Artikel

Tantangan Penyediaan Air Minum di Indonesia

Available in English

11/B-NUWSP/Apr/2023

 

Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Sayangnya, penyediaan air minum di Indonesia masih menjumpai tantangan. Menurut Wakil Presiden Republik Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, akses terhadap air minum layak di Indonesia telah menjangkau lebih dari 90% penduduk, namun capaian akses air minum aman baru sekitar 11% (Kementerian Sekretariat Negara, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan akses air minum yang layak dan aman.

Sekilas Tentang Air Minum Layak dan Aman

Menurut Kementerian PUPR (2021), air minum layak adalah air minum yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan serta memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari Sambungan Rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, serta penampungan air hujan (WHO, 2000). Sementara itu, air minum aman merupakan air yang digunakan untuk minum, masak, dan kebutuhan sehari-hari yang bebas dari kontaminasi patogen dan senyawa kimia prioritas (Sudradjat dalam Permana, 2019). Beberapa kontaminasi yang dimaksud dapat berupa kontaminasi E. coli, total dissolved solids (TDS), pH, nitrat, dan nitrit (Pokja PPAS, 2021).

Tantangan Penyediaan Air Minum di Indonesia

Beberapa faktor yang menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia di antaranya kependudukan, lingkungan, ketersediaan infrastruktur, kebijakan, koordinasi antar-stakeholder, finansial, dan kinerja pengelolaan. Paragraf-paragraf selanjutnya akan menguraikan masing-masing tantangan tersebut.

Kependudukan

Pada aspek kependudukan, jumlah penduduk merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyediaan air minum. Pasalnya, semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula kebutuhan air minum yang perlu disediakan. Berdasarkan data World Population Review dalam Arieza (2023), Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Saat ini, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 276.639.440 jiwa. Tak hanya jumlah penduduk, tingkat urbanisasi pun menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia karena perkotaan merupakan area yang paling rawan terhadap segala permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan air minum. Menurut Setiono, dkk. (2021), perkotaan merupakan area di mana tingkat persaingan untuk memperoleh air tinggi. Perkotaan juga merupakan tempat terkonsentrasinya segala bahaya akibat kelangkaan air, banjir, dan penurunan lahan. Oleh sebab itu, aspek kependudukan seperti jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi perlu diperhatikan dalam penyediaan air minum.

Gambar 1. Gambaran padatnya penduduk di Indonesia (Julie, 2022)

Lingkungan

Semakin tinggi jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi, semakin tinggi pula potensi pencemaran lingkungan yang terjadi akibat meningkatnya limbah cair yang dihasilkan. Kondisi ini perlu diimbangi dengan infrastrukur yang memadai agar proses penyediaan air minum tidak terganggu. Setiono dkk. (2021) mengemukakan bahwa dari limbah cair yang dihasilkan masyarakat perkotaan, baru 5% saja yang diolah dan dibuang secara aman. Sementara itu, sisanya masih belum diolah dan/atau dibuang secara aman. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar limbah cair masih berpotensi mengganggu proses penyediaan air minum karena dapat menurunkan kualitas air permukaan. Selain pencemaran lingkungan, faktor lingkungan yang juga menjadi tantangan dalam penyediaan air minum adalah fenomena perubahan iklim. Perubahan iklim tak hanya memengaruhi jumlah ketersediaan air saja, namun juga dapat berdampak pada kualitas air yang tersedia. Pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan air dapat dibaca lebih lanjut pada artikel ini.

Ketersediaan Infrastruktur

Ketersediaan infrastruktur masih menjadi tantangan pada proses penyediaan air minum di Indonesia. Infrastuktur yang dimaksud meliputi infrastruktur untuk proses perolehan air baku, proses produksi, proses pendistribusian air, hingga proses pelayanan. Karena terbatasnya infrastruktur yang memadai, masih terdapat daerah di Indonesia yang mendapatkan akses air minum dengan kualitas kurang baik, bahkan ada juga daerah-daerah yang belum terjangkau oleh layanan akses air minum. Menurut Setiono dkk. (2021), sistem penyediaan air minum melalui jaringan perpipaan di Indonesia baru dapat menjangkau 1/3 dari penduduk area perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur penyediaan air minum perlu ditingkatkan. Bukan hanya pengadaan infrastruktur baru saja, kondisi infrastruktur eksisting pun perlu diperhatikan karena banyak dijumpai infrastuktur yang telah menua seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Infrastruktur penyediaan air yang telah menua (Farley dkk., 2008)

Kebijakan

Saat ini, penyediaan air minum memang telah diatur dalam kerangka kebijakan. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan penyediaan air minum di antaranya: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Menteri PUPR Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Dukungan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Penyelenggaraan SPAM, dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan SPAM untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha. Meski begitu, kebijakan tersebut perlu diperkuat dengan kebijakan-kebijakan pendukung agar proses penyediaan air minum di Indonesia dapat meluas.

