Available in English
03/B-NUWSP/Mar/2023
Belakangan ini, bencana hidrometeorologi banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang dipengaruhi oleh parameter cuaca dan iklim, seperti curah hujan, temperatur, angin, kelembapan, dan parameter lainnya (Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, 2020). Beberapa contoh bencana hidrometeorologi yaitu curah hujan ekstrem, angin kencang, puting beliung, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan, dan kualitas udara buruk (BMKG, 2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 564 peristiwa bencana alam sejak 1 Januari hingga 7 Maret 2023. Di antara bencana-bencana ini, banjir dan cuaca ekstrem merupakan bencana yang paling banyak terjadi. Terdapat 233 peristiwa banjir dan 183 peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang periode tersebut.
Menurut BNPB dalam Jihan (2023), bencana hidrometeorologi memiliki tren yang meningkat sejak 2011 hingga 2021. Meningkatnya bencana hidrometeorologi merupakan salah satu fenomena yang terjadi akibat perubahan iklim (United Nations, 2018). Bagaimana perubahan iklim memengaruhi terjadinya bencana hidrometeorologi dan bagaimana pengaruhnya terhadap ketersediaan air bersih? Apa yang dapat kita lakukan dalam menghadapi fenomena ini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab pada uraian-uraian berikutnya.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Prasetiawan (2015) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan sifat dan variabilitas iklim yang berlangsung pada periode yang lama. Perubahan iklim dapat terjadi akibat meningkatnya suhu di permukaan bumi, yang sering kita kenal dengan nama pemanasan global (global warming). Apabila suhu di permukaan bumi meningkat, kondisi siklus hidrologi akan terganggu (LIPI, 2020).
Menurut Triatmodjo (2008), siklus hidrologi adalah proses pergerakan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi secara kontinu. Siklus ini dimulai ketika air yang terdapat di permukaan tanah dan laut mengalami penguapan akibat energi panas matahari. Uap air tersebut bergerak ke atmosfer dan mengalami kondensasi (penggumpalan air) membentuk awan hujan. Awan yang terbentuk kemudian jatuh kembali ke bumi (presipitasi) dalam bentuk hujan maupun salju. Butiran-butiran air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian masuk ke dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah dan sebagian lainnya mengalir sebagai aliran permukaan (surface run-off) mengisi cekungan tanah, danau, sungai, dan laut. Proses ini kembali berputar hingga membentuk siklus hidrologi seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Siklus hidrologi (Triatmodjo, 2008 dalam Setiawan, 2022)
Siklus hidrologi akan mengalami gangguan apabila suhu di permukaan bumi meningkat. Seiring dengan meningkatnya suhu di permukaan bumi, proses penguapan pada siklus hidrologi pun akan semakin intens. Kondisi ini akan menambahkan lebih banyak uap air yang bergerak ke udara. Apabila uap air yang terbentuk semakin banyak, peluang curah hujan meningkat pun menjadi lebih besar, sering kali dalam bentuk badai yang intens dan tidak dapat diprediksi. Sebaliknya, meningkatnya penguapan juga akan mengintensifikasi kondisi kering pada daerah-daerah yang rawan kekeringan. Penguapan air di permukaan tanah akan meningkat dan memperkecil cadangan air di dalam tanah (Kuebler, 2022). Di Indonesia, fenomena ini ditandai dengan musim hujan yang berlangsung lebih singkat dengan intensitas yang meningkat dan musim kemarau yang berlangsung lebih lama dari kondisi biasanya (Prasetiawan, 2015).
Perubahan iklim sangat memengaruhi ketersediaan air bersih. Air yang tersimpan di dalam tanah sebagai salah satu sumber kebutuhan air dapat menurun akibat peningkatan suhu di permukaan bumi. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), selama dua puluh tahun terakhir, simpanan air terestrial, termasuk kelembapan tanah, salju, dan es, telah turun dengan laju 1 cm per tahun. Tak hanya itu, ketersediaan air bersih juga dapat terganggu apabila banjir sering terjadi. Kualitas air dapat menurun akibat timbulnya sedimen dan berbagai patogen. Kuantitas air pun dapat terpengaruh jika bencana banjir merusak infrastruktur penyediaan air bersih. Fenomena perubahan iklim lainnya seperti kenaikan muka air laut juga dapat memengaruhi ketersediaan air bersih. Kenaikan air laut diproyeksikan akan memperpanjang salinisasi air tanah sehingga mengurangi ketersediaan air tawar di wilayah pesisir (United Nations, 2018).
