Menimba Air dari Beragam Sumur, diperoleh melalui situs internet: https://www.indonesiana.id/read/102361/menimba-air-dari-beragam-sumur.

3. Nokenlive (2018): 2018, PDAM Jayapura Targetkan 2000 Pelanggan, diperoleh melalui situs internet: https://www.nokenlive.com/2018/05/03/2018-pdam-jayapura-targetkan-2000-pelanggan/.

4. Siberriau (2023): Sumur Warga Kuansing Kering, diperoleh melalui situs internet: https://www.siberriau.com/read-3226-2023-10-06-sumur-warga-kuansing-kering.html.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Why is Well Water Still Favoured in Indonesia?

The recent drought has caused numerous residential wells to dry up. The drought's effects are experienced by individuals residing in several regions, namely central to southern Sumatra, the island of Java, Bali to Nusa Tenggara, southern Kalimantan, a significant portion of Sulawesi, some areas in North Maluku, portions of Maluku, and southern Papua (CNN Indonesia, 2023). Despite the limited availability during the dry season, Indonesian people still predominantly rely on well water to meet their drinking water needs. According to the 2022 National Socio-Economic Survey (Susenas) carried out by the Central Bureau of Statistics, 35,71% of Indonesian households rely on wells for their daily drinking water needs. Despite its occasional scarcity, why do people still actively seek well water? Let's look at the full review below.

Figure 1. A dried-up well (Yusca in Siberriau, 2023)

Limited Access to Piped Drinking Water

Piped drinking water is not yet available to all households equally. According to data from the Ministry of PUPR (2023), access to piped drinking water in Indonesia reached only 19,51% of the population in 2022. More information can be found here. This implies that many residents continue to lack access to piped drinking water. This is one of the reasons why people still prefer well water for their daily water needs. Genter et al. (2023) found the same thing in their study on the use and management of groundwater self-supply. He claims that most households did not have the possibility to connect to public piped services because they were not available in their regions. “My house is far from the road, so I can’t get a pipe from the government or urban village. My house is inside, so the connections are far away”, one respondent explained.

Figure 2. Access to piped drinking water through a household connection (Nokenlive, 2018)

Public Perception

Drilled/pumped and protected dug wells are two types of wells that are extensively utilized by the Indonesian people, according to the 2022 Susenas. The prevalence of drilled/pumped wells and protected dug wells is influenced not only by the limited availability of piped drinking water but also by public perceptions.

Certain societies hold the belief that well water possesses a satisfactory quality. A participant in the research conducted by Genter et al. (2023) expressed, “The water from the dug well is safe to drink, [it is] clear and tastes good and fresh”. This frequently discourages individuals from transitioning from well water. The community's hesitancy is further reinforced by the perception that piped drinking water is substandard due to the bad smell and flavor of chlorine. One participant contended, “Well water is better because if water is from public piped service, there is a taste of chlorine, maybe we are not used to chlorine. The well water has no [chlorine taste]. It is pure." While certain individuals perceive well water as being of high quality, others hold the view that its quality is substandard due to its turbid nature, particularly when observed during the rainy season. Prior to consuming and cooking with the water, it must be stored overnight in containers (Genter et al., 2023).

Figure 3. Clear well water (Kompas, 2021)

People believe that water from dug wells is sensitive to scarcity. However, water from drilled/pumped wells is better and more reliable. “Initially, [I] used a dug well [with a rope and bucket]. But when it is dry, there is often no water. So, I started using a borehole (35 m) three to four years ago. The dug well is about 10 m deep, and if the well is dug again, it will collapse, so I don’t dare [to deepen the dug well].” During the dry season, however, users of drilled/pumped wells also face water shortages. This does not inevitably diminish people's desire to use well water. The reason for this is because people can solve the water scarcity problem by storing it. One respondent with a 100-liter storage container explained, "So, it won’t take long. After it is used for washing and showering, there is still some left. If the lights go out [no electricity], the remaining water can still be used." (Genter et al., 2023).