Koordinasi Antar-Stakeholder

Menurut Elysia (2018), sejak era desentralisasi diterapkan di Indonesia, pemerintah daerah mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar dalam proses penyediaan air minum. Artinya, setiap daerah memiliki kewenangan masing-masing dalam mengatur proses penyediaan air minum di wilayahnya. Namun, tantangan dapat muncul apabila terdapat daerah yang sumber air bakunya bergantung pada sumber yang berasal dari luar wilayah yurisdiksinya (Setiono dkk., 2021). Oleh sebab itu, koordinasi antar-stakeholder di tingkat lokal sangatlah penting, baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Tak hanya koordinasi tingkat lokal, koordinasi antara BUMD Air Minum sebagai penyelenggara SPAM dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat pun tak kalah penting. Hal ini dilakukan agar setiap elemen dapat saling mendukung, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, agar pemenuhan akses air minum dapat tercapai.

Finansial

Aspek finansial merupakan tantangan yang besar dalam penyediaan air minum. Menurut Setiono (2015) dalam Setiono (2021), saat ini dana investasi untuk penyediaan air sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat, baru 0,3% yang berasal dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah sebagai pelaksana penyediaan air di masing-masing daerah perlu mencari sumber dana yang bervariasi agar tidak bergantung pada anggaran pusat saja. Terlebih jika pemerintah pusat mulai mengurangi anggarannya. Sumber pendanaan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum dapat diperoleh dari sektor privat, bantuan kerja sama, dan pinjaman luar negeri. Dengan adanya dukungan finansial yang terjamin, penyediaan air minum dapat lebih optimal dilakukan. Selain ketersediaan sumber dana yang bervariasi, tantangan lainnya pada aspek finansial yaitu penetapan tarif air minum.  Berdasarkan Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, baru 37,79% BUMD Air Minum yang telah menerapkan tarif Full Cost Recovery (FCR). Tarif FCR penting untuk menjamin keberlangsungan operasi BUMD Air Minum dalam penyediaan air minum di masing-masing wilayah.

Kinerja Pengelolaan

Pada aspek kinerja pengelolaan, tantangan terbesar yang dihadapi dalam penyediaan air minum yakni besarnya idle capacity dan non-revenue water (NRW). Menurut Sudarsono dan Nurkholis (2020), idle capacity merupakan kapasitas air minum PDAM yang belum termanfaatkan. Idle capacity dapat disebabkan kurangnya kapasitas air baku, kurangnya infrastruktur distribusi, menurunnya kapasitas teknis, dan rusaknya infrastruktur. Secara nasional, idle capacity penyediaan air minum di Indonesia masih cukup tinggi yakni mencapai 25.932 l/detik (Kementerian PUPR, 2022). Selain itu, angka NRW di Indonesia pun masih cukup tinggi yaitu sebesar 33,72%. NRW atau air tak berekening menggambarkan banyaknya kehilangan air yang terjadi pada proses penyediaan air. Kehilangan air dapat terjadi karena kebocoran, konsumsi tak resmi, kesalahan pembacaan meter, dan lain-lain (Farley dkk., 2008). Apabila NRW menurun, penyediaan air minum dapat berjalan lebih optimal karena pendapatan BUMD Air Minum berpotensi meningkat. Oleh sebab itu, tingginya idle capacity dan NRW perlu diatasi agar penyediaan air minum di Indonesia dapat berjalan secara optimal.

Paragraf-paragraf di atas telah menguraikan tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi dalam penyediaan air minum di Indonesia. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, salah satunya melalui National Urban Water Supply Project (NUWSP). Program NUWSP bermaksud memberikan dukungan investasi untuk pengembangan infrastruktur penyediaan air minum khususnya di perkotaan, bantuan teknis dan peningkatan kapasitas Pemda dan PDAM, dukungan bagi pemerintah dalam pengembangan kebijakan dan peningkatan strategi pelayanan air minum, serta dukungan manajemen dan pelaksanaan proyek dalam penyediaan air minum. Semoga dengan dilaksanakannya NUWSP ini, penyediaan air minum di Indonesia dapat meluas.