Perubahan iklim secara nyata berdampak pada manusia karena memicu bencana hidrometeorologi dan memengaruhi ketersediaan air bersih. Oleh karena itu, langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi signifikansi dari dampak perubahan iklim. Salah satu contoh upaya adaptasi yaitu dengan efisiensi penggunaan air. Di lingkup rumah tangga, upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan air secara berlebihan serta memulai pemanenan air hujan (rain harvesting). Di lingkup industri dan pertanian, upaya ini dapat dilakukan dengan mengembangkan metode irigasi hemat air (irigasi tetes), menanam vegetasi yang tahan terhadap kondisi kering, serta mengolah dan menggunakan kembali air limbah. Selain efisiensi penggunaan air, upaya adaptasi lainnya yaitu mengembangkan dan memperkuat infrastruktur air yang tangguh serta adaptif terhadap perubahan iklim, seperti membangun tanggul dan bendungan untuk mengurangi dampak banjir. Sementara itu, mitigasi perubahan iklim juga sangat penting dalam menjaga ketersediaan air bersih. Upaya mitigasi dapat dilakukan melalui perlindungan dan pengembangan lahan basah seperti mangrove, padang lamun, dan rawa sebagai media penyerap karbon serta sebagai penyangga ketika cuaca ekstrem terjadi. Upaya mitigasi lainnya yaitu mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan alat elektronik hemat energi, penggunaan transportasi ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan, pemanfaatan sakelar otomatis, serta mengurangi timbulan sampah (ITS, 2022; United Nations, 2018; UN Water, 2022).
Setiap individu memiliki peran penting dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mari turut ambil bagian dalam mengurangi dampak perubahan iklim agar ketersediaan air bersih kita tetap terjaga.
Sumber:
1. Annur, C.M. (2023): BNPB Catat Ada 564 Kejadian Bencana Alam di Indonesia hingga Awal Maret 2023, diperoleh melalui situs internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/bnpb-catat-ada-564-kejadian-bencana-alam-di-indonesia-hingga-awal-maret-2023.
2. BMKG (2019): Mengenal Bencana Hidrometeorologi, diperoleh melalui situs internet: https://iklim.bmkg.go.id/publikasi-klimat/ftp/brosur/Leaflet%20Hidrometeorologi.pdf
3. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM (2020): Modul Hidrometeorologi, Dasar-dasar, Analisis, dan Aplikasi, diperoleh melalui situs internet: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/539647/mod_folder/content/0/0.%20Modul%20Pertemuan%205/V.%20BENCANA%20HIDROMETEOROLOGIS.pdf?forcedownload=1.
4. ITS (2022): Program ITS dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca, diperoleh melalui situs internet: https://www.its.ac.id/sustainability/gas-rumah-kaca/
5. Jihan (2023): BNPB: Tren Bencana Hidrometeorologi Indonesia Meningkat Selama Satu Dekade, 2022 Menurun, diperoleh melalui situs internet: https://www.gatra.com/news-564722-nasional-bnpb-tren-bencana-hidrometeorologi-indonesia-meningkat-selama-satu-dekade-2022-menurun.html.
6. Kuebler, Martin (2022): Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?, diperoleh melalui situs internet: https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997.
7. LIPI (2020): Perubahan Iklim Ancam Siklus Air, diperoleh melalui situs internet: http://lipi.go.id/berita/perubahan-iklim-ancam-siklus-air/22003.
8. Prasetiawan, Teddy (2015): Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak, Aspirasi, Vol. 6 No. 1.
9. Setiawan, Junaedi (2022): Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu, Skripsi Program Sarjana, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
10. Triatmodjo, Bambang (2008): Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
11. United Nations (2018): Water – at The Center of The Climate Crisis, diperoleh melalui situs internet: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/water#:~:text=Climate%20change%20is%20exacerbating%20both,world's%20water%20in%20complex%20ways.
12. UN Water (2022): Water and Climate Change, diperoleh melalui situs internet: https://www.unwater.org/water-facts/water-and-climate-change.
13. Wirnatama, H.S.R. (2017): Kajian Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Bendung Sapon, Skripsi Program Sarjana, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Kredit foto:
Aulia, Misbahul (2021): People Walking on Street During Daytime, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/38CTbydRZXI.
