Artikel

Kesuksesan Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan dalam Meningkatkan Pelayanan Akses Air Minum

Available in English

08/A-NUWSP/Apr/2023

 

Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan yang diwakili oleh Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, mendapatkan kesempatan menjadi keynote speaker dalam salah satu lokakarya yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) pada 1 September 2022 lalu. Kegiatan ini bertajuk Lokakarya (Best Practices) Peningkatan Kapasitas Pemda dan BUMD Air Minum dalam Mewujudkan Pemenuhan Layanan Akses Layanan Air Minum di Daerah Program National Urban Water Supply Project (NUWSP). Berdasarkan Rakyat Merdeka (2022), Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan dipilih menjadi Best Practice dalam penetapan tarif batas atas dan batas bawah serta penerapan tarif air minum full cost recovery (FCR).

Gambar 1. Lokakarya (best practices) peningkatan kapasitas Pemda dan BUMD Air Minum

Sekilas Mengenai Tarif Air Minum

Untuk dapat dinikmati oleh masyarakat, proses penyediaan akses air minum tentunya memerlukan biaya dengan jumlah tertentu. Biaya ini tak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional penyediaan air minum saja, tetapi juga diperlukan untuk memelihara infrastruktur penyedian air minum serta mengembangkan layanan aksesnya (Istichori, 2018). Apabila kebutuhan biaya tersedia dengan baik, maka pelayanan akses air minum di daerah pun akan berjalan dengan baik sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Pemda dan BUMD Air Minum, dalam hal ini PDAM, merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan mengkaji dan menentukan besarnya komponen biaya dalam proses penyediaan air minum. Agar kebutuhan biaya penyediaan air minum dapat terpenuhi, Pemda dan PDAM perlu menetapkan tarif air minum yang akan dibebankan kepada masyarakat sebagai penerima akses.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, tarif air minum merupakan kebijakan biaya jasa layanan air minum yang ditetapkan kepala daerah untuk pemakaian setiap meter kubik (m3) atau satuan volume lainnya yang diberikan oleh BUMD yang wajib dibayar oleh pelanggan. Berkaitan dengan perolehan Best Practice oleh Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan dalam kerangka NUWSP, ditemukan istilah yang berhubungan dengan tarif air minum, yakni tarif batas atas dan tarif batas bawah. Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 menetapkan bahwa tarif batas atas dalam penyediaan air minum tidak boleh melampaui 4% dari pendapatan masyarakat pelanggan. Sementara itu tarif batas bawah merupakan tarif air minum yang nilainya sama dengan biaya dasar usaha penyediaan air minum. Penjelasan lebih rinci tentang tarif air minum dapat dilihat pada Permendagri Nomor 21 Tahun 2020.

​​​​​​​Full Cost Recovery (FCR) dan Strategi Kabupaten Lamongan dalam Mencapai FCR

Full Cost Recovery atau pemulihan biaya penuh merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kesehatan keuangan PDAM (Detak Pos, 2022). Berdasarkan Istichori dkk. (2018), kondisi FCR terjadi ketika pendapatan yang diperoleh dapat menutupi seluruh biaya dasar yang dikeluarkan untuk penyediaan air minum. Apabila kondisi FCR tercapai, proses penyediaan air minum yang dilakukan oleh PDAM pun dapat berjalan dengan baik. Pada lokakarya nasional yang diselenggarakan 1 September 2022 lalu, Bupati Lamongan mengutarakan beberapa strategi yang dilakukan Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan untuk mencapai FCR. Berdasarkan Detak Pos (2022), beberapa strategi yang dilakukan meliputi peningkatan cakupan layanan, reklasifikasi pelanggan, peningkatan pemakaian konsumsi rata-rata, serta peningkatan rasio karyawan dengan total jumlah sambungan rumah (SR). Dalam pelaksanaannya, strategi tersebut didukung oleh program NUWSP melalui optimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Babat di Kabupaten Lamongan.

Gambar 2. Water tank berkapasitas 800 m3 sebagai reservoir pada SPAM Babat

Optimalisasi SPAM Babat di Kabupaten Lamongan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Kesambi Pucuk, pembangunan reservoir dengan kapasitas 800 m3, pengadaan dan pemasangan pompa booster, serta pengadaan dan pemasangan pipa distribusi di IKK Made. Melalui rangkaian kegiatan tersebut, PDAM Kabupaten Lamongan mengalami peningkatan cakupan pelayanan. Dokumentasi NUWSP mencatat, terdapat area baru yang dilayani PDAM Kabupaten Lamongan, yakni Perumahan Bumi Tanjung Raya (Butara), Perumahan Wisma Tanjung Raya (Witara), dan Perumahan Bumi Mutiara Raya (BMR). Ketiga lokasi ini termasuk ke dalam wilayah pelayanan Unit Made. Peningkatan cakupan layanan juga dapat diidentifikasi dari adanya pemasangan SR baru. Hingga bulan Januari tahun 2023, terdapat 1824 SR baru yang telah terpasang di Kabupaten Lamongan. Rangkaian kegiatan pada optimalisasi SPAM Babat juga berpotensi memberikan dampak pada jumlah pemakaian air rata-rata. Menurut PDAM Kabupaten Lamongan, semula penyediaan air minum belum dapat melayani kebutuhan masyarakat selama 24 jam serta debit air yang keluar memiliki tekanan yang kecil. Melalui pembangunan reservoir dengan kapasitas 800 m3 dan pemasangan pompa booster, saat ini pelayanan air minum dapat diakses secara kontinu selama 24 jam, bahkan debit air yang terdistribusi ke tempat terjauh telah memiliki tekanan yang mencukupi.

Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan telah berhasil meningkatkan pelayanan akses air minum melalui peningkatan kuantitas (debit air yang mencukupi), kontinuitas (pelayanan air minum berlangsung 24 jam), serta tercapainya best practice tarif air minum (tarif batas atas, tarif batas bawah, dan tarif FCR) dalam mendukung keterjangkauan penyediaan air minum.

 

Sumber:

1. Detak Pos (2022): Bupati Yes Beberkan Sukses PDAM di Lokakarya Nasional, diperoleh melalui situs internet: https://detakpos.com/kabar/bupati-yes-beberkan-sukses-pdam-di-lokakarya-nasional/.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Istichori dkk. (2018): Analisis Penentuan Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Lamongan Berdasarkan Prinsip Full Cost Recovery, ITS Journal of Civil Engineering, Vol. 33 No. 1.

4. Kementerian Dalam Negeri (2020): Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.

5. Mubarok, Faqih (2022): Kemendagri Gelar Lokakarya Peningkatan Kapasitas Pemda, diperoleh melalui situs internet: https://rm.id/baca-berita/nasional/138774/ciptakan-akses-layanan-air-minum-di-daerah-kemendagri-gelar-lokakarya-peningkatan-kapasitas-pemda.

Kredit Foto:

Radar Bojonegoro (2022): PDAM Lamongan, diperoleh melalui situs internet: https://radarbojonegoro.jawapos.com/wp-content/uploads/2022/11/pdam-lmg.jpg.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

The Success Story of Lamongan’s Government and Its PDAM in Improving Drinking Water Services

The Local Government (Pemda) and PDAM of Lamongan Regency, represented by the Regent of Lamongan, Yuhronur Efendi, had the opportunity as the keynote speaker in one of the workshops organized by the Directorate General of Regional Development, Ministry of Home Affairs, on September 1st, 2022. This activity was titled “Workshop (Best Practices) Local Governments and Regional-Owned Water Companies (Drinking Water BUMD) Capacity Building in Realizing Access to Drinking Water Services within the National Urban Water Supply Project (NUWSP) Program Areas”. Based on Rakyat Merdeka daily newspaper (2022), Lamongan’s Government and its PDAM were selected as the Best Practice in determining the upper and lower limit water tariff and full cost recovery (FCR) drinking water tariff implementation.

Figure 1. Best Practices Workshop during Pemda and Drinking Water BUMD capacity building

Drinking Water Tariff at a Glance

The process of drinking water supply will certainly require a specific amount of money so drinking water can be accessed by the community. It costs not only to fulfill the drinking water supply’s operational needs but also to maintain its infrastructure and improve its services (Istichori, 2018). If the financial needs of drinking water supply are properly available, its services in the regions will run well so the wider community can enjoy it. Pemda and PDAM are stakeholders who have the authority in reviewing and determining the amount of cost components in the drinking water supply process. In achieving the financial needs of drinking water supply, Pemda and PDAM need to determine drinking water tariff that will be charged to the community as the beneficiaries.

Based on Minister of Home Affairs Regulation (Permendagri) Number 21 of 2020 concerning Amendments to Minister of Home Affairs Regulation Number 71 of 2016 on Calculation and Determination of Drinking Water Tariffs, drinking water tariffs is a drinking water service fee policy determined by the Regent for the use of each cubic meter (m3) or other volume units provided by BUMD which must be paid by the customer. In relation to the Best Practice attainment by Lamongan’s Government and its PDAM within the NUWSP framework, there are terms associated with drinking water tariffs, which are upper limit tariff and lower limit tariff. Permendagri Number 21 of 2020 stated that the upper limit tariff in drinking water supply must not exceed 4% of the customer’s income. Meanwhile, the lower limit tariff is the equal tariff to the basic cost of drinking water supply business. A more detailed explanation of drinking water tariffs can be seen in Permendagri Number 21 of 2020.

Full Cost Recovery (FCR) and Lamongan’s Strategy in Achieving FCR

Full Cost Recovery is an indicator that shows PDAM’s financial condition (Detak Pos, 2022). Based on Istichori et al. (2018), FCR conditions occur when the income earned can cover all the basic costs incurred for the provision of drinking water supply. If the FCR condition is reached, the drinking water supply process carried out by the PDAM can run well. At the national workshop which is held on September 1st, 2022, the Regent of Lamongan presented several strategies that were being carried out by Pemda and PDAM in achieving FCR condition. Based on Detak Pos (2022), several strategies implemented include improving service coverage, reclassifying customers, increasing average consumption usage, and increasing employee ratio with the number of house connections (SR). In practice, these strategies are supported by the NUWSP program through the optimization of Babat Drinking Water Supply System (SPAM) in Lamongan Regency.

Figure 2. 800 m3-capacity water tank as a reservoir at Babat SPAM

The optimization of Babat SPAM in Lamongan Regency consists of several activities, which are the procurement and installation of transmission pipelines in Kesambi Pucuk, construction of 800 m3-capacity reservoir, procurement and installation of booster pumps, as well as procurement and installation of distribution pipelines at IKK Made. Through these series of activities, PDAM of Lamongan Regency increased its service coverage. NUWSP documentation notes that there are new areas served by the PDAM which are Bumi Tanjung Raya Housing (Butara), Wisma Tanjung Raya Housing (Witara), and Bumi Mutiara Raya Housing (BMR). These three locations are included in Made unit service area. The increasing service coverage can also be identified by the new SRs installed. Until January 2023, there were 1.824 new SRs installed in Lamongan Regency. The optimization of Babat SPAM also potentially impacts the average amount of water used to be increased. According to PDAM of Lamongan Regency, previously the drinking water supply was not able to serve the community needs for 24 hours and the water outflow had a small pressure. With the construction of 800 m3-capacity reservoir and the installation of booster pump, drinking water services can be accessed continuously for 24 hours, even the water discharge being distributed to the farthermost places has sufficient pressure.

The Regional Government of Lamongan Regency along with their PDAM succeeded in improving drinking water access services by increasing quantity (adequate water debit), continuity (drinking water service lasting 24 hours), and achieving best practice drinking water tariffs (upper limit tariff, lower limit tariff, and FCR) in supporting the affordability of drinking water supply.