 

Sumber:

1. Arieza, U. (2023): 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia 2023, Apa Ada Indonesia?, diperoleh melalui situs internet: https://travel.kompas.com/read/2023/02/08/213300427/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-2023-apa-ada-indonesia-?page=all.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Farley, dkk. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, diperoleh melalui situs internet: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

4. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.  

5. Kementerian PUPR (2022): Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, diperoleh melalui situs internet: https://nuwsp.web.id/artikel/4883.

6. Kementerian Sekretariat Negara (2022): Sanitasi dan Air Minum Aman, Prasyarat Wujudkan Ekonomi Hijau, diperoleh melalui situs internet: https://www.setneg.go.id/baca/index/sanitasi_dan_air_minum_aman_prasyarat_wujudkan_ekonomi_hijau.

7. Permana, Adi (2019): Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum, diperoleh melalui situs internet: https://www.itb.ac.id/berita/detail/57267/menuju-air-minum-aman-2030-itb-dan-dirjen-kesehatan-masyarakat-selenggarakan-advokasi-pengawasan-kualitas-air-minum.

8. Pokja PPAS (2021): Indikator Akses Air Minum Layak & Aman di Indonesia, diperoleh melalui situs internet: https://www.nawasis.org/portal/galeri/read/indikator-aakses-air-minum-layak-aman-di-indonesia/52211.

9. Setiono, I.M., Jensen, O., Khalis, A.B.A., Fisher, M.R., Adam, U.E.F.B., Ramadhian, A.M., Khudi, A.F. (2021): A National Framework for Integrated Urban Water Management in Indonesia (English), diperoleh melalui situs internet: http://documents.worldbank.org/curated/en/099230003072210487/P170757090c70908808ced0cec012e253db.

10. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Volume 20 Number 1.

11. WHO (2000): Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report, diperoleh melalui situs internet: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

Kredit Foto:

1. Farley, dkk. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, diperoleh melalui situs internet: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

2. Julie, Cherie (2022): Bandung West Java Indonesia, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/d2i85Gfvo8w.

3. Kobu Agency (2019): A Glass of Water, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/TWIRIAizZFU.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Challenges of Drinking Water Supplying in Indonesia

Drinking water is a basic human need that must be fulfilled. Unfortunately, drinking water supplying in Indonesia still faces challenges. According to Indonesia’s Vice President, K.H. Ma'ruf Amin, access to secure drinking water in Indonesia has reached more than 90% of the population, but only 11% of them have access to safely-managed drinking water (Ministry of State Secretariat, 2022). This data shows that many Indonesians still have not had access to secure and safely-managed drinking water.

Overview of Secure and Safely-Managed Drinking Water

According to the Ministry of Public Works and Housing (2021), secure drinking water is water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. The secure drinking water sources include household connections, public standpipes, boreholes, protected dug wells, protected springs, and rainwater collection (WHO, 2000). Meanwhile, safely-managed drinking water is water used for drinking, cooking, and daily needs that are free from pathogen contamination and priority chemical compounds (Sudradjat in Permana, 2019). The contamination can be in the form of E. coli contamination, total dissolved solids (TDS), pH, nitrate, and nitrite (Pokja PPAS, 2021).

Challenges of Drinking Water Supplying in Indonesia

Some factors that become challenges in Indonesia’s drinking water supplying include population, environment, infrastructure availability, policy, coordination between stakeholders, finance, and performance management. The following paragraphs will explain each of these challenges.

Population

In this aspect, the population is something that needs to be considered in the drinking water supplying. The larger the population, the greater the need for drinking water that must be provided. Based on World Population Review data in Arieza (2023), Indonesia is the fourth most populous country in the world after China, India, and the United States. Currently, Indonesia’s population reaches 276.639.440 people. Not only the population, the level of urbanization is also a challenge in Indonesia’s drinking water supplying because city is the most vulnerable area to all drinking water supply-related problems. According to Setiono, et al. (2021), cities are areas where competition for water resources is serious and where damage to people and property is concentrated due to water shortages, floods, and land subsidence.  Therefore, population and urbanization level need to be considered in drinking water supplying.