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Climate Change Affects Clean Water Availability
Recently, hydrometeorological disasters occurred in many parts of Indonesia. Hydrometeorological disasters are influenced by weather and climate parameters, such as rainfall, temperature, wind, humidity, and other parameters (Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry UGM, 2020). Some hydrometeorological disasters include extreme rainfall, strong winds, tornadoes, floods, landslides, droughts, forest/land fires, and poor air quality (BMKG, 2019). Based on data from the National Disaster Management Agency (BNPB), there were 564 natural disasters between January 1 and March 7, 2023. Among these disasters, floods and extreme weather were the most frequent disasters. There were 233 floods and 183 extreme weather events that occurred during that period.
According to BNPB in Jihan (2023), hydrometeorological disasters have an increasing trend from 2011 until 2021. The increase in hydrometeorological disasters happens due to climate change (United Nations, 2018). How does climate change affect the occurrence of hydrometeorological disasters and how does it affect the accessibility of clean water? What can we do to face this phenomenon? These questions will be answered by the following explanation.
Climate change refers to changes in climatic conditions that can be identified by varying shifts in their properties over long periods of time, typically decades or longer (Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) in Prasetiawan, 2015). Climate change can occur due to increasing temperatures on the earth’s surface, which we often know as global warming. If the earth's surface temperature becomes “hotter”, then the hydrological cycle will be disrupted (LIPI, 2020).
According to Triatmodjo (2008), the hydrological cycle is the process of water movement from the earth to the atmosphere and back again to the earth continuously. This cycle begins when water on the land and sea surface evaporates, driven by the sun's heat. The vapored water moves into the atmosphere and condenses to form clouds. The formed clouds then fall back to earth (precipitation) as rain or snow. Water droplets that fall into the earth’s surface are partially absorbed by the soil (percolation) to fill the groundwater. While some others flow as surface run-off and fill the soil basin, lakes, rivers, and seas. This process circulates again to form a hydrological cycle as shown in Figure 1.
Figure 1. Hydrological cycle (Triatmodjo, 2008 in Setiawan, 2022)
When the earth's surface temperature increases, the evaporation in the hydrological cycle becomes more intense. This condition will add more water vapor moving in the air. As more water vapor is formed, the chance of increased rainfall becomes greater, often in the form of intense and unpredictable storms. On the contrary, increased evaporation will also intensify dry conditions in drought-prone areas. Water evaporation on the ground surface will increase and reduce water reserves in the soil (Kuebler, 2022). In Indonesia, this phenomenon is characterized by a shorter rainy season with increased intensity and a longer dry season than usual (Prasetiawan, 2015).
Climate change is greatly affecting the availability of clean water. Groundwater availability may decrease due to increased temperature on the earth's surface. Based on World Meteorological Organization (WMO) data, over the past twenty years, terrestrial water storage – including soil moisture, snow, and ice – has dropped at a rate of 1 cm per year, with major ramifications for water security. Not only that, access to good quality and sufficient amounts of water can be hampered because of frequent floods. Floods can trigger sediment formation, pathogen existence, and the damage of water supply infrastructure. Other climate change phenomena such as sea level rising can also affect clean water availability. This phenomenon is projected to extend groundwater salinization, thereby reducing the availability of freshwater in coastal areas (United Nations, 2018).
Climate change has a real impact on human-being because it triggers hydrometeorological disasters and affects clean water availability. Therefore, adaptation and mitigation are needed to reduce climate change’s significant impacts. The efficient use of clean water is an example of an adaptation effort. At the household level, this effort can be done by reducing excessive water use by starting rainwater harvesting. The efficient use of clean water can also be implemented in the industrial sector by reusing wastewater. For the agricultural sector, efficient water use can be carried out by applying the drip irrigation method and planting dry-resistant vegetation. Besides water use efficiency, other adaptation efforts include developing and strengthening water infrastructure that is resilient and adaptive to climate change, such as building embankments and dams to reduce flooding impact. Meanwhile, climate change mitigation is also very important in maintaining clean water availability. Mitigation efforts can be carried out by protecting and developing carbon sinks and natural buffers such as mangroves, seagrass beds, and swamps. Other mitigation efforts are reducing greenhouse gas emissions by using energy-efficient electronic devices, environmentally friendly transportation, renewable energy, automatic switches, and reducing waste piles (ITS, 2022; United Nations, 2018; UN Water, 2022).
Every individual has an important role in climate change adaptation and mitigation efforts. Let's take a part in reducing climate change impact so that our clean water availability is maintained.
Sources:
1. Annur, C.M. (2023): BNPB Catat Ada 564 Kejadian Bencana Alam di Indonesia hingga Awal Maret 2023, obtained through the internet site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/bnpb-catat-ada-564-kejadian-bencana-alam-di-indonesia-hingga-awal-maret-2023.