 

Sources:

1. Detak Pos (2022): Bupati Yes Beberkan Sukses PDAM di Lokakarya Nasional, obtained through the internet site: https://detakpos.com/kabar/bupati-yes-beberkan-sukses-pdam-di-lokakarya-nasional/.

2. Istichori, et al. (2018): Analisis Penentuan Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Lamongan Berdasarkan Prinsip Full Cost Recovery, ITS Journal of Civil Engineering, Vol. 33 No. 1.

3. Ministry of Home Affairs (2020): Minister of Home Affairs Regulation (Permendagri) Number 21 of 2020.

4. Mubarok, Faqih (2022): Kemendagri Gelar Lokakarya Peningkatan Kapasitas Pemda, obtained through the internet site: https://rm.id/baca-berita/nasional/138774/ciptakan-akses-layanan-air-minum-di-daerah-kemendagri-gelar-lokakarya-peningkatan-kapasitas-pemda.

5. NUWSP documentations.

Photo Credit:

Radar Bojonegoro (2022): PDAM Lamongan, obtained through the internet site: https://radarbojonegoro.jawapos.com/wp-content/uploads/2022/11/pdam-lmg.jpg.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwsplamongan #kabupatenlamongan #pemdalamongan #pdamlamongan #aksesairminum #tarifairminum #fullcostrecovery

Dari Mana Air yang Kita Minum Berasal?

Available in English

07/B-NUWSP/Mar/2023

 

Air minum merupakan aspek penting yang diperlukan oleh tubuh manusia. Selain bermanfaat untuk melarutkan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, air minum juga bermanfaat untuk memfasilitasi pertumbuhan, mengatur suhu tubuh, membersihkan racun dalam tubuh, dan menjaga kelembaban organ-organ tubuh (Proverawati, 2009 dalam Sari, 2014; Sutanto, 2015 dalam Dinata, 2017). Karena memegang fungsi yang vital bagi tubuh, setiap orang direkomendasikan untuk mengonsumsi air minum sebanyak 2 liter per hari (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Air minum dapat diperoleh dari sumber yang bervariasi. Di Indonesia, kebutuhan air minum dapat dipenuhi melalui air yang dilayani oleh sistem perpipaan (PDAM), air minum dalam kemasan (AMDK), air minum isi ulang (AMIU), air tanah, serta sumber lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2020) dalam Bayu (2021), AMIU merupakan sumber air minum utama yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia pada tahun 2020, yakni sebesar 29,1%. Selain harganya yang murah, AMIU dianggap memiliki sifat yang praktis karena dapat dikonsumsi tanpa melalui proses pemasakan (Alfian dkk., 2021). Persentase rumah tangga menurut sumber air utama yang digunakan untuk minum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase rumah tangga menurut sumber air utama yang digunakan untuk minum (Bayu, 2021 berdasarkan Badan Pusat Statistik, 2020)

Berdasarkan gambar 1, sebanyak 90,5% rumah tangga di Indonesia telah memiliki akses terhadap air minum layak. Kementerian PUPR (2021) mendefinisikan air minum layak sebagai air minum rumah tangga, baik melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan, yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari jaringan perpipaan melalui sambungan rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, penampungan air hujan, dan sumber lainnya yang memungkinkan air terbebas dari kuman atau telah melalui proses disinfeksi (Dewi, 2019). Gambar 1 juga menunjukkan bahwa masih terdapat rumah tangga yang belum memperoleh akses terhadap air minum layak. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan akses air minum layak dengan target mencapai 100% pada tahun 2024. Target ini dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) berupa terpasangnya 10 juta SR. Dalam pelaksanaannya, target tersebut didukung oleh National Urban Water Supply Project (NUWSP) dengan salah satu parameter Key Performance Indicator (KPI) berupa 1,2 juta SR terpasang. Selain menginformasikan tentang bagaimana masyarakat Indonesia memperoleh akses terhadap air minum, melalui gambar 1, kita juga dapat mengelompokkan sumber air baku yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Apa yang dimaksud dengan air baku dan dari mana saja sumber air baku berasal dapat disimak pada uraian berikutnya.

Sumber Air Baku

Air baku merupakan bahan baku yang digunakan dalam proses penyediaan air minum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Air baku dapat berasal dari sungai, danau, waduk, mata air, sumur bor, sumur gali, penampungan air hujan, dan laut (Abdullah, 2014). Sebelum dapat digunakan sebagai bahan baku penyediaan air minum, air baku harus memenuhi syarat kualitas seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut Persatuan Insinyur Indonesia dalam Hartono (2016), air permukaan merupakan sumber air baku yang masih menjadi pilihan bagi PDAM dalam penyediaan air minum meski kualitasnya terburuk dibandingkan sumber lainnya. Air permukaan seperti air sungai, danau, dan waduk merupakan sumber air baku yang paling rawan terhadap pencemaran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Widi (2022), mayoritas sungai di Indonesia masuk ke dalam status tercemar. Dari 133 sungai, hanya 1 sungai yang memenuhi kualitas baku mutu. Meski kualitasnya terburuk, kuantitas dan kontinuitas air permukaan masih tersedia dalam jumlah yang besar (Hartono, 2016). Hartono (2016) juga mengemukakan berdasarkan kualitasnya, mata air merupakan sumber air baku yang kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan air permukaan. Mata air adalah salah satu jenis air tanah. Sumber air baku ini kerap kali digunakan oleh pengelola AMDK. Sayangnya, saat ini keberadaan air tanah semakin menurun. Selain kuantitasnya yang menurun, kualitas air tanah pun perlu diperhatikan karena umumnya air tanah memiliki kandungan besi dan mangan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sumber air baku lainnya. Selain air permukaan dan air tanah, air hujan juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku meski keberadaannya sangat bergantung pada musim. Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air baku dapat dilakukan melalui pembangunan waduk atau cekungan yang besar (Hartono, 2016). Air laut juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku. Pemanfaatan air laut dilakukan melalui proses desalinasi atau penghilangan kadar garam dari air (Kementerian PUPR, 2014). Saat ini, desalinasi air laut belum banyak ditemukan di Indonesia sehingga perlu dikembangkan lebih jauh lagi.

 

Sumber:

1. Abdullah, Ismail (2014): Perbaikan Kualitas Air Tanah Dangkal dengan Menggunakan Karbon Aktif, Batu Kapur/Karang dan Zeolit untuk Air Minum, Skripsi Program Sarjana, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.

2. Alfian dkk. (2021): Mengenal Air Minum Isi Ulang. Padang: LPPM – Universitas Andalas.

3. Badan Pusat Statistik (2020): Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2020, diperoleh melalui situs internet: https://www.bps.go.id/publication/2020/12/31/68cf1c94411883822b83952f/indikator-perumahan-dan-kesehatan-lingkungan-2020.html.

4. Bayu, D. J. (2021): Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada 2020, diperoleh melalui situs internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar-masyarakat-indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020.

5. Dewi, L.S. (2019): Literatur Review: Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://bappeda.agamkab.go.id/Pojok/detail/17.

6. Dinata, I. M. C. (2017): Perancangan Kampanye Sosial Pentingnya Konsumsi Air Putih Bagi Anak Muda Melalui Ambient Media, Skripsi Program Sarjana, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

7. Hartono, D.H. (2016): Sumber Air Baku untuk Air Minum, diperoleh melalui situs internet: http://research.eng.ui.ac.id/news/read/47/sumber-air-baku-untuk-air-minum.

8. Kementerian Kesehatan RI (2018): Berapa Takaran Normal Air Agar Tidak Kekurangan Cairan dalam Tubuh?, diperoleh melalui situs internet: https://p2ptm.kemkes.go.id/preview/infografhic/berapa-takaran-normal-air-agar-tidak-kekurangan-cairan-dalam-tubuh#:~:text=Pada%20orang%20dewasa%2C%20konsumsi%20air,pada%20tubuh%20yaitu%20sekitar%2020%25.

9. Kementerian PUPR (2014): Desalinasi: Proses Menghilangkan Kadar Garam dalam Air, diperoleh melalui situs internet: https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/desalinasi-proses-menghilangkan-kadar-garam-dalam-air.

10. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.

11. Pemerintah Republik Indonesia (2015): Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

12. Pemerintah Republik Indonesia (2021): Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

13. Sari, I. P. T. P. (2014): Tingkat Pengetahuan Tentang Pentingnya Mengkonsumsi Air Mineral pada Siswa Kelas IV di SD Negeri Keputran A Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 10 Nomor 2.

14. Widi, Shilvina (2022): Mayoritas Sungai Indonesia Tercemar pada 2021, diperoleh melalui situs internet: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/mayoritas-sungai-indonesia-tercemar-pada-2021.

Kredit Foto:

Akyurt, Engin (2021): Person Holding Clear Drinking Glass, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/PCpoG06fcUI.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Where Does Our Drinking Water Come From?

Drinking water is an important aspect needed by the human body. Besides being useful for dissolving nutrients that come into the body, drinking water is also useful for enabling growth, regulating body temperature, cleansing toxins inside the body, and keeping the organs moist (Proverawati, 2009 in Sari, 2014; Sutanto, 2015 in Dinata, 2017). Because of its vital function for the body, everyone is recommended to consume 2 liters of drinking water per day (Ministry of Health, 2018).

Drinking water can be obtained from various sources. In Indonesia, drinking water needs can be fulfilled through piped drinking water systems (PDAM), bottled drinking water (AMDK), refilled drinking water (AMIU), groundwater, and other sources. Based on data from the Central Bureau of Statistics (2020) on Bayu (2021), AMIU is the main source of drinking water most used by households in Indonesia in 2020 about 29.1%. Apart from its low price, AMIU is considered practical in nature because it can be consumed without going through the cooking process (Alfian et al., 2021). The percentage of households according to their main drinking water source can be seen in Figure 1.

Figure 1. Percentage of households according to main drinking water source (Bayu, 2021 based on the Central Bureau of Statistics, 2020)

Based on Figure 1, we can see about 90.5% of households in Indonesia have access to secure drinking water. The Ministry of Public Works and Housing (2021) defines secure drinking water as water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. Secure drinking water sourced from a house connection (SR), hydrant, borehole, protected spring or well, collected rainwater, and water disinfected at the point of use (Dewi, 2019). Figure 1 also showed there are households with no access to secure drinking water. Therefore, the Government of Indonesia is committed to increasing 100% secure drinking water access by 2024. This target is declared in the National Medium Term Development Plan (RPJMN) by installing 10 million SRs. In its implementation, the target is supported by the National Urban Water Supply Project (NUWSP) with one of the Key Performance Indicator (KPI) parameters in the form of 1.2 million SR installed. Besides providing information on how Indonesian people gain access to drinking water in Figure 1, we can also classify the used raw water sources. What does raw water mean? and where does it come from? These questions will be answered in the following explanation.

Raw Water

Raw water is the raw material used in supplying drinking water process. Based on the Government of Indonesia Regulation Number 122 of 2015 regarding Drinking Water Supply Systems; the raw water originates from surface water, groundwater, rainwater, and sea-water sources that meet certain quality standards as raw water for drinking water. Raw water can be originated from rivers, lakes, reservoirs, springs, drilled wells, dug wells, rainwater reservoirs, and the sea (Abdullah, 2014). Before it is utilized as a drinking water supply, raw water must fulfill quality requirements as specified in the Government of Indonesia Regulation Number 22 of 2021 concerning Environmental Protection and Management Implementation.