Figure 1. Overview of Indonesia’s dense population (Julie, 2022)

Environment

The higher the population and urbanization level, the greater the potential environmental impact of increased wastewater. This condition needs to be balanced with adequate infrastructure so that drinking water supplying is not disturbed. Setiono et al. (2021) suggest that of the wastewater produced by urban communities, only 5% is treated and safely disposed. Meanwhile, the rest is still unprocessed and/or unsafely disposed. This data shows that most wastewater still has the potential to interfere with the process of providing drinking water because it can reduce surface water quality. Besides environmental pollution, environmental factors that are also a challenge in the drinking water supplying is climate change phenomenon. Climate change not only affects the amount of water available but can also have an impact on the quality of available water. The effect of climate change on water availability can be read further in this article.

Infrastructure Availability

The availability of infrastructure is still a challenge in Indonesia’s drinking water supplying. It includes infrastructure for the process of raw water acquisition, water production, water distribution, and water services. Due to a limited number of adequate infrastructures, there are still areas in Indonesia with poor quality drinking water, and there are even areas that have not been reached by drinking water services at all. According to Setiono et al. (2021), the drinking water supply system through piped networks in Indonesia can only reach 1/3 of the urban population. This data shows that the availability of drinking water supply infrastructure needs to be improved. Not only the procurement of new infrastructure, but the condition of existing infrastructure also needs to be considered because there are many degraded infrastructures as shown in Figure 2.

Figure 2. Degraded water supply infrastructure (Farley et al., 2008)

Policy

Currently, drinking water supplying has indeed been regulated within the policy framework. Some regulations related to drinking water supplying include Law Number 17 of 2019 concerning Water Resources, Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, Government Regulation Number 121 of 2015 concerning Water Resources Enterprise, Government Regulation Number 122 of 2015 concerning Drinking Water Supply System, Public Works and Housing Minister Regulation Number 19 of 2016 concerning Support Provision by Central Government and/or Local Governments in the Implementation of SPAM Cooperation, and Public Works and Housing Minister Regulation Number 25 of 2016 concerning the Implementation of SPAM to Meet Their Own Needs by Enterprises. Even so, the policy needs to be strengthened with supporting policies so that the process of providing drinking water in Indonesia can expand.

Coordination Between Stakeholders

According to Elysia (2018), since the era of decentralization implemented in Indonesia, local governments have gained greater responsibility in drinking water supplying. This means that each region has its own authority in regulating the process of drinking water supplying in its area. However, challenges can arise if there are areas that rely on raw water supplies from outside their jurisdiction area (Setiono et al., 2021). Therefore, coordination between stakeholders at the local level is very important, both in the planning and implementation of drinking water supplying. Not only coordination at the local level, coordination between local government-owned water utility (Drinking Water BUMD) as SPAM manager with local and central governments is also important. It is needed so that every stakeholder can support each other, in accordance with their respective duties and functions, in order that fulfillment of access to drinking water can be achieved.

Financial

Financial aspect is a big challenge in providing drinking water. According to Setiono (2015) in Setiono (2021), currently, investment funds for water supply are mostly obtained from central government and only 0.3% came from local government. Local governments as implementers of water supply in each region need to find varied sources of funds so they do not rely on the central budget alone, especially if central government starts reducing its budget. Funding sources for the development of drinking water supply systems can be obtained from the private sector, cooperation assistance, and foreign loans. With guaranteed financial support, drinking water supplying can be more optimally carried out. Besides the availability of varied funds, another challenge in the financial aspect is the establishment of drinking water tariffs. Based on the 2022 Drinking Water BUMD Performance Book, only 37.79% of Drinking Water BUMD have implemented Full Cost Recovery (FCR) tariffs. FCR tariffs are important to ensure the continuity of Drinking Water BUMD operations in local drinking water supplies.

Performance Management

In the aspect of management performance, the biggest challenge faced in drinking water supplying is the large idle capacity and non-revenue water (NRW). According to Sudarsono and Nurkholis (2020), idle capacity is the unutilized drinking water capacity of PDAMs. Idle capacity can be caused by a lack of raw water capacity, lack of distribution infrastructure, decreased technical capacity, and infrastructure damage. Nationally, the idle capacity of Indonesia’s drinking water supplying is still quite high, reaching 25.932 liter/second (Ministry of Public Works and Housing, 2022). In addition, the NRW figure in Indonesia is still quite high at 33.72%. NRW or non-revenue water describes the amount of water loss that occurs in the water supply process. Water loss can occur due to leakage, unofficial consumption, meter reading errors, and others (Farley et al., 2008). If NRW decreases, drinking water supplying can run more optimally because the income of Drinking Water BUMD will potentially increase. Therefore, the high idle capacity and NRW need to be addressed so that Indonesia’s drinking water supplying can run satisfactorily.