2. BMKG (2019): Mengenal Bencana Hidrometeorologi, obtained through the internet site: https://iklim.bmkg.go.id/publikasi-klimat/ftp/brosur/Leaflet%20Hidrometeorologi.pdf
3. Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry UGM (2020): Modul Hidrometeorologi, Dasar-dasar, Analisis, dan Aplikasi, obtained through the internet site: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/539647/mod_folder/content/0/0.%20Modul%20Pertemuan%205/V.%20BENCANA%20HIDROMETEOROLOGIS.pdf?forcedownload=1.
4. ITS (2022): Program ITS dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca, obtained through the internet site: https://www.its.ac.id/sustainability/gas-rumah-kaca/
5. Jihan (2023): BNPB: Tren Bencana Hidrometeorologi Indonesia Meningkat Selama Satu Dekade, 2022 Menurun, obtained through the internet site: https://www.gatra.com/news-564722-nasional-bnpb-tren-bencana-hidrometeorologi-indonesia-meningkat-selama-satu-dekade-2022-menurun.html.
6. Kuebler, Martin (2022): Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?, obtained through the internet site: https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997.
7. LIPI (2020): Perubahan Iklim Ancam Siklus Air, obtained through the internet site: http://lipi.go.id/berita/perubahan-iklim-ancam-siklus-air/22003.
8. Prasetiawan, Teddy (2015): Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak, Aspirasi, Vol. 6 No. 1.
9. Setiawan, Junaedi (2022): Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu, Undergraduate Thesis, Siliwangi University, Tasikmalaya.
10. Triatmodjo, Bambang (2008): Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
11. United Nations (2018): Water – at The Center of The Climate Crisis, obtained through the internet site: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/water#:~:text=Climate%20change%20is%20exacerbating%20both,world's%20water%20in%20complex%20ways.
12. UN Water (2022): Water and Climate Change, obtained through the internet site: https://www.unwater.org/water-facts/water-and-climate-change.
13. Wirnatama, H.S.R. (2017): Kajian Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Bendung Sapon, Undergraduate Thesis, Atma Jaya University, Yogyakarta.
Photo credit:
Aulia, Misbahul (2021): People Walking on Street During Daytime, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/38CTbydRZXI.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
Translated by:
Suri Saraswati
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#water #climatechange #waterandclimatechange #hydrometeorologicalhazards #floods #extremeweather
Available in English
02/A-NUWSP/Mar/2023
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkomitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas pada pelayanan air minum, melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP). Program NUWSP telah digarap di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya yaitu di Kota Blitar. Kota Blitar telah bergabung menjadi bagian dari program NUWSP sejak tahun 2020. Di area ini, optimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM Tirta Patria dilakukan.
PDAM Tirta Patria merupakan perusahaan daerah yang bertugas untuk menyediakan air bersih di Kota Blitar. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di area setempat, PDAM Tirta Patria mengelola air yang bersumber dari 10 unit sumur dalam. Sumur-sumur ini memiliki kapasitas produksi yang bervariasi antara 15-21 liter/detik. Air yang dikelola oleh PDAM Tirta Patria akan didistribusikan ke 9 zona pelayanan yang tersebar di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Sukorejo, Kepanjenkidul, dan Sananwetan.
Sayangnya, penggunaan air yang bersumber dari sumur di Kota Blitar menjumpai tantangan berupa tingginya kandungan besi dan mangan dalam air. Kandungan besi dan mangan yang melimpah dalam air dapat memicu timbulnya endapan. Endapan ini menyebabkan kualitas air menurun karena warnanya menjadi keruh dan juga berbau. Tak hanya itu, apabila dibiarkan, endapan yang tertinggal pada pipa dapat mengeras dan menyebabkan terjadinya penyempitan pada jaringan pipa. Bukan hanya merusak jaringan pipa, endapan yang mengeras pun menyebabkan kecepatan aliran air menjadi rendah dan tidak maksimal (Widodo, 2017). Beberapa dampak ini turut dijumpai pada proses penyediaan air di Kota Blitar. Permasalahan yang dirasakan meliputi keruhnya warna air yang diperoleh serta adanya penyempitan pipa seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Permasalahan air di Kota Blitar
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan besi dan mangan di dalam air yakni dengan dibangunnya Instalasi Pengolahan Air (IPA). Melalui NUWSP, PDAM Tirta Patria memperoleh bantuan untuk mendirikan IPA yang terdiri dari unit aerasi, unit pengendapan, unit filtrasi, dan ground reservoir seperti terlihat pada Gambar 2. Air yang berasal dari sumur akan masuk ke unit aerasi. Pada unit ini, partikel besi dan mangan yang terlarut di dalam air akan berubah menjadi partikel tidak terlarut setelah bereaksi dengan oksigen. Air kemudian dialirkan ke unit pengendapan. Pada unit pengendapan, partikel besi dan mangan yang tidak terlarut akan diendapkan. Sayangnya, sebagian partikel mangan masih bisa lolos. Oleh sebab itu, air dialirkan lagi menuju unit filtrasi. Pada unit filtrasi terdapat filter zeolit yang dapat mengikat partikel mangan yang lolos dari tahap sebelumnya. Air yang telah terolah kemudian dikumpulkan pada ground reservoir dan siap didistribusikan ke masyarakat.