Figure 4. Example of a water storage (Fadlah, 2022)

Public interest in using well water is not only driven by their perception of water quality and quantity but also by financial factors. Murijo, one of the residents interviewed by Kompas (2021) noted, "Residents still choose to use groundwater (well water) because it is free. In general, extracting groundwater is less expensive than paying PDAM water bill." Respondents in Genter et al.'s (2023) study said something similar. They believe they do not need to spend money as much as the water they use. However, if piped drinking water were reliable, people would also be willing to switch. “I also want to pay as long as the water is good and abundant, proportional to the usage. It is natural if we use it [public piped water]. The [use of the] public piped water is the recommendation of the government.”, said the respondent.

The preceding explanation runs over various reasons why well water is still popular among Indonesians. Several efforts can be made to encourage variability in drinking water sources and to suppress the excessive use of well water, including: (1) increasing access to piped drinking water, (2) educating the public about the vulnerability of well water in terms of quantity and quality, and (3) strengthening Drinking Water BUMD so that it can provide the best piped drinking water services for the community.

 

Sources:

1. Central Bureau of Statistics (2022): Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2022, obtained through the internet site: https://www.bps.go.id/publication/2022/12/23/9580d8cbc0d52e75f810dfcc/indikator-perumahan-dan-kesehatan-lingkungan-2022.html.

2. CNN Indonesia (2023): Selamat Datang Oktober, Puncak Kekeringan [Semoga] Terakhir di 2023, obtained through the internet site: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230930002350-199-1005428/selamat-datang-oktober-puncak-kekeringan-semoga-terakhir-di-2023.

3. Genter, F., Putri, G.L., Suleeman, E., Darmajanti, L., Priadi, C., Foster, T., and Willetts, J. (2023): Understanding household self-supply use and management using a mixed-methods approach in urban Indonesia, PLOS Water, 2(1): e0000070.

4. Kompas (2021): Warga Enggan dan Gengsi untuk Berpindah dari Air Tanah ke Air Perpipaan, obtained through the internet site: https://www.kompas.id/baca/metro/2021/03/26/warga-enggan-dan-gengsi-untuk-berpindah-dari-air-tanah-ke-air-perpipaan.

5. Ministry of PUPR (2023): Rencana Strategis Percepatan Akses Air Minum, Workshop on Executive and Legislative Support in the Development of Drinking Water Programs in Urban Areas within the National Urban Water Supply Project (NUWSP), Bali, August 2-4, 2023.

Photo Credits:

1. Fadlah, N.N. (2022): Harga Toren Air 1000 Liter Terbaru 2022, Mulai Rp1 Jutaan!, obtained through the internet site: https://artikel.rumah123.com/harga-toren-air-1000-liter.

2. Indonesiana (2019): Menimba Air dari Beragam Sumur, obtained through the internet site: https://www.indonesiana.id/read/102361/menimba-air-dari-beragam-sumur.

3. Nokenlive (2018): 2018, PDAM Jayapura Targetkan 2000 Pelanggan, obtained through the internet site: https://www.nokenlive.com/2018/05/03/2018-pdam-jayapura-targetkan-2000-pelanggan/.

4. Siberriau (2023): Sumur Warga Kuansing Kering, obtained through the internet site: https://www.siberriau.com/read-3226-2023-10-06-sumur-warga-kuansing-kering.html.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Lely Lydia Rahmawati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#airsumur #airtanah #groundwater #sumurgali #dugwell #sumurbor #borehole #sumurpompa #pumpedwell #aksesairminum #wateraccess #airminumperpipaan #pipedwater #Indonesia 

Share On :

  • Direktorat Air Minum,
    Ditjen Cipta Karya,
    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
    Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
    Jakarta 12110.


  • 021-72796907

  • cpmunuwsp@gmail.com
    Visitor
  • Total:403,423
  • Bulan Ini :430
  • Seminggu Terakhir :1,770
  • Hari ini :166