According to the Indonesian Engineers Association (PII) in Hartono (2016), surface water is a raw water source which is still the PDAMs choice in supplying drinking water though the quality is worse compared to other sources. Surface water, such as river, lake, and reservoir water are the raw water sources that are most prone to pollution. Based on data from the Central Bureau of Statistics in Widi (2022), the majority of rivers in Indonesia are in polluted status. Of the 133 rivers, only 1 river meets the quality standards. Even though the quality is bad, the quantity and continuity of surface water are still available in large quantities (Hartono, 2016). Hartono (2016) also stated that based on its quality, spring water is a source of raw water whose quality is better than surface water.

Spring water is a type of groundwater which is often used by AMDK providers. Unfortunately, currently the groundwater presence is decreasing. Groundwater quality also needs to be considered because generally, groundwater has a relatively higher iron and manganese content compared to other raw water sources. In addition to surface water and groundwater, rainwater can also be used as a source of raw water although its existence is very dependent on the season. Rainwater utilization as a raw water source can be done through large reservoirs or basin construction (Hartono, 2016). Seawater also can be used as a raw water source.  Seawater utilization is carried out by a desalination process or salt content removal from the water (Ministry of Public Works and Housing, 2014). Currently, seawater purification has not been initiated in Indonesia, therefore it needs further development.

 

Sources:

1. Abdullah, Ismail (2014): Perbaikan Kualitas Air Tanah Dangkal dengan Menggunakan Karbon Aktif, Batu Kapur/Karang dan Zeolit untuk Air Minum, Udergraduate Thesis, University of Bina Nusantara, Jakarta.

2. Alfian, et al. (2021): Mengenal Air Minum Isi Ulang. Padang: LPPM – Andalas University.

3. Bayu, D. J. (2021): Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada 2020, obtained through the internet site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar-masyarakat-indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020.

4. Central Bureau of Statistics (2020): Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2020, obtained through the internet site: https://www.bps.go.id/publication/2020/12/31/68cf1c94411883822b83952f/indikator-perumahan-dan-kesehatan-lingkungan-2020.html.

5. Dewi, L.S. (2019): Literatur Review: Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://bappeda.agamkab.go.id/Pojok/detail/17.

6. Dinata, I. M. C. (2017): Perancangan Kampanye Sosial Pentingnya Konsumsi Air Putih Bagi Anak Muda Melalui Ambient Media, Undergraduate Thesis, Soegijapranata Catholic University, Semarang.

7. Hartono, D.H. (2016): Sumber Air Baku untuk Air Minum, obtained through the internet site: http://research.eng.ui.ac.id/news/read/47/sumber-air-baku-untuk-air-minum.

8. Indonesian Government (2015): Indonesian Government Regulation Number 122 of 2015.

9. Indonesian Government (2021): Indonesian Government Regulation Number 22 of 2021.

10. Ministry of Health (2018): Berapa Takaran Normal Air Agar Tidak Kekurangan Cairan dalam Tubuh?, obtained through the internet site: https://p2ptm.kemkes.go.id/preview/infografhic/berapa-takaran-normal-air-agar-tidak-kekurangan-cairan-dalam-tubuh#:~:text=Pada%20orang%20dewasa%2C%20konsumsi%20air,pada%20tubuh%20yaitu%20sekitar%2020%25.

11. Ministry of Public Works and Housing (2014): Desalinasi: Proses Menghilangkan Kadar Garam dalam Air, obtained through the internet site: https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/desalinasi-proses-menghilangkan-kadar-garam-dalam-air.

12. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.

13. Sari, I. P. T. P. (2014): Tingkat Pengetahuan Tentang Pentingnya Mengkonsumsi Air Mineral pada Siswa Kelas IV di SD Negeri Keputran A Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 10 Nomor 2.

14. Widi, Shilvina (2022): Mayoritas Sungai Indonesia Tercemar pada 2021, obtained through the internet site: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/mayoritas-sungai-indonesia-tercemar-pada-2021.

Photo Credit:

Akyurt, Engin (2021): Person Holding Clear Drinking Glass, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/PCpoG06fcUI.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#sumberairminum #airminumlayak #sumberairbaku #drinkingwater

Peringatan Hari Air Sedunia 2023 di Kabupaten Ogan Ilir

Available in English

06/A-NUWSP/Mar/2023

 

Selamat Hari Air Sedunia!

Pada tanggal 22 Maret setiap tahunnya, Hari Air Sedunia diperingati. Peringatan ini diinisiasi sejak Sidang Umum PBB ke-47 pada tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Hari Air Sedunia pertama kalinya ditetapkan pada tanggal 22 Maret 1993. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih bagi kehidupan serta pentingnya melindungi sumber daya air bersih secara berkelanjutan (BBWS Sumatera VIII, 2021). Selain itu, Hari Air Sedunia juga bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang krisis air dan sanitasi yang mengancam di masa mendatang.

Peringatan Hari Air Sedunia memiliki tema yang diusung setiap tahunnya. Tema-tema yang diangkat pada peringatan Hari Air Sedunia sejak 1994 hingga saat ini dapat dilihat pada Gambar 1. Hari Air Sedunia pada tahun 2023 mengangkat tema “Accelerating Change”. “Accelerating Change” berarti mempercepat perubahan. Artinya, tema ini bermaksud mendorong terjadinya percepatan perubahan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi. Karena air memengaruhi kita semua, proses untuk mengatasi krisis air dan sanitasi membutuhkan tindakan dari setiap orang. Aksi ini bukan hanya dapat dilakukan secara individu, namun juga dapat dilakukan oleh komunitas tempat kita bernaung seperti sekolah, organisasi masyarakat, tempat bekerja, dan lain-lain. Peringatan Hari Air Sedunia 2023 mengajak kita semua untuk memainkan peran dan melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi (UN Water, 2023).

Gambar 1. Tema pada peringatan Hari Air Sedunia

Program National Urban Water Supply Project (NUWSP) ikut memainkan peran dalam “Accelerating Change”, mempercepat perubahan untuk mengatasi krisis air di masa mendatang. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses air bersih di Indonesia. Pelaksanaan NUWSP telah tersebar di 50 kabupaten/kota dengan aktivitas yang bervariasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Salah satu contoh permasalahan yang dijumpai yaitu kurangnya pendistribusian air bersih ke masyarakat, seperti di Kabupaten Ogan Ilir, khususnya di Daerah Indralaya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pelaksanaan program NUWSP dilakukan dengan membangun dua booster yaitu booster Timbangan dan booster Al-Ittifaqiah, pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tanjung Senai, intake Tanjung Senai, serta pemasangan jaringan perpipaan baik jaringan perpipaan transmisi maupun distribusi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengoptimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Indralaya sehingga masyarakat dapat menikmati air bersih secara merata baik dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya.

Dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia, Balai Prasarana dan Permukiman Wilayah (BPPW) Sumatera Selatan mengadakan kegiatan penanaman pohon produktif, salah satunya pada lokasi kegiatan optimalisasi SPAM Indralaya di Kabupaten Ogan Ilir. Kegiatan penanaman pohon produktif ini dimulai pada lokasi kegiatan pembangunan IPA Tanjung Senai dan dilanjutkan pada lokasi kegiatan pembangunan booster Al-Ittifaqiah. Adapun pihak yang berpartisipasi dalam kegiatan ini diantaranya perwakilan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Ilir, Pjs Direktur PDAM Tirta Ogan, tim Supervisi CSC-2 NUWSP, tim penyedia jasa, dan Field Assistant (FA) NUWSP Kabupaten Ogan Ilir. Beberapa jenis pohon yang ditanam meliputi pohon nangka, jambu air, jambu mete, mangga, jeruk, dan kelengkeng. Kegiatan dimulai dengan penanaman pohon jambu air oleh Kepala BPPW Sumatera Selatan, dilanjutkan dengan penanaman pohon jambu mete oleh perwakilan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Ilir, penanaman pohon mangga oleh Pjs Direktur PDAM Tirta Ogan, dan diakhiri dengan penanaman pohon jeruk oleh tim Supervisi CSC-2 NUWSP. Kegiatan penanaman pohon sebagai peringatan Hari Air Sedunia di Kabupaten Ogan Ilir dapat dilihat pada Gambar 2. Langkah penanaman pohon ini merupakan salah satu aksi yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis air. Melalui penanaman pohon, kita dapat menjaga ketersediaan air tanah sebagai salah satu sumber daya air.

   

Gambar 2. Kegiatan penanaman pohon pada peringatan Hari Air Sedunia di Kabupaten Ogan Ilir

Ada begitu banyak aksi dan tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi di masa mendatang. Mari bersama-sama kita ubah pola penggunaan, konsumsi, dan pengelolaan air menjadi lebih bijaksana. Mari bersama-sama kita mainkan peran dalam mengatasi krisis air dan sanitasi. Mari menjadi bagian dari perubahan. Selamat Hari Air Sedunia!

 

Sumber:

1. BBWS Sumatera VIII (2021): Peringatan Hari Air Dunia (World Water Day), diperoleh melalui situs internet: https://sda.pu.go.id/balai/bbwssumatera8/2021/04/28/peringatanhari-air-seduniaworld-water-day/.

2. Dokumentasi NUWSP

3. UN Water (2023): World Water Day 2023 Accelerating Change, diperoleh melalui situs internet: https://www.worldwaterday.org/.

 

Ditulis oleh:

Depi Saputra

Anugrah Rizaldy

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

World Water Day 2023 Commemoration in Ogan Ilir Regency

Happy World Water Day!

World Water Day is celebrated on March 22 every year. This commemoration was initiated since the 47th UN General Assembly on December 22, 1992 in Rio de Janeiro, Brazil. The World Water Day was declared for the first time on March 22, 1993. This commemoration intends to increase public awareness both on the importance of clean water for life and protecting clean water resources in a sustainable manner (BBWS Sumatra VIII, 2021). In addition, World Water Day also aims to make people aware of the water and sanitation crisis that threatens in the future.

The World Water Day commemoration has a theme for every year. The themes raised in commemoration of World Water Day from 1994 until now can be seen in Figure 1. World Water Day in 2023 carries the theme "Accelerating Change". This theme intends to encourage the acceleration of change to overcome the water and sanitation crisis. Because water affects all of us, the process of addressing water and sanitation crisis requires action from everyone. This action not only can be carried out individually, but also by the communities such as schools, community organizations, workplaces, and others. The World Water Day 2023 commemoration invites all of us to participate and do anything possible in overcoming the water and sanitation crisis (UN Water, 2023).

Figure 1. The World Water Day themes

The National Urban Water Supply Project (NUWSP) program takes a part in “Accelerating Change” to overcome future water crisis. This program intends to improve access to clean water in Indonesia. The implementation of NUWSP has spread across 50 regencies/cities with activities that vary according to the problems faced by each region. One example of the problems faced is the lack of clean water supply to communities, such as in Ogan Ilir regency, especially in the Indralaya region. To overcome these problems, the NUWSP program implementation was carried out by building two boosters in Timbangan and Al-Ittifaqiah, Tanjung Senai Water Treatment Plant (WTP) construction, Tanjung Senai intake construction, and installation of transmission and distribution pipelines. These activities are carried out to optimize the Indralaya Drinking Water Supply System (SPAM) so that the community can enjoy clean water evenly in terms of quality, quantity, and continuity.