Gambar 2. Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kota Blitar
Saat ini, kualitas air yang didistribusikan ke masyarakat telah mengalami peningkatan. Berdasarkan pengujian kualitas air yang dilakukan oleh PDAM Tirta Patria, kadar besi dan mangan yang terkandung dalam air menurun. Perubahan kualitas air ini juga turut dirasakan oleh masyarakat setempat. “Saat ini, kualitas air PDAM sudah sangat bagus, airnya bening tidak berbau”, ujar Ibu Sriyati.
Cerita selengkapnya dapat disaksikan di kanal YouTube kami pada tautan ini.
Sumber:
1. Dokumentasi NUWSP.
2. Pemerintah Kota Blitar (2021): Terus Lakukan Perbaikan, 10 Sumur Bor Milik PDAM Kota Blitar Kembali Normal, diperoleh melalui situs internet: https://blitarkota.go.id/id/berita/terus-lakukan-perbaikan-10-sumur-bor-milik-pdam-kota-blitar-kembali-normal.
3. Widodo, I.R. (2017): Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Minum Kota Blitar, Skripsi Program Sarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Edith Riane
NUWSP Provides Blitar City Communities for Secure Drinking Water
The government of Indonesia through the Ministry of Public Works and Housing (PUPR) is committed to increasing access and quality of drinking water services within the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program. The NUWSP program has been implemented in various regions throughout Indonesia, one of which is Blitar City. The government of Blitar has been participating in the NUWSP program since 2020 and also carrying out the optimization of the Drinking Water Supply System (SPAM) of PDAM Tirta Patria.
PDAM Tirta Patria is a regional company that is responsible to provide clean water in Blitar City. In fulfilling clean water demand in the area, PDAM Tirta Patria manages water sourced from 10 deep wells. These wells have a production capacity that varies between 15-21 liters/second. The water managed by PDAM Tirta Patria will be distributed to 9 service zones spread over 3 subdistricts, which are Sukorejo, Kepanjenkidul, and Sananwetan.
Unfortunately, the use of water sourced from wells in Blitar City encounters challenges in the form of high iron and manganese content in water. The abundant content of iron and manganese in water can trigger sediment formation. These sediments cause water quality to decrease because the color becomes cloudy and also smells. In addition, if left unchecked, the deposits left on the pipe can harden and cause narrowing of the pipeline. Not only damaging pipelines, hardened deposits also cause water flow to be low and not optimal (Widodo, 2017). Some of these impacts are found in the water supply process in Blitar City. The perceived problems are the cloudy water and the pipe narrowing as shown in Figure 1.
Figure 1. Water supply problem in Blitar City
One of the efforts made in reducing the iron and manganese contained is by building a Water Treatment Plant (WTP). Through NUWSP, PDAM Tirta Patria received support to set up a WTP that consists of an aerator, clarifier, zeolite filter, and ground reservoir as shown in Figure 2. The water from the well will enter the aerator which iron and manganese particles dissolved in water will turn into insoluble particles after reacting with oxygen. The water then flows into the clarifier. In this unit, insoluble iron and manganese particles will be dropped. Unfortunately, some manganese particles can still release. Therefore, the water is flowed back to the filtration unit which is a zeolite filter. The filter can tie up manganese particles that passed from the previous stage. The preserved water then collected in a ground reservoir and ready to be distributed to the community.
Figure 2. Water Treatment Plant (WTP) in Blitar City
Currently, the water quality distributed to the community has improved. Based on the water quality testing conducted by PDAM Tirta Patria, the iron and manganese contained in the water decreased. The change of it was also felt by the local community. "Currently, the PDAM water quality is very good and the water is clear and does not smell," said Mrs. Sriyati.
You can watch the full story on our YouTube channel at this link.
Sources:
1. NUWSP documentations.
2. Blitar City Goverment (2021): Terus Lakukan Perbaikan, 10 Sumur Bor Milik PDAM Kota Blitar Kembali Normal, obtained through the internet site: https://blitarkota.go.id/id/berita/terus-lakukan-perbaikan-10-sumur-bor-milik-pdam-kota-blitar-kembali-normal.
3. Widodo, I.R. (2017): Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Minum Kota Blitar, Undergraduate Thesis, Sepuluh Nopember Institute of Technology, Surabaya.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
Edith Riane
Translated by:
Suri Saraswati
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#nuwspblitar #kotablitar #pdamblitar #pdamtirtapatria
Available in English
01/B-NUWSP/Mar/2023
Pernahkah kita membayangkan hidup tanpa air selama 1 hari saja? Rasanya berat sekali ya.
Air sudah menjadi bagian penting di dalam hidup manusia. Manusia membutuhkan air untuk berbagai keperluan domestik, seperti minum, memasak, mandi, mencuci, dll. Untuk dapat menunjang hidup, manusia juga membutuhkan air untuk keperluan nondomestik, seperti pertanian, peternakan, perdagangan, serta industri.
Ketergantungan manusia terhadap air dapat terukur dari besarnya total konsumsi air harian. Berdasarkan data Indonesia Water Institute (IWI), total konsumsi air bersih di Indonesia pada tahun 2013 yakni sebesar 415-615 liter per hari per rumah. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2020 ketika pandemi terjadi, yakni sebesar 995-1415 liter per hari per rumah. Artinya, jika setiap rumah tangga terdiri dari lima orang, kebutuhan air setiap orang mencapai 199-283 liter per hari.
Bukan hanya terukur dari jumlah air yang dikonsumsi setiap harinya, kebutuhan manusia terhadap air juga melekat pada setiap barang maupun jasa yang kita gunakan. Misalnya, selembar kertas A4 yang kita gunakan membutuhkan air sebanyak 10 liter untuk memproduksi kertas tersebut (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008). Contoh lainnya yaitu sepotong dada ayam berukuran 300 gram yang kita konsumsi membutuhkan air sebanyak 1170 liter dalam proses produksinya (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008), untuk menyiapkan pakan, minum, sanitasi di peternakan, hingga kebersihan di rumah potong hewan. Jumlah air yang tersembunyi ini dikenal dengan nama virtual water. Konsep virtual water dikembangkan oleh Tony Allan, seorang profesor geografi di King’s College London, sejak tahun 1994. Harsoyo (2011) mendefinisikan virtual water sebagai jumlah air yang digunakan dalam proses produksi dari suatu komoditas hasil produksi pertanian ataupun industri. Virtual water dari beberapa produk yang kita gunakan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Virtual water beberapa produk
Jumlah konsumsi air harian serta jumlah virtual water yang berkaitan dengan segala aktivitas manusia menunjukkan bahwa manusia memerlukan kuantitas air dengan jumlah yang cukup banyak setiap harinya. Tak hanya memerlukan kuantitas air dalam jumlah yang cukup, kualitas air pun sangat memengaruhi kehidupan manusia. Menurut World Health Organization (WHO), 80% dari seluruh penyakit yang terjadi di negara berkembang merupakan penyakit yang berkaitan dengan air. Air dengan kualitas yang buruk dapat memicu berbagai penyakit seperti penyakit kulit, gagal ginjal, kolera, diare, demam berdarah, disentri, hepatitis A, polio, tifus, peningkatan risiko kanker, blue baby syndrome, gangguan sistem syaraf, kerusakan tulang, dll.
Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia sangat bergantung pada air, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, menjaga keberlangsungan sumber daya air merupakan tugas yang penting bagi setiap manusia.
Sumber:
1. Afni, Julia (2011): Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik dengan Kejadian Penyakit Kulit pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011, Skripsi Program Sarjana, Universitas Indonesia, Depok.
2. Harsoyo, B. (2011): Konsep Air Virtual, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12 No. 1, 2011: 25-32.
3. Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K. (2008): Globalization of Water: Sharing the Planet's Freshwater Resources. Oxford: Blackwell Publishing.
4. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, diperoleh melalui situs internet: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.
5. Mirumachi, N. & Agarwala, M. (2021): Tony Allan Obituary, Geographer Whose Concept of ‘Virtual Water’ Transformed Thinking on Trade, Industry and Agriculture, diperoleh melalui situs internet: https://www.theguardian.com/environment/2021/may/07/tony-allan-obituary.