In commemoration of World Water Day, the Regional Infrastructure and Settlement Center (BPPW) of South Sumatra held productive-tree planting activities, one of which was at the location of NUWSP program in Ogan Ilir regency. This productive-tree planting activity began at the construction site of Tanjung Senai WTP and Al-Ittifaqiah. The parties who participated in this activity included representatives of the Ogan Ilir PUPR Office, the PDAM Tirta Ogan Acting Director, the NUWSP CSC-2 supervision team, the service provider team, and the NUWSP Field Assistant of Ogan Ilir Regency. Some types of trees planted include jackfruit, water guava, cashew, mango, orange, and longan trees. The activity began with planting guava trees by the Head of South Sumatra BPPW, followed by cashew trees planting by representatives of the Ogan Ilir PUPR Office, mango trees planting by the Acting Director of PDAM Tirta Ogan, and ending with citrus trees planting by the NUWSP CSC-2 supervision team. The tree planting activities as a commemoration of World Water Day in Ogan Ilir regency can be seen in Figure 2. This tree planting step is one of the actions that can be taken to overcome the water crisis.  Through tree planting, we can maintain the availability of groundwater as a water resource.

​​​​​​​   

Figure 2. Tree planting activity at the World Water Day commemoration in Ogan Ilir regency

There are so many actions and measures to be taken in overcoming the water and sanitation crisis for the future ahead. Together, let's change our water consumption pattern and water management to be wiser. Let's play our part together in tackling the water and sanitation crisis and let's be part of the change. Happy World Water Day!

 

Sources:

1. BBWS Sumatera VIII (2021): Peringatan Hari Air Dunia (World Water Day), obtained through the internet site: https://sda.pu.go.id/balai/bbwssumatera8/2021/04/28/peringatanhari-air-seduniaworld-water-day/.

2. NUWSP Documentations.

3. UN Water (2023): World Water Day 2023 Accelerating Change, obtained through the internet site: https://www.worldwaterday.org/.

 

Written by:

Depi Saputra

Anugrah Rizaldy

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwspoganilir #kabupatenpoganilir #pdamoganilir #pdamtirtaogan #bppwsumateraselatan

Peningkatan Akses Air Minum Layak untuk Penurunan Angka Stunting

Available in English

05/B-NUWSP/Mar/2023

 

Air merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup manusia, terutama pada aspek kesehatan. Air dengan kualitas yang buruk dapat memicu berbagai penyakit seperti diare, cacingan, Environmental Enteric Dysfunction (EED), disentri, tifus, dan lain-lain (Journal of Environmental and Public Health Editorial Board, 2022; Olo dkk., 2021). Tak hanya itu, Kementerian Kesehatan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengemukakan bahwa kualitas air bersamaan dengan sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama tingginya angka stunting di Indonesia, dengan kontribusi mencapai 60%. Angka ini mengalahkan faktor lainnya yaitu gizi buruk yang hanya berkontribusi sebesar 40% (Air Kami, 2021; Genbest, 2022). Artinya, faktor air memegang peranan yang sangat penting dalam kejadian stunting di Indonesia.

Mengenal Stunting

Berdasarkan Candra (2020), stunting merupakan suatu kondisi kurangnya tinggi badan seseorang jika dibandingkan dengan tinggi normal berdasarkan usianya. Pengukuran stunting dilakukan berdasarkan standar yang dibuat oleh World Health Organization (WHO). Seseorang dikatakan mengalami stunting apabila nilai tinggi badan per umurnya berada di bawah -2 standar deviasi (<-2SD). Karena tinggi badan merupakan salah satu indikator status gizi, adanya stunting menunjukkan bahwa terdapat masalah gizi pada seseorang. Menurut Vilcins dkk. (2018) serta Mbuya dan Humphrey (2016) dalam Olo dkk. (2021), stunting terjadi akibat kekurangan gizi pada jangka waktu yang lama (kronis) serta infeksi berulang selama 1.000 hari pertama kehidupan.

Stunting merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Indonesia. Bila seseorang mengalami stunting sejak dini, beberapa gangguan berpotensi muncul, baik gangguan mental, psikomotor, hingga kecerdasan (Candra, 2020). Selain itu, Black dkk. (2013) memperkirakan stunting menyebabkan 1.1 juta kematian anak setiap tahunnya atau setara dengan 17% dari seluruh kematian anak pada tahun 2011. Karena memiliki kaitan yang erat dengan tingkat kesehatan hingga kematian anak, stunting menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi sumber daya manusia di masa mendatang. Oleh sebab itu, penurunan angka stunting menjadi hal yang urgen untuk diselesaikan.

Bagaimana Faktor Air Memengaruhi Stunting?

Setiap harinya, manusia memerlukan akses terhadap air, baik untuk keperluan konsumsi maupun sanitasi. Kaitan erat antara faktor air dengan stunting terletak pada kualitas air yang digunakan. Salah satu ciri kualitas air yang buruk yaitu adanya berbagai patogen. Apabila air dengan kualitas yang buruk digunakan, kondisi tubuh manusia dapat terganggu. Terganggunya sistem di dalam tubuh manusia dapat diidentifikasi dengan munculnya penyakit. Diare dan cacingan merupakan contoh penyakit yang kerap dialami apabila seseorang mengonsumsi air dengan kualitas yang buruk. Bila seorang balita mengalami diare, akan ada banyak cairan dan mikronutrien (nutrisi penting) yang terbuang dari dalam tubuh anak. Terbuangnya nutrisi pada tubuh anak juga terjadi apabila seorang balita terinfeksi cacing. Cacing yang masuk ke dalam tubuh akan menyerap nutrisi dan membuat nafsu makan anak menurun. Apabila infeksi ini terjadi terus menerus, seorang anak akan mengalami malnutrisi dan pertumbuhannya jadi melambat (Genbest, 2022).

Gambar 1. Ilustrasi balita yang mengalami diare

Kondisi Stunting di Indonesia

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia yaitu 21,6%. Artinya, dari seluruh balita yang dilakukan pengukuran tinggi badan, sebanyak 21,6% di antaranya mengalami stunting. Angka ini telah mengalami penurunan 2,8% dari tahun sebelumnya karena pada SSGI tahun 2021 prevalensi stuntingnya mencapai 24,4%. Meski mengalami penurunan, stunting di Indonesia masih menduduki peringkat kedua terbanyak di ASEAN setelah Kamboja. Selain itu, prevalensi stunting saat ini pun masih lebih tinggi dari toleransi stunting maksimal yang ditetapkan WHO yakni sebesar 20% (Indriani, 2021). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya menekan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu peningkatan akses air minum layak untuk mencapai 100% pada tahun 2024 mengingat air menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi angka stunting di Indonesia. Komitmen ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) melalui target 10 juta Sambungan Rumah (SR). Dalam pelaksanaannya, target tersebut didukung oleh National Urban Water Supply Project (NUWSP) dengan salah satu parameter Key Performance Indicator (KPI) berupa 1,2 juta SR.

Kontribusi NUWSP dalam Upaya Penurunan Angka Stunting di Indonesia

Ada begitu banyak faktor yang memengaruhi kejadian stunting di Indonesia, beberapa di antaranya yaitu akses pangan, pola asuh, faktor lingkungan, serta faktor akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini tertuang dalam kerangka konsep status gizi pada Buku Saku SSGI Tahun 2021 seperti terlihat pada Gambar 2. Oleh karena itu, identifikasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi penurunan angka stunting di Indonesia serta nilai kontribusinya memerlukan riset lebih jauh yang mendalam. Namun, apabila dilihat dari salah satu variabel berupa akses terhadap air minum layak, NUWSP telah ikut ambil bagian dalam upaya penurunan angka stunting di Indonesia. NUWSP merupakan program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan air minum jaringan perpipaan bagi masyarakat di daerah perkotaan. NUWSP telah dilaksanakan di berbagai daerah yang tersebar di 50 kabupaten/kota pada 22 provinsi berbeda. Berdasarkan Buku Saku SSGI Tahun 2021, kejadian stunting ditemukan di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Apabila pemerintah ingin berupaya penuh dalam penurunan angka stunting melalui variabel akses terhadap air minum layak, peningkatan perlu dilakukan di seluruh 514 kabupaten/kota. Dengan dilaksanakannya program NUWSP di 50 kabupaten/kota, maka setidaknya NUWSP telah berkontribusi dalam upaya menekan angka stunting pada 9.73% daerah yang terindikasi memiliki kejadian stunting di Indonesia. Nilai ini dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah lokasi program NUWSP dan lokasi kejadian stunting di seluruh Indonesia. Meski besaran partisipasinya masih kecil, semoga ke depannya peningkatan akses air minum layak lebih meluas dan dapat menurunkan kejadian stunting di Indonesia.

Gambar 2. Kerangka konsep status gizi

 

Sumber:

1. Air Kami (2021): Kualitas Air & Sanitasi Buruk Penyebab Utama Stunting, diperoleh melalui situs internet: https://airkami.id/kualitas-air-sanitasi-buruk-penyebab-utama-stunting/.

2. Black, R. E. dkk. (2013): Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-Income Countries, The Lancet, 382(9890), 427–451.

3. Candra, Aryu (2020): Epidemiologi Stunting, diperoleh melalui situs internet: http://eprints.undip.ac.id/80670/1/Buku_EPIDEMIOLOGI_STUNTING_KOMPLIT.pdf.

4. Genbest (2022): Pentingnya Air Bersih Untuk Cegah Stunting, diperoleh melalui situs internet: https://genbest.id/articles/pentingnya-air-bersih-untuk-cegah-stunting.

5. Indriani (2021): Stunting RI Urutan Kedua ASEAN, Apa yang Dilakukan Pemerintah?, diperoleh melalui situs internet: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5692457/stunting-ri-urutan-kedua-asean-apa-yang-dilakukan-pemerintah.

6. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, diperoleh melalui situs internet: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.

7. Kementerian Kesehatan (2021): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021, diperoleh melalui situs internet: https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/.

8. Kementerian Kesehatan (2022): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, diperoleh melalui situs internet: https://promkes.kemkes.go.id/download/grjm/files46531.%20MATERI%20KABKPK%20SOS%20SSGI.pdf.

9. Olo, A., Mediani, H.S., dan Rakhmawati, W. (2021): Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 5(2) 2021: 1113-1126.

Kredit Foto:

1. Kwanchaichaiudom dalam Canva Pro

2. McClung, Johnny (2018): Selective Focus Photography of Girl Drinking Water, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/uDM99xirqI4

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

The Improvement of Secure Drinking Water Access Reducing Stunting Rates

Water is one of the factors that determine the quality of human life, especially regarding health. Water with poor quality can trigger various diseases such as diarrhea, Environmental Enteric Dysfunction (EED), dysentery, typhus, and others (Journal of Environmental and Public Health Editorial Board, 2022; Olo et al., 2021). Not only that, the Ministry of Health in Basic Health Research (Riskesdas) in 2013 stated that water quality and poor sanitation are the main cause of high stunting rates in Indonesia, which contribute up to 60%. This value beats another factor such as malnutrition which only contributes 40% (Air Kami, 2021; Genbest, 2022). It means that the water factor plays a significant role in Indonesia’s stunting incidence.

Get to Know Stunting

Based on Candra (2020), stunting is a condition when a person has a low height for their age. Stunting is measured by World Health Organization (WHO) standards. A person can be considered stunted if their height value per age is below -2 standard deviations (<-2SD). Because height is one of the nutritional status indicators, stunting indicates that there is a nutritional problem in a person. According to Mbuya and Humphrey (2016) in Olo et al. (2021) and Vilcins et al. (2018), stunting occurs due to chronic malnutrition and repeated infections during the first 1,000 days of life.

Recently, stunting has become a global concern, including in Indonesia. If someone is stunted at an early age, several disorders potentially appear, such as mental, psychomotor, and intelligence disorders (Candra, 2020). In addition, Black et al. (2013) estimate that stunting causes 1.1 million child deaths each year, which is equivalent to 17% of all child deaths in 2011. As it is closely related to health level and child mortality, stunting is one of the factors that affect the condition of future human resources. Therefore, reducing stunting rates is an urgent thing to solve.

How Does Water Affect Stunting?

Every day, humans need access to clean water, both for consumption and sanitation purposes. The close relation between water and stunting lies in the water quality used. Poor water quality can be recognized by the presence of various pathogens. Poor-quality water can affect human body. Disruption of the human body system can be identified by the appearance of diseases. Diarrhea and worms are examples of diseases that are often experienced when someone consumes poor-quality water. When a toddler has diarrhea, there will be a lot of fluids and micronutrients (essential nutrients) wasted from the child's body. Waste of nutrients in the child's body also occurs if a toddler is infected with worms. Worms that enter the body will absorb nutrients and make the child's appetite decrease. If this infection occurs continuously, a child will experience malnutrition and slow growth (Genbest, 2022).

Figure 1. An illustration of toddler having diarrhea

Stunting in Indonesia

Based on the Indonesian Nutritional Status Study Results (SSGI) in 2022, the stunting prevalence in Indonesia is 21.6%, which means that from all toddlers measured, 21.6% of them were stunted. This rate has decreased to 2.8% from the previous year because in SSGI 2021 Indonesia’s stunting prevalence reached 24.4%. Despite the decline, stunting in Indonesia is still ranked second most in ASEAN after Cambodia. In addition, the current stunting prevalence is still higher than the maximum stunting tolerance set by WHO, which is 20% (Indriani, 2021). Therefore, the Indonesian government is committed to reducing the stunting rate up to 14% in 2024 by various efforts. One of the efforts made by the government is to increase 100% secure drinking water access by 2024 considering that water is one of the main factors affecting Indonesia’s stunting rate. This commitment is written in the National Medium Term Development Plan (RPJMN) through the target of 10 million house connections (SR). In its implementation, the target is supported by the National Urban Water Supply Project (NUWSP) with one of the Key Performance Indicator (KPI) parameters in the form of 1.2 million SR.

NUWSP Contribution in Reducing Stunting Rates in Indonesia

There are so many factors that influence the stunting incidence in Indonesia, some of which are access to food, parenting styles, environmental factors, and access to health services. This is written in the conceptual framework of nutritional status by the Ministry of Health (2021) as shown in Figure 2. Therefore, identified factors that influence stunting rate reduction in Indonesia and their contribution value requires further in-depth research. However, when we are only viewing one variable which is access to secure drinking water, NUWSP has taken part in efforts to reduce stunting rates in Indonesia. NUWSP is a national program that aims to improve access and quality of piped drinking water services for people in urban areas. NUWSP was implemented in various regions spread over 50 regencies/cities within 22 different provinces. Based on SSGI Pocket Book 2021, stunting was found in 514 regencies/cities throughout Indonesia. If the government wants to make full efforts in reducing the stunting rate through secure drinking water access variable, improvements need to be made in all 514 regencies/cities. With the implementation of NUWSP program in 50 regencies/cities, NUWSP at least has contributed to stunting rate-reducing efforts in 9.73% of areas indicated to have stunting throughout Indonesia. This value is calculated based on a comparison between the number of NUWSP program locations and stunting locations throughout Indonesia. Even though the participation is still small, hopefully the increase in secure drinking water access in the future will be more widespread and can reduce the stunting incidence in Indonesia.

Figure 2. Conceptual framework of nutritional status (Ministry of Health, 2021)

 

Sources:

1. Air Kami (2021): Kualitas Air & Sanitasi Buruk Penyebab Utama Stunting, obtained through the internet site: https://airkami.id/kualitas-air-sanitasi-buruk-penyebab-utama-stunting/.

2. Black, R. E. et al. (2013): Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-Income Countries, The Lancet, 382(9890), 427–451.

3. Candra, Aryu (2020): Epidemiologi Stunting, obtained through the internet site: http://eprints.undip.ac.id/80670/1/Buku_EPIDEMIOLOGI_STUNTING_KOMPLIT.pdf.

4. Genbest (2022): Pentingnya Air Bersih Untuk Cegah Stunting, obtained through the internet site: https://genbest.id/articles/pentingnya-air-bersih-untuk-cegah-stunting.

5. Indriani (2021): Stunting RI Urutan Kedua ASEAN, Apa yang Dilakukan Pemerintah?, obtained through the internet site: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5692457/stunting-ri-urutan-kedua-asean-apa-yang-dilakukan-pemerintah.

6. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, obtained through the internet site: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.

7. Ministry of Health (2021): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021, obtained through the internet site: https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/.

8. Ministry of Health (2022): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, obtained through the internet site: https://promkes.kemkes.go.id/download/grjm/files46531.%20MATERI%20KABKPK%20SOS%20SSGI.pdf.

9. Olo, A., Mediani, H.S., dan Rakhmawati, W. (2021): Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 5(2) 2021: 1113-1126.

Photo Credit:

1. Kwanchaichaiudom in Canva Pro.

2. McClung, Johnny (2018): Selective Focus Photography of Girl Drinking Water, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/uDM99xirqI4.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#airminumlayak #stunting #rpjmn #malnutrition

Warga Kelurahan Keniten, Kabupaten Ponorogo Mendapatkan Akses Terhadap Air Minum Layak Melalui NUWSP

Available in English

04/A-NUWSP/Mar/2023

 

Akses terhadap air minum layak merupakan hal yang penting bagi setiap manusia. Kementerian PUPR (2021) mendefinisikan air minum layak sebagai air minum yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan serta memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari Sambungan Rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, serta penampungan air hujan (WHO, 2000). Terpenuhinya kebutuhan akan air minum layak dapat menjamin kualitas hidup manusia serta menjamin keberlangsungan aktivitas hariannya. Menurut data BPS dalam Data Indonesia (2022), sebesar 90,87% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap air minum layak pada tahun 2021. Persentase tersebut naik dari tahun-tahun sebelumnya seperti terlihat pada Gambar 1. Meski angka tersebut mengalami peningkatan, Pemerintah Indonesia tetap berupaya agar akses air minum layak mencapai 100% pada tahun 2024, salah satunya melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP).

Gambar 1. Persentase rumah tangga dengan air minum layak di Indonesia (BPS dalam Data Indonesia, 2022)

NUWSP merupakan program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan air minum jaringan perpipaan bagi masyarakat di daerah perkotaan. Program ini pun bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja Pemda serta PDAM dalam memberikan pelayanan air minum. NUWSP telah dilaksanakan di berbagai daerah, salah satunya yaitu Kabupaten Ponorogo. Di area ini, PDAM setempat mendapatkan bantuan untuk mengoptimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) BNA.

Sekilas tentang SPAM BNA di Kabupaten Ponorogo

Pada tahun 2020, SPAM BNA di Kabupaten Ponorogo melayani sebanyak 32.575 penduduk. Daerah yang dilayani tersebar di 32 desa pada 15 kecamatan berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di area setempat, PDAM Kabupaten Ponorogo mengelola air yang bersumber dari 8 unit sumur dalam. Dari keseluruhan sumur yang tersedia, dua di antaranya sudah tidak berfungsi sehingga pelayanan air menjadi tidak optimal. Selain terbatasnya daerah pelayanan serta tidak berfungsinya 2 unit sumur sebagai sumber produksi air minum, tantangan lainnya yang dihadapi oleh Kabupaten Ponorogo dalam penyediaan air yakni rendahnya tekanan air pada jam puncak serta waktu layanan yang belum mencapai 24 jam.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam penyediaan air minum di area setempat, Pemda dan PDAM Kabupaten Ponorogo berinisiatif turut serta dalam program NUWSP sejak tahun 2020. Kerja sama tersebut melahirkan berbagai peningkatan pada sistem penyediaan air minum di Kabupaten Ponorogo seperti terlihat pada Gambar 2. Melalui NUWSP, Kabupaten Ponorogo mendapatkan bantuan untuk memperluas daerah layanannya dengan pemasangan jaringan pipa distribusi serta penambahan SR baru. Tak hanya perluasan daerah layanan saja, penguatan kapasitas produksi pun turut dilakukan. Sebagai pengganti dari 2 unit sumur yang tidak berfungsi, Kabupaten Ponorogo mendapatkan bantuan untuk membuat 2 unit sumur baru di wilayah Sewelut dan Mrican yang masing-masing memiliki kapasitas 15 liter/detik. Untuk menjamin kontinuitas dalam penyediaan air minum, unit ground reservoir dengan kapasitas 300 m3 dibangun. Harapannya, air yang ditampung di dalam ground reservoir dapat menjamin ketersediaan air selama 24 jam di wilayah setempat.

​​​​​​​Gambar 2. Peningkatan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Ponorogo

Pelaksanaan program NUWSP di Kabupaten Ponorogo telah dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat sekitar, salah satunya oleh Bapak Winarto, warga Kelurahan Keniten. Semula, Kelurahan Keniten merupakan salah satu wilayah yang belum mendapatkan akses air minum dari PDAM. Bapak Winarto sebelumnya memenuhi kebutuhan air hariannya dengan bergantung kepada air dari sumur pompa. Namun, debit air yang keluar dari sumur tersebut sangat rendah, terutama saat musim kemarau. Setelah program NUWSP, Kelurahan Keniten menjadi salah satu daerah yang mendapatkan akses air minum layak. Berkat SR baru yang terpasang, beliau sangat bersyukur karena sudah tidak bergantung pada air dari sumur pompa. Selain itu, air yang mengalir dari SR pun memiliki debit yang besar.

 

Sumber:

1. Data Indonesia (2022): 90,78% Rumah Tangga RI Punya Akses Air Minum Layak pada 2021, diperoleh melalui situs internet: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/9078-rumah-tangga-ri-punya-akses-air-minum-layak-pada-2021.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak#:~:text=Dataset%20ini%20berisi%20data%20Jumlah,kesehatan%20dan%20dapat%20langsung%20diminum.

4. WHO (2000): Global Water Supply And Sanitation Assessment 2000 Report, diperoleh melalui situs internet: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

 


 

Residents at Keniten Village, Ponorogo Regency Got Access to Secure Drinking Water Through NUWSP

Access to secure drinking water is important to every human being. The Ministry of Public Works and Housing (2021) defines secure drinking water as water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. The secure drinking water sources include household connections, public standpipes, boreholes, protected dug wells, protected springs, and rainwater collection (WHO, 2000). Fulfilling the need for secure drinking water can guarantee the human life quality and guarantee their daily activities continuity. According to Data Indonesia (2022), 90.87% of households in Indonesia have access to secure drinking water in 2021. Although this percentage has increased from the previous years (see Figure 1), the Indonesian Government continues striving for secure drinking water access to reach 100% by 2024, one of which is through the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program.

Figure 1. Percentage of households with secure drinking water in Indonesia (BPS in Data Indonesia, 2022)

NUWSP is a national program intended to improve access and quality of piped drinking water services for people in urban areas. This program also aims to increase the local governments and PDAMs capacity and performance in providing drinking water services. NUWSP has been implemented in various regions, one of which is Ponorogo Regency. In this district, the local PDAM received assistance to optimize Basic Net Area (BNA) Drinking Water Supply System (SPAM).