6. The World Counts (2023): Average Daily Water Usage, diperoleh melalui situs internet: https://www.theworldcounts.com/stories/average-daily-water-usage.
7. Valentin L. (2022): How Does the Good Quality of Water Impact Good Health, diperoleh melalui situs internet: https://sinay.ai/en/how-does-the-good-quality-of-water-impact-good-health/.
8. Waseso, Ratih (2021): Kementerian PUPR Sebut Pandemi Tingkatkan Penggunaan Air Bersih di Masyarakat, diperoleh melalui situs internet: https://nasional.kontan.co.id/news/kementerian-pupr-sebut-pandemi-tingkatkan-penggunaan-air-bersih-di-masyarakat.
9. www.waterfootprint.org
Kredit Foto:
Dumlao, Nathan (2019): Clear Liquid Pouring on Persons Hands, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/kDxqbAvEBwI.
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Edith Riane
Our Needs on Water
Have you ever thought about living without water for just one day? Can you imagine how difficult it would be for you?
Water has always been an important part of human life. People need water for various purposes such as drinking, cooking, bathing, washing, etc. People also need water for non-domestic purposes such as agriculture, farming, commerce, and industry to sustain their life.
People’s demand on water can be measured by the total amount of their daily water consumption. Based on data from the Indonesia Water Institute (IWI), clean water’s total consumption throughout Indonesia in 2013 was 415-615 liters per day. When the pandemic occurred in 2020, this number increased to 995-1415 liters per household per day. This means that if each household consists of five people, every single person needs 199-283 liters of water per day.
People’s dependency on water is not only measured by the water consumed each day, it could also be reflected in all the goods and services we are using. For example, it takes 10 liters of water to produce a sheet of A4 paper (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008). Another example is preparing chicken breast for our meals. We need up to 1170 liters of water for every 300 grams of it (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008). Water is also necessary for growing grains for feeding, cleaning farms, and sanitizing slaughterhouses. This amount of “hidden” water is known as “virtual water”, which is a concept developed in 1994 by Tony Allan, a geographer and professor at King’s College London. Harsoyo (2011) defines virtual water as the amount of water consumed in the agricultural or industrial raw materials production process. The amount of “virtual water” for some of our daily products can be seen in Figure 1.
Figure 1. Virtual water for multiple products
The daily water consumption and the virtual water that is associated with all human activities indicate that people require huge amounts of water every day. Not only that we need a sufficient amount of water, the water quality also greatly affects human life. According to the World Health Organization (WHO), 80% of all diseases occurring in developing countries are water-related diseases. Poor water quality triggers various diseases such as skin diseases, kidney failure, cholera, diarrhea, dengue fever, dysentery, hepatitis A, polio, typhoid fever, increased risk of cancer, blue baby syndrome, neurological disorders, and bone injury.
The above description tells us that people are highly dependent on water, both in quantity and quality. Therefore, maintaining the sustainability of water resources is an important task for every human being.
Sources:
1. Afni, Julia (2011): Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik dengan Kejadian Penyakit Kulit pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011, Undergraduate Thesis, Universitas Indonesia, Depok.
2. Harsoyo, B. (2011): Konsep Air Virtual, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12 No. 1, 2011: 25-32.
3. Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K. (2008): Globalization of Water: Sharing the Planet's Freshwater Resources. Oxford: Blackwell Publishing.
4. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, obtained through the internet site: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.
5. Mirumachi, N. & Agarwala, M. (2021): Tony Allan Obituary, Geographer Whose Concept of ‘Virtual Water’ Transformed Thinking on Trade, Industry, and Agriculture, obtained through the internet site: https://www.theguardian.com/environment/2021/may/07/tony-allan-obituary.
6. The World Counts (2023): Average Daily Water Usage, obtained through the internet site: https://www.theworldcounts.com/stories/average-daily-water-usage.
7. Valentin L. (2022): How Does the Good Quality of Water Impact Good Health, obtained through the internet site: https://sinay.ai/en/how-does-the-good-quality-of-water-impact-good-health/.
8. Waseso, Ratih (2021): Kementerian PUPR Sebut Pandemi Tingkatkan Penggunaan Air Bersih di Masyarakat, obtained through the internet site: https://nasional.kontan.co.id/news/kementerian-pupr-sebut-pandemi-tingkatkan-penggunaan-air-bersih-di-masyarakat.