Overview of BNA SPAM in Ponorogo Regency

In 2020, BNA SPAM at Ponorogo Regency served a total of 32,575 residents. The served areas are spread across 32 villages in 15 different subdistricts. To meet the need for clean water in the local area, PDAM of Ponorogo Regency manages water from 8 deep wells. Of all the available wells, two of them are no longer functioning so water services are not optimal. Apart from the limited service area and the non-functioning deep wells as a source of drinking water production, other challenges faced by Ponorogo Regency in water supply service are the low water pressure during peak hours and the service times that have not reached 24 hours.

To overcome various drinking water supply problems in the local area, the Regional Government and PDAM of Ponorogo Regency have participated in the NUWSP program since 2020. This collaboration has resulted in various improvements to the drinking water supply system at Ponorogo Regency as shown in Figure 2. Through NUWSP, Ponorogo Regency received assistance to expand its service area by installing the distribution pipeline and adding new house connections (SRs). It is not only expanding service areas but also strengthening production capacity as well. As a replacement for 2 non-functioning deep wells, Ponorogo Regency received assistance to construct 2 new wells in the Sewelut and Mrican areas, each of which has 15 liters/second capacity. To ensure the drinking water supply continuity, a ground reservoir unit with a capacity of 300 m3 was built. Hopefully, the water stored in the ground reservoir can guarantee 24-hours water accessibility in the local area.

Figure 2. SPAM improvement in Ponorogo Regency

The NUWSP program implementation in Ponorogo Regency has been perceived as beneficial by the local community, one of them is Mr. Winarto, a Keniten Village resident. Originally, Keniten Village was one of the areas that had not received access to drinking water from PDAM. Mr. Winarto previously met his daily water needs by relying on water from pumping wells. However, the water that comes out from the well is very low, especially during the dry season. After the NUWSP program, Keniten Village became one of the areas that had access to secure drinking water. Because of the new house connection installed, Mr. Winarto feels very grateful as he is no longer dependent on pumping well’s water and he can get access to water with high pressure.

 

Sources:

1. Data Indonesia (2022): 90,78% Rumah Tangga RI Punya Akses Air Minum Layak pada 2021, obtained through the internet site: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/9078-rumah-tangga-ri-punya-akses-air-minum-layak-pada-2021

2. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak#:~:text=Dataset%20ini%20berisi%20data%20Jumlah,kesehatan%20dan%20dapat%20langsung%20diminum.

3. NUWSP Documentations.

4. WHO (2000): Global Water Supply And Sanitation Assessment 2000 Report, obtained through the internet site: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwspponorogo #kabupatenponorogo #pdamponorogo #pdamtirtadharma

Perubahan Iklim Memengaruhi Ketersediaan Air Bersih

Available in English

03/B-NUWSP/Mar/2023

 

Belakangan ini, bencana hidrometeorologi banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang dipengaruhi oleh parameter cuaca dan iklim, seperti curah hujan, temperatur, angin, kelembapan, dan parameter lainnya (Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, 2020). Beberapa contoh bencana hidrometeorologi yaitu curah hujan ekstrem, angin kencang, puting beliung, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan, dan kualitas udara buruk (BMKG, 2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 564 peristiwa bencana alam sejak 1 Januari hingga 7 Maret 2023. Di antara bencana-bencana ini, banjir dan cuaca ekstrem merupakan bencana yang paling banyak terjadi. Terdapat 233 peristiwa banjir dan 183 peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang periode tersebut.

Menurut BNPB dalam Jihan (2023), bencana hidrometeorologi memiliki tren yang meningkat sejak 2011 hingga 2021. Meningkatnya bencana hidrometeorologi merupakan salah satu fenomena yang terjadi akibat perubahan iklim (United Nations, 2018). Bagaimana perubahan iklim memengaruhi terjadinya bencana hidrometeorologi dan bagaimana pengaruhnya terhadap ketersediaan air bersih? Apa yang dapat kita lakukan dalam menghadapi fenomena ini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab pada uraian-uraian berikutnya.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Prasetiawan (2015) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan sifat dan variabilitas iklim yang berlangsung pada periode yang lama. Perubahan iklim dapat terjadi akibat meningkatnya suhu di permukaan bumi, yang sering kita kenal dengan nama pemanasan global (global warming). Apabila suhu di permukaan bumi meningkat, kondisi siklus hidrologi akan terganggu (LIPI, 2020).

Menurut Triatmodjo (2008), siklus hidrologi adalah proses pergerakan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi secara kontinu. Siklus ini dimulai ketika air yang terdapat di permukaan tanah dan laut mengalami penguapan akibat energi panas matahari. Uap air tersebut bergerak ke atmosfer dan mengalami kondensasi (penggumpalan air) membentuk awan hujan. Awan yang terbentuk kemudian jatuh kembali ke bumi (presipitasi) dalam bentuk hujan maupun salju. Butiran-butiran air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian masuk ke dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah dan sebagian lainnya mengalir sebagai aliran permukaan (surface run-off) mengisi cekungan tanah, danau, sungai, dan laut. Proses ini kembali berputar hingga membentuk siklus hidrologi seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus hidrologi (Triatmodjo, 2008 dalam Setiawan, 2022)

Siklus hidrologi akan mengalami gangguan apabila suhu di permukaan bumi meningkat. Seiring dengan meningkatnya suhu di permukaan bumi, proses penguapan pada siklus hidrologi pun akan semakin intens. Kondisi ini akan menambahkan lebih banyak uap air yang bergerak ke udara. Apabila uap air yang terbentuk semakin banyak, peluang curah hujan meningkat pun menjadi lebih besar, sering kali dalam bentuk badai yang intens dan tidak dapat diprediksi. Sebaliknya, meningkatnya penguapan juga akan mengintensifikasi kondisi kering pada daerah-daerah yang rawan kekeringan. Penguapan air di permukaan tanah akan meningkat dan memperkecil cadangan air di dalam tanah (Kuebler, 2022). Di Indonesia, fenomena ini ditandai dengan musim hujan yang berlangsung lebih singkat dengan intensitas yang meningkat dan musim kemarau yang berlangsung lebih lama dari kondisi biasanya (Prasetiawan, 2015).

Perubahan iklim sangat memengaruhi ketersediaan air bersih. Air yang tersimpan di dalam tanah sebagai salah satu sumber kebutuhan air dapat menurun akibat peningkatan suhu di permukaan bumi. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO), selama dua puluh tahun terakhir, simpanan air terestrial, termasuk kelembapan tanah, salju, dan es, telah turun dengan laju 1 cm per tahun. Tak hanya itu, ketersediaan air bersih juga dapat terganggu apabila banjir sering terjadi. Kualitas air dapat menurun akibat timbulnya sedimen dan berbagai patogen. Kuantitas air pun dapat terpengaruh jika bencana banjir merusak infrastruktur penyediaan air bersih. Fenomena perubahan iklim lainnya seperti kenaikan muka air laut juga dapat memengaruhi ketersediaan air bersih. Kenaikan air laut diproyeksikan akan memperpanjang salinisasi air tanah sehingga mengurangi ketersediaan air tawar di wilayah pesisir (United Nations, 2018).

Perubahan iklim secara nyata berdampak pada manusia karena memicu bencana hidrometeorologi dan memengaruhi ketersediaan air bersih. Oleh karena itu, langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi signifikansi dari dampak perubahan iklim. Salah satu contoh upaya adaptasi yaitu dengan efisiensi penggunaan air. Di lingkup rumah tangga, upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan air secara berlebihan serta memulai pemanenan air hujan (rain harvesting). Di lingkup industri dan pertanian, upaya ini dapat dilakukan dengan mengembangkan metode irigasi hemat air (irigasi tetes), menanam vegetasi yang tahan terhadap kondisi kering, serta mengolah dan menggunakan kembali air limbah. Selain efisiensi penggunaan air, upaya adaptasi lainnya yaitu mengembangkan dan memperkuat infrastruktur air yang tangguh serta adaptif terhadap perubahan iklim, seperti membangun tanggul dan bendungan untuk mengurangi dampak banjir. Sementara itu, mitigasi perubahan iklim juga sangat penting dalam menjaga ketersediaan air bersih. Upaya mitigasi dapat dilakukan melalui perlindungan dan pengembangan lahan basah seperti mangrove, padang lamun, dan rawa sebagai media penyerap karbon serta sebagai penyangga ketika cuaca ekstrem terjadi. Upaya mitigasi lainnya yaitu mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan alat elektronik hemat energi, penggunaan transportasi ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan, pemanfaatan sakelar otomatis, serta mengurangi timbulan sampah (ITS, 2022; United Nations, 2018; UN Water, 2022).

Setiap individu memiliki peran penting dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mari turut ambil bagian dalam mengurangi dampak perubahan iklim agar ketersediaan air bersih kita tetap terjaga.

 

Sumber:

1. Annur, C.M. (2023): BNPB Catat Ada 564 Kejadian Bencana Alam di Indonesia hingga Awal Maret 2023, diperoleh melalui situs internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/bnpb-catat-ada-564-kejadian-bencana-alam-di-indonesia-hingga-awal-maret-2023.

2. BMKG (2019): Mengenal Bencana Hidrometeorologi, diperoleh melalui situs internet: https://iklim.bmkg.go.id/publikasi-klimat/ftp/brosur/Leaflet%20Hidrometeorologi.pdf

3. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM (2020): Modul Hidrometeorologi, Dasar-dasar, Analisis, dan Aplikasi, diperoleh melalui situs internet: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/539647/mod_folder/content/0/0.%20Modul%20Pertemuan%205/V.%20BENCANA%20HIDROMETEOROLOGIS.pdf?forcedownload=1.

4. ITS (2022): Program ITS dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca, diperoleh melalui situs internet: https://www.its.ac.id/sustainability/gas-rumah-kaca/

5. Jihan (2023): BNPB: Tren Bencana Hidrometeorologi Indonesia Meningkat Selama Satu Dekade, 2022 Menurun, diperoleh melalui situs internet: https://www.gatra.com/news-564722-nasional-bnpb-tren-bencana-hidrometeorologi-indonesia-meningkat-selama-satu-dekade-2022-menurun.html.

6. Kuebler, Martin (2022): Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?, diperoleh melalui situs internet: https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997.

7. LIPI (2020): Perubahan Iklim Ancam Siklus Air, diperoleh melalui situs internet: http://lipi.go.id/berita/perubahan-iklim-ancam-siklus-air/22003.

8. Prasetiawan, Teddy (2015): Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak, Aspirasi, Vol. 6 No. 1.

9. Setiawan, Junaedi (2022): Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu, Skripsi Program Sarjana, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.

10. Triatmodjo, Bambang (2008): Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

11. United Nations (2018): Water – at The Center of The Climate Crisis, diperoleh melalui situs internet: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/water#:~:text=Climate%20change%20is%20exacerbating%20both,world's%20water%20in%20complex%20ways.

12. UN Water (2022): Water and Climate Change, diperoleh melalui situs internet: https://www.unwater.org/water-facts/water-and-climate-change.

13. Wirnatama, H.S.R. (2017): Kajian Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Bendung Sapon, Skripsi Program Sarjana, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Kredit foto:

Aulia, Misbahul (2021): People Walking on Street During Daytime, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/38CTbydRZXI.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Climate Change Affects Clean Water Availability

Recently, hydrometeorological disasters occurred in many parts of Indonesia. Hydrometeorological disasters are influenced by weather and climate parameters, such as rainfall, temperature, wind, humidity, and other parameters (Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry UGM, 2020). Some hydrometeorological disasters include extreme rainfall, strong winds, tornadoes, floods, landslides, droughts, forest/land fires, and poor air quality (BMKG, 2019).  Based on data from the National Disaster Management Agency (BNPB), there were 564 natural disasters between January 1 and March 7, 2023. Among these disasters, floods and extreme weather were the most frequent disasters. There were 233 floods and 183 extreme weather events that occurred during that period.

According to BNPB in Jihan (2023), hydrometeorological disasters have an increasing trend from 2011 until 2021. The increase in hydrometeorological disasters happens due to climate change (United Nations, 2018). How does climate change affect the occurrence of hydrometeorological disasters and how does it affect the accessibility of clean water? What can we do to face this phenomenon? These questions will be answered by the following explanation.

Climate change refers to changes in climatic conditions that can be identified by varying shifts in their properties over long periods of time, typically decades or longer (Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) in Prasetiawan, 2015). Climate change can occur due to increasing temperatures on the earth’s surface, which we often know as global warming.  If the earth's surface temperature becomes “hotter”, then the hydrological cycle will be disrupted (LIPI, 2020).

According to Triatmodjo (2008), the hydrological cycle is the process of water movement from the earth to the atmosphere and back again to the earth continuously. This cycle begins when water on the land and sea surface evaporates, driven by the sun's heat. The vapored water moves into the atmosphere and condenses to form clouds. The formed clouds then fall back to earth (precipitation) as rain or snow. Water droplets that fall into the earth’s surface are partially absorbed by the soil (percolation) to fill the groundwater. While some others flow as surface run-off and fill the soil basin, lakes, rivers, and seas. This process circulates again to form a hydrological cycle as shown in Figure 1.

Figure 1. Hydrological cycle (Triatmodjo, 2008 in Setiawan, 2022)

When the earth's surface temperature increases, the evaporation in the hydrological cycle becomes more intense.  This condition will add more water vapor moving in the air. As more water vapor is formed, the chance of increased rainfall becomes greater, often in the form of intense and unpredictable storms. On the contrary, increased evaporation will also intensify dry conditions in drought-prone areas. Water evaporation on the ground surface will increase and reduce water reserves in the soil (Kuebler, 2022). In Indonesia, this phenomenon is characterized by a shorter rainy season with increased intensity and a longer dry season than usual (Prasetiawan, 2015).

Climate change is greatly affecting the availability of clean water. Groundwater availability may decrease due to increased temperature on the earth's surface. Based on World Meteorological Organization (WMO) data, over the past twenty years, terrestrial water storage – including soil moisture, snow, and ice – has dropped at a rate of 1 cm per year, with major ramifications for water security. Not only that, access to good quality and sufficient amounts of water can be hampered because of frequent floods. Floods can trigger sediment formation, pathogen existence, and the damage of water supply infrastructure. Other climate change phenomena such as sea level rising can also affect clean water availability. This phenomenon is projected to extend groundwater salinization, thereby reducing the availability of freshwater in coastal areas (United Nations, 2018).

Climate change has a real impact on human-being because it triggers hydrometeorological disasters and affects clean water availability. Therefore, adaptation and mitigation are needed to reduce climate change’s significant impacts.  The efficient use of clean water is an example of an adaptation effort. At the household level, this effort can be done by reducing excessive water use by starting rainwater harvesting. The efficient use of clean water can also be implemented in the industrial sector by reusing wastewater. For the agricultural sector, efficient water use can be carried out by applying the drip irrigation method and planting dry-resistant vegetation. Besides water use efficiency, other adaptation efforts include developing and strengthening water infrastructure that is resilient and adaptive to climate change, such as building embankments and dams to reduce flooding impact. Meanwhile, climate change mitigation is also very important in maintaining clean water availability. Mitigation efforts can be carried out by protecting and developing carbon sinks and natural buffers such as mangroves, seagrass beds, and swamps. Other mitigation efforts are reducing greenhouse gas emissions by using energy-efficient electronic devices, environmentally friendly transportation, renewable energy, automatic switches, and reducing waste piles (ITS, 2022; United Nations, 2018; UN Water, 2022).

Every individual has an important role in climate change adaptation and mitigation efforts. Let's take a part in reducing climate change impact so that our clean water availability is maintained.

 

Sources:

1. Annur, C.M. (2023): BNPB Catat Ada 564 Kejadian Bencana Alam di Indonesia hingga Awal Maret 2023, obtained through the internet site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/bnpb-catat-ada-564-kejadian-bencana-alam-di-indonesia-hingga-awal-maret-2023.

2. BMKG (2019): Mengenal Bencana Hidrometeorologi, obtained through the internet site: https://iklim.bmkg.go.id/publikasi-klimat/ftp/brosur/Leaflet%20Hidrometeorologi.pdf

3. Department of Forest Resources Conservation, Faculty of Forestry UGM (2020): Modul Hidrometeorologi, Dasar-dasar, Analisis, dan Aplikasi, obtained through the internet site: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/539647/mod_folder/content/0/0.%20Modul%20Pertemuan%205/V.%20BENCANA%20HIDROMETEOROLOGIS.pdf?forcedownload=1.

4. ITS (2022): Program ITS dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca, obtained through the internet site: https://www.its.ac.id/sustainability/gas-rumah-kaca/

5. Jihan (2023): BNPB: Tren Bencana Hidrometeorologi Indonesia Meningkat Selama Satu Dekade, 2022 Menurun, obtained through the internet site: https://www.gatra.com/news-564722-nasional-bnpb-tren-bencana-hidrometeorologi-indonesia-meningkat-selama-satu-dekade-2022-menurun.html.

6. Kuebler, Martin (2022): Bagaimana Perubahan Iklim Mengubah Siklus Air?, obtained through the internet site: https://www.dw.com/id/bagaimana-perubahan-iklim-mengubah-siklus-air/a-63418997.

7. LIPI (2020): Perubahan Iklim Ancam Siklus Air, obtained through the internet site: http://lipi.go.id/berita/perubahan-iklim-ancam-siklus-air/22003.

8. Prasetiawan, Teddy (2015): Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak, Aspirasi, Vol. 6 No. 1.

9. Setiawan, Junaedi (2022): Analisis Kapasitas Pelimpah Bendungan Leuwikeris Akibat Perubahan Tutupan Lahan di Sub-DAS Citanduy Hulu, Undergraduate Thesis, Siliwangi University, Tasikmalaya.

10. Triatmodjo, Bambang (2008): Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

11. United Nations (2018): Water – at The Center of The Climate Crisis, obtained through the internet site: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/water#:~:text=Climate%20change%20is%20exacerbating%20both,world's%20water%20in%20complex%20ways.

12. UN Water (2022): Water and Climate Change, obtained through the internet site: https://www.unwater.org/water-facts/water-and-climate-change.

13. Wirnatama, H.S.R. (2017): Kajian Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Bendung Sapon, Undergraduate Thesis, Atma Jaya University, Yogyakarta.

Photo credit:

Aulia, Misbahul (2021): People Walking on Street During Daytime, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/38CTbydRZXI.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#water #climatechange #waterandclimatechange #hydrometeorologicalhazards #floods #extremeweather

NUWSP Membantu Masyarakat Kota Blitar Memperoleh Air dengan Kualitas yang Lebih Baik

Available in English

02/A-NUWSP/Mar/2023

 

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkomitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas pada pelayanan air minum, melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP). Program NUWSP telah digarap di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya yaitu di Kota Blitar. Kota Blitar telah bergabung menjadi bagian dari program NUWSP sejak tahun 2020. Di area ini, optimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PDAM Tirta Patria dilakukan.

PDAM Tirta Patria merupakan perusahaan daerah yang bertugas untuk menyediakan air bersih di Kota Blitar. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di area setempat, PDAM Tirta Patria mengelola air yang bersumber dari 10 unit sumur dalam. Sumur-sumur ini memiliki kapasitas produksi yang bervariasi antara 15-21 liter/detik. Air yang dikelola oleh PDAM Tirta Patria akan didistribusikan ke 9 zona pelayanan yang tersebar di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Sukorejo, Kepanjenkidul, dan Sananwetan.

Sayangnya, penggunaan air yang bersumber dari sumur di Kota Blitar menjumpai tantangan berupa tingginya kandungan besi dan mangan dalam air. Kandungan besi dan mangan yang melimpah dalam air dapat memicu timbulnya endapan. Endapan ini menyebabkan kualitas air menurun karena warnanya menjadi keruh dan juga berbau. Tak hanya itu, apabila dibiarkan, endapan yang tertinggal pada pipa dapat mengeras dan menyebabkan terjadinya penyempitan pada jaringan pipa. Bukan hanya merusak jaringan pipa, endapan yang mengeras pun menyebabkan kecepatan aliran air menjadi rendah dan tidak maksimal (Widodo, 2017). Beberapa dampak ini turut dijumpai pada proses penyediaan air di Kota Blitar. Permasalahan yang dirasakan meliputi keruhnya warna air yang diperoleh serta adanya penyempitan pipa seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Permasalahan air di Kota Blitar

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kandungan besi dan mangan di dalam air yakni dengan dibangunnya Instalasi Pengolahan Air (IPA). Melalui NUWSP, PDAM Tirta Patria memperoleh bantuan untuk mendirikan IPA yang terdiri dari unit aerasi, unit pengendapan, unit filtrasi, dan ground reservoir seperti terlihat pada Gambar 2. Air yang berasal dari sumur akan masuk ke unit aerasi. Pada unit ini, partikel besi dan mangan yang terlarut di dalam air akan berubah menjadi partikel tidak terlarut setelah bereaksi dengan oksigen. Air kemudian dialirkan ke unit pengendapan. Pada unit pengendapan, partikel besi dan mangan yang tidak terlarut akan diendapkan. Sayangnya, sebagian partikel mangan masih bisa lolos. Oleh sebab itu, air dialirkan lagi menuju unit filtrasi. Pada unit filtrasi terdapat filter zeolit yang dapat mengikat partikel mangan yang lolos dari tahap sebelumnya. Air yang telah terolah kemudian dikumpulkan pada ground reservoir dan siap didistribusikan ke masyarakat.

Gambar 2. Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kota Blitar

Saat ini, kualitas air yang didistribusikan ke masyarakat telah mengalami peningkatan. Berdasarkan pengujian kualitas air yang dilakukan oleh PDAM Tirta Patria, kadar besi dan mangan yang terkandung dalam air menurun. Perubahan kualitas air ini juga turut dirasakan oleh masyarakat setempat. “Saat ini, kualitas air PDAM sudah sangat bagus, airnya bening tidak berbau”, ujar Ibu Sriyati.

Cerita selengkapnya dapat disaksikan di kanal YouTube kami pada tautan ini.

 

Sumber:

1. Dokumentasi NUWSP.

2. Pemerintah Kota Blitar (2021): Terus Lakukan Perbaikan, 10 Sumur Bor Milik PDAM Kota Blitar Kembali Normal, diperoleh melalui situs internet: https://blitarkota.go.id/id/berita/terus-lakukan-perbaikan-10-sumur-bor-milik-pdam-kota-blitar-kembali-normal.

3. Widodo, I.R. (2017): Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Minum Kota Blitar, Skripsi Program Sarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

 


 

NUWSP Provides Blitar City Communities for Secure Drinking Water

The government of Indonesia through the Ministry of Public Works and Housing (PUPR) is committed to increasing access and quality of drinking water services within the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program. The NUWSP program has been implemented in various regions throughout Indonesia, one of which is Blitar City. The government of Blitar has been participating in the NUWSP program since 2020 and also carrying out the optimization of the Drinking Water Supply System (SPAM) of PDAM Tirta Patria.