9. www.waterfootprint.org
Photo Credit:
Dumlao, Nathan (2019): Clear Liquid Pouring on Persons Hands, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/kDxqbAvEBwI.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
Edith Riane
Translated by:
Suri Saraswati
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#waterdependent #virtualwater
[REPOST] @kemenpupr
https://www.instagram.com/p/Cojaj99rHYy/
Kementerian PUPR telah membantu membangun fasilitas Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Ibu Kota Kecamatan (IKK) Palukahan yang terletak di Kecamatan Koto Tangah. SPAM yang dibangun pada tahun 2019 tersebut saat ini sudah melayani 10.000 unit Sambungan
Rumah (SR) dan ditambah untuk ZAM (Zona Air Minum) sebanyak 245 SR. Capaian tersebut lebih besar dari target rencana sebesar 8.000 unit SR.
Menteri Basuki mengatakan, pembangunan SPAM diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik agar masyarakat menikmati air minum berkualitas dengan harga terjangkau.
"Pemenuhan kebutuhan air minum ini menjadi salah satu prioritas di samping program sanitasi, terutama untuk menangani stunting atau gangguan pertumbuhan pada balita karena kekurangan air bersih dan sanitasi. Saat ini Kementerian PUPR tengah membangun banyak SPAM di berbagai daerah," kata Menteri Basuki.
SPAM IKK Palukahan Gadang Kota Padang memiliki kapasitas 100 liter/detik bersumber dari Sungai Palukahan. SPAM ini melayani
akses air minum kawasan Padang Utara. Intake dan pipa transmisi
dibangun pada tahun 2016-2017, sedangkan Unit Produksi dan
jaringan pipa distribusi utama dibangun tahun 2019.
#sigapmembangunnegeri
Berikut link download Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022:
Executive Summary:
https://nuwsp.web.id/forum/ebook/39
Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022 Wilayah 1:
https://nuwsp.web.id/forum/ebook/40
Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022 Wilayah 2:
https://nuwsp.web.id/forum/ebook/41
Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022 Wilayah 3:
https://nuwsp.web.id/forum/ebook/42
Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022 Wilayah 4:
Dalam rangka terwujudnya pengelolaan SPAM yang handal dan berkelanjutan NUWSP melaksanakan kegiatan Pelatihan Tahap 7 dengan topik Fungsi Pemeliharaan SPAM dan Analisis Air Tak Berekening yang sedang berlangsung di Jakarta 4 - 10 Desember 2022.
Kegiatan ini Perlu di dukung oleh SDM yang kompeten di Pemda dan BUMD Air Minum.
National Urban Water Supply Project melalui Komponen 2 memberikan dukungan berupa penyusunan program peningkatan kapasitas dan bantuan teknis yang terstruktur dsn bertahap untuk membangun kapasitas Pemda dan BUMD pendaan dan investasi.
#nuwsp
#ditairminum
#DirektoratAirMinum
Pada kondisi saat ini, terjadi perubahan iklim dikarenakan meningkatknya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer mengakibatkan perubahan signifikan pada iklim. Dampak dari perubahan tersebut mempengaruhi berbagai aspek, termasuk di dalamnya pada sistem pengelolaan air minum.
National Urban Water Supply Project melaksanakan kegiatan Workshop bertema Mitigasi Perubahan Iklim dalam Pengelolaan Air Minum Perkotaan yang dihadiri oleh lebih dari 30 PDAM di Indonesia, RPJM Nasional 2020-2024 dan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 telah mengamanatkan 100% akses air minum aman. Target ini membutuhkan dukungan kebijakan dan pendanaan dari berbagai pemangku kepentingan terkait. Namun, masih terdapat gap sebesar 41,05% dalam pencapaian SUMO Air Minum sehat.
Semoga dalam kegiatan tersebut Air Minum Perkotaan di Indonesia semakin meningkat dan lebih banyak manfaatnya ya Sahabat
Kegiatan ini berlangsung di Jakarta, Pembukaan kegiatan ini dilakukan oleh Direktur Air Minum Kementrian PUPR Ir. Anang Muchlis, Sp.PSDA secara daring melalui zoom.
Maksud tujuan dalam kegiatan tersebut yaitu untuk mendukung upaya peningkatan Tata Kelola perusahaan yang baik diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomer 54 Tahub 2017 tentang BUMD yang mengamanatkan peneran GCG pada BUMD dan peraturan Deputi Kepala Bidang Akuntan Negara Nomer 4 Tahun 2022 tentang petunjuk Asesmen Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMD.
#NUWSP
#ditairminun
#WorkshopTataKelola