PDAM Tirta Patria is a regional company that is responsible to provide clean water in Blitar City. In fulfilling clean water demand in the area, PDAM Tirta Patria manages water sourced from 10 deep wells. These wells have a production capacity that varies between 15-21 liters/second.  The water managed by PDAM Tirta Patria will be distributed to 9 service zones spread over 3 subdistricts, which are Sukorejo, Kepanjenkidul, and Sananwetan.

Unfortunately, the use of water sourced from wells in Blitar City encounters challenges in the form of high iron and manganese content in water. The abundant content of iron and manganese in water can trigger sediment formation. These sediments cause water quality to decrease because the color becomes cloudy and also smells. In addition, if left unchecked, the deposits left on the pipe can harden and cause narrowing of the pipeline. Not only damaging pipelines, hardened deposits also cause water flow to be low and not optimal (Widodo, 2017). Some of these impacts are found in the water supply process in Blitar City. The perceived problems are the cloudy water and the pipe narrowing as shown in Figure 1.

Figure 1. Water supply problem in Blitar City

One of the efforts made in reducing the iron and manganese contained is by building a Water Treatment Plant (WTP). Through NUWSP, PDAM Tirta Patria received support to set up a WTP that consists of an aerator, clarifier, zeolite filter, and ground reservoir as shown in Figure 2. The water from the well will enter the aerator which iron and manganese particles dissolved in water will turn into insoluble particles after reacting with oxygen. The water then flows into the clarifier. In this unit, insoluble iron and manganese particles will be dropped. Unfortunately, some manganese particles can still release. Therefore, the water is flowed back to the filtration unit which is a zeolite filter. The filter can tie up manganese particles that passed from the previous stage. The preserved water then collected in a ground reservoir and ready to be distributed to the community.

Figure 2. Water Treatment Plant (WTP) in Blitar City

Currently, the water quality distributed to the community has improved. Based on the water quality testing conducted by PDAM Tirta Patria, the iron and manganese contained in the water decreased. The change of it was also felt by the local community. "Currently, the PDAM water quality is very good and the water is clear and does not smell," said Mrs. Sriyati.

You can watch the full story on our YouTube channel at this link.

 

Sources:

1. NUWSP documentations.

2. Blitar City Goverment (2021): Terus Lakukan Perbaikan, 10 Sumur Bor Milik PDAM Kota Blitar Kembali Normal, obtained through the internet site: https://blitarkota.go.id/id/berita/terus-lakukan-perbaikan-10-sumur-bor-milik-pdam-kota-blitar-kembali-normal.

3. Widodo, I.R. (2017): Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Minum Kota Blitar, Undergraduate Thesis, Sepuluh Nopember Institute of Technology, Surabaya.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwspblitar #kotablitar #pdamblitar #pdamtirtapatria

Ketergantungan Manusia Terhadap Air

Available in English

01/B-NUWSP/Mar/2023

 

Pernahkah kita membayangkan hidup tanpa air selama 1 hari saja? Rasanya berat sekali ya.

Air sudah menjadi bagian penting di dalam hidup manusia. Manusia membutuhkan air untuk berbagai keperluan domestik, seperti minum, memasak, mandi, mencuci, dll. Untuk dapat menunjang hidup, manusia juga membutuhkan air untuk keperluan nondomestik, seperti pertanian, peternakan, perdagangan, serta industri.

Ketergantungan manusia terhadap air dapat terukur dari besarnya total konsumsi air harian. Berdasarkan data Indonesia Water Institute (IWI), total konsumsi air bersih di Indonesia pada tahun 2013 yakni sebesar 415-615 liter per hari per rumah. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2020 ketika pandemi terjadi, yakni sebesar 995-1415 liter per hari per rumah. Artinya, jika setiap rumah tangga terdiri dari lima orang, kebutuhan air setiap orang mencapai 199-283 liter per hari.

Bukan hanya terukur dari jumlah air yang dikonsumsi setiap harinya, kebutuhan manusia terhadap air juga melekat pada setiap barang maupun jasa yang kita gunakan. Misalnya, selembar kertas A4 yang kita gunakan membutuhkan air sebanyak 10 liter untuk memproduksi kertas tersebut (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008). Contoh lainnya yaitu sepotong dada ayam berukuran 300 gram yang kita konsumsi membutuhkan air sebanyak 1170 liter dalam proses produksinya (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008), untuk menyiapkan pakan, minum, sanitasi di peternakan, hingga kebersihan di rumah potong hewan. Jumlah air yang tersembunyi ini dikenal dengan nama virtual water. Konsep virtual water dikembangkan oleh Tony Allan, seorang profesor geografi di King’s College London, sejak tahun 1994. Harsoyo (2011) mendefinisikan virtual water sebagai jumlah air yang digunakan dalam proses produksi dari suatu komoditas hasil produksi pertanian ataupun industri. Virtual water dari beberapa produk yang kita gunakan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Virtual water beberapa produk

Jumlah konsumsi air harian serta jumlah virtual water yang berkaitan dengan segala aktivitas manusia menunjukkan bahwa manusia memerlukan kuantitas air dengan jumlah yang cukup banyak setiap harinya. Tak hanya memerlukan kuantitas air dalam jumlah yang cukup, kualitas air pun sangat memengaruhi kehidupan manusia. Menurut World Health Organization (WHO), 80% dari seluruh penyakit yang terjadi di negara berkembang merupakan penyakit yang berkaitan dengan air. Air dengan kualitas yang buruk dapat memicu berbagai penyakit seperti penyakit kulit, gagal ginjal, kolera, diare, demam berdarah, disentri, hepatitis A, polio, tifus, peningkatan risiko kanker, blue baby syndrome, gangguan sistem syaraf, kerusakan tulang, dll.

Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia sangat bergantung pada air, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu, menjaga keberlangsungan sumber daya air merupakan tugas yang penting bagi setiap manusia.

 

​​​​​​​Sumber:

1. Afni, Julia (2011): Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik dengan Kejadian Penyakit Kulit pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011, Skripsi Program Sarjana, Universitas Indonesia, Depok.

2. Harsoyo, B. (2011): Konsep Air Virtual, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12 No. 1, 2011: 25-32.

3. Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K. (2008): Globalization of Water: Sharing the Planet's Freshwater Resources. Oxford: Blackwell Publishing.

4. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, diperoleh melalui situs internet: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.

5. Mirumachi, N. & Agarwala, M. (2021): Tony Allan Obituary, Geographer Whose Concept of ‘Virtual Water’ Transformed Thinking on Trade, Industry and Agriculture, diperoleh melalui situs internet: https://www.theguardian.com/environment/2021/may/07/tony-allan-obituary.

6. The World Counts (2023): Average Daily Water Usage, diperoleh melalui situs internet: https://www.theworldcounts.com/stories/average-daily-water-usage.

7. Valentin L. (2022): How Does the Good Quality of Water Impact Good Health, diperoleh melalui situs internet: https://sinay.ai/en/how-does-the-good-quality-of-water-impact-good-health/.

8. Waseso, Ratih (2021): Kementerian PUPR Sebut Pandemi Tingkatkan Penggunaan Air Bersih di Masyarakat, diperoleh melalui situs internet: https://nasional.kontan.co.id/news/kementerian-pupr-sebut-pandemi-tingkatkan-penggunaan-air-bersih-di-masyarakat.

9. www.waterfootprint.org

Kredit Foto:

Dumlao, Nathan (2019): Clear Liquid Pouring on Persons Hands, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/kDxqbAvEBwI.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

 


 

Our Needs on Water

Have you ever thought about living without water for just one day? Can you imagine how difficult it would be for you?

Water has always been an important part of human life. People need water for various purposes such as drinking, cooking, bathing, washing, etc. People also need water for non-domestic purposes such as agriculture, farming, commerce, and industry to sustain their life.

People’s demand on water can be measured by the total amount of their daily water consumption. Based on data from the Indonesia Water Institute (IWI), clean water’s total consumption throughout Indonesia in 2013 was 415-615 liters per day. When the pandemic occurred in 2020, this number increased to 995-1415 liters per household per day. This means that if each household consists of five people, every single person needs 199-283 liters of water per day.

People’s dependency on water is not only measured by the water consumed each day, it could also be reflected in all the goods and services we are using. For example, it takes 10 liters of water to produce a sheet of A4 paper (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008). Another example is preparing chicken breast for our meals. We need up to 1170 liters of water for every 300 grams of it (Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K., 2008). Water is also necessary for growing grains for feeding, cleaning farms, and sanitizing slaughterhouses. This amount of “hidden” water is known as “virtual water”, which is a concept developed in 1994 by Tony Allan, a geographer and professor at King’s College London. Harsoyo (2011) defines virtual water as the amount of water consumed in the agricultural or industrial raw materials production process. The amount of “virtual water” for some of our daily products can be seen in Figure 1.

Figure 1. Virtual water for multiple products

The daily water consumption and the virtual water that is associated with all human activities indicate that people require huge amounts of water every day.  Not only that we need a sufficient amount of water, the water quality also greatly affects human life. According to the World Health Organization (WHO), 80% of all diseases occurring in developing countries are water-related diseases. Poor water quality triggers various diseases such as skin diseases, kidney failure, cholera, diarrhea, dengue fever, dysentery, hepatitis A, polio, typhoid fever, increased risk of cancer, blue baby syndrome, neurological disorders, and bone injury.

The above description tells us that people are highly dependent on water, both in quantity and quality. Therefore, maintaining the sustainability of water resources is an important task for every human being.

 

Sources:

1. Afni, Julia (2011): Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik dengan Kejadian Penyakit Kulit pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011, Undergraduate Thesis, Universitas Indonesia, Depok.

2. Harsoyo, B. (2011): Konsep Air Virtual, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12 No. 1, 2011: 25-32.

3. Hoekstra, A.Y. & Chapagain, A.K. (2008): Globalization of Water: Sharing the Planet's Freshwater Resources. Oxford: Blackwell Publishing.

4. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, obtained through the internet site: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.

5. Mirumachi, N. & Agarwala, M. (2021): Tony Allan Obituary, Geographer Whose Concept of ‘Virtual Water’ Transformed Thinking on Trade, Industry, and Agriculture, obtained through the internet site: https://www.theguardian.com/environment/2021/may/07/tony-allan-obituary.

6. The World Counts (2023): Average Daily Water Usage, obtained through the internet site: https://www.theworldcounts.com/stories/average-daily-water-usage.

7. Valentin L. (2022): How Does the Good Quality of Water Impact Good Health, obtained through the internet site: https://sinay.ai/en/how-does-the-good-quality-of-water-impact-good-health/.

8. Waseso, Ratih (2021): Kementerian PUPR Sebut Pandemi Tingkatkan Penggunaan Air Bersih di Masyarakat, obtained through the internet site: https://nasional.kontan.co.id/news/kementerian-pupr-sebut-pandemi-tingkatkan-penggunaan-air-bersih-di-masyarakat.

9. www.waterfootprint.org

Photo Credit:

Dumlao, Nathan (2019): Clear Liquid Pouring on Persons Hands, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/kDxqbAvEBwI.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#waterdependent #virtualwater

  • Direktorat Air Minum,
    Ditjen Cipta Karya,
    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
    Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
    Jakarta 12110.


  • 021-72796907

  • cpmunuwsp@gmail.com
    Visitor
  • Total:500,390
  • Bulan Ini :20,354
  • Seminggu Terakhir :3,666
  • Hari ini :362