The previous paragraphs have explained the challenges faced in Indonesia’s drinking water supplying. The Government of Indonesia is committed to responding to these challenges, one of which is through the National Urban Water Supply Project (NUWSP). NUWSP program intends to provide investment support for the development of drinking water supply infrastructure, especially in urban areas, provide technical assistance and capacity building for local governments and PDAMs, support the government in policy development and improvement of drinking water service strategies, as well as support for management and project implementation in drinking water supplying. Hopefully, with the implementation of NUWSP program, the supply of drinking water in Indonesia can expand.

 

Sources:

1. Arieza, U. (2023): 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia 2023, Apa Ada Indonesia?, obtained through the internet site: https://travel.kompas.com/read/2023/02/08/213300427/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-2023-apa-ada-indonesia-?page=all.

2. Farley, et al. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, obtained through the internet site: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

3. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak

4. Ministry of Public Works and Housing (2022): Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, obtained through the internet site: https://nuwsp.web.id/artikel/4883.

5. Ministry of State Secretariat (2022): Sanitasi dan Air Minum Aman, Prasyarat Wujudkan Ekonomi Hijau, obtained through the internet site: https://www.setneg.go.id/baca/index/sanitasi_dan_air_minum_aman_prasyarat_wujudkan_ekonomi_hijau.

6. NUWSP documentation.

7. Permana, Adi (2019): Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum, obtained through the internet site: https://www.itb.ac.id/berita/detail/57267/menuju-air-minum-aman-2030-itb-dan-dirjen-kesehatan-masyarakat-selenggarakan-advokasi-pengawasan-kualitas-air-minum.

8. Pokja PPAS (2021): Indikator Akses Air Minum Layak & Aman di Indonesia, obtained through the internet site: https://www.nawasis.org/portal/galeri/read/indikator-aakses-air-minum-layak-aman-di-indonesia/52211.

9. Setiono, I.M., Jensen, O., Khalis, A.B.A., Fisher, M.R., Adam, U.E.F.B., Ramadhian, A.M., Khudi, A.F. (2021): A National Framework for Integrated Urban Water Management in Indonesia (English), obtained through the internet site: http://documents.worldbank.org/curated/en/099230003072210487/P170757090c70908808ced0cec012e253db.

10. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Volume 20 Number 1.

11. WHO (2000): Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report, obtained through the internet site: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

Photo Credits:

1. Farley, et al. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, obtained through the internet site: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.

2. Julie, Cherie (2022): Bandung West Java Indonesia, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/d2i85Gfvo8w.

3. Kobu Agency (2019): A Glass of Water, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/TWIRIAizZFU.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply #tantangan #challenge #airminum #drinkingwater #penyediaanairminum #drinkingwatersupply #kependudukan #demographic #population #pencemaranlingkungan #environmentalpollution #limbahcair #wastewater #perubahaniklim #climatechange #lingkungan #environment #infrastrukturairminum #drinkingwaterinfrastructure #kebijakan #policy #stakeholder #finansial #financialaspect #fcr #kinerjapengelolaan #managementperformance

Peran NUWSP dalam Peningkatan Layanan Air Minum Kabupaten Sampang

Available in English

10/A-NUWSP/Apr/2023

 

Air minum merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target akses air minum layak pada tahun 2024 mencapai 100%. Hingga tahun 2022, akses air minum layak baru mencapai 91,05% dengan detail wilayah perdesaan sebesar 84,93% dan wilayah perkotaan sebesar 95,51% (BPS, 2022). Dengan rata-rata kenaikan persentase pemenuhan air minum layak sejumlah 0,5% setiap tahun, masih terdapat kesenjangan antara realisasi dan target sekitar 7% sampai akhir tahun 2024. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP) melakukan upaya peningkatan akses air minum khususnya di perkotaan. Program tersebut merupakan salah satu strategi dalam mencapai target akses air minum layak 100% pada tahun 2024.

NUWSP merupakan program nasional untuk mendukung pembangunan penyediaan air minum perkotaan dengan pembiayaan investasi yang inovatif dan efektif. Melalui NUWSP ini, diharapkan terjadi percepatan pelaksanaan program-program perluasan cakupan pelayanan dan peningkatan kapasitas daerah (Pemda dan PDAM) dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) secara berkelanjutan. Sampai saat ini, sudah ada beberapa kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang mendapatkan bantuan program tersebut. Jumlah daerah yang mendapatkan bantuan program NUWSP masih terus bertambah hingga tahun 2024. Jenis bantuan yang diberikan antara lain bantuan Program Stimulan, Pendamping, dan Berbasis Kinerja. Bantuan tersebut disesuaikan dengan kriteria yang sudah ditetapkan berdasarkan kondisi PDAM serta Pemerintah Daerah. Kabupaten Sampang merupakan salah satu daerah yang mendapatkan bantuan program tersebut.

Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang merupakan Perusahaan Daerah Kabupaten Sampang yang melayani penyediaan air minum di wilayah perkotaan. Perusahaan ini sudah berdiri sebagai Perusahaan Daerah sejak tahun 1965 silam, sebelum akhirnya berganti menjadi Perusahaan Umum Daerah. Hingga akhir bulan Maret tahun 2023, Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang melayani 11 ribu sambungan rumah (SR) yang tersebar di 7 unit pelayanan. Pengajuan program NUWSP di Kabupaten Sampang dilakukan pada tahun 2019 oleh Perumda Air Minum Trunojoyo yang bersinergi dengan Dinas PUPR Kabupaten Sampang. Berdasarkan hasil assessment, Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang mendapatkan jenis bantuan program “Stimulan”. Dengan didapatkannya bantuan program tersebut, Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang perlu memenuhi target penambahan sambungan baru, pengaktifan sambungan pasif, dan peningkatan kualitas layanan hingga tahun 2023.

Ketika ditanya terkait latar belakang pengajuan program NUWSP di Kabupaten Sampang, Moh. Makruf, selaku Kepala Bidang Teknik Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang menjelaskan, “Pengajuan program ini dilakukan karena belum optimalnya pelayanan yang kita berikan di wilayah pelayanan Sampang Kota. Permasalahan yang kita hadapi yaitu sebagian kondisi pipa eksisting yang kurang layak pakai dan tidak adanya genset. Pipa yang kurang layak tersebut merupakan jenis pipa GI eks Belanda dan ACP. Selain itu, kita juga masih melakukan pelayanan langsung dari sumber air baku ke daerah pelayanan atau tanpa melalui unit produksi. Tentu beberapa hal tersebut memengaruhi kualitas pelayanan kita ke masyarakat.” Sebagai tindak lanjut dari permasalahan tersebut, Kementerian PUPR melalui APBN tahun 2021 menganggarkan dana untuk pekerjaan “Optimalisasi SPAM Sampang Kota Kabupaten Sampang”. Pekerjaan konstruksi tersebut telah selesai dilaksanakan pada bulan September tahun 2022. Selain melalui APBN, Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang juga berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan akses air minum layak melalui Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB) yang pekerjaan konstruksinya dilaksanakan selama 2 tahun sejak tahun 2021 hingga 2022.

Gambar 1. Pertemuan field assistant (FA) NUWSP Kabupaten Sampang dengan Kepala Bidang Teknik Perumda Air Minum Trunojoyo

Kini, Perumda Air Minum Trunojoyo sedang dalam tahap pemenuhan target penambahan sambungan baru, pengaktifan sambungan pasif, dan peningkatan kualitas layanan. Dani Darmawan, selaku Direktur Perumda Air Minum mengatakan, “Setelah pekerjaan konstruksi selesai, wilayah yang menjadi area program NUWSP mengalami peningkatan kualitas pelayanan terutama tekanan di ujung pelayanan. Pada saat kondisi listrik padam, kita juga masih bisa memberikan pelayanan kepada pelanggan karena sudah terdapat genset pada sumber air baku dan bangunan unit produksi.”. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan tersebut, jumlah aduan pelanggan pun juga berkurang. Meski tekanan dari debit air yang keluar di ujung daerah pelayanan sudah mengalami peningkatan, masih terdapat beberapa daerah yang tekanan airnya belum maksimal. Direktur Perumda Air Minum Trunojoyo mengemukakan hal tersebut disebabkan oleh adanya beberapa pipa tersier yang kondisinya berkarat dan keropos. Oleh sebab itu, Pemda Kabupaten Sampang berencana melakukan pengadaan pipa tersier dan peningkatan cakupan pelayanan melalui APBD Tahun 2023. Harapannya, upaya tersebut dapat mendukung peningkatan jumlah SR yang terpasang sehingga akses layanan air minum di Kabupaten Sampang dapat meluas.

“Saya sangat berterima kasih kepada Kementerian PUPR, Bapak Bupati Sampang, Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang, RMAC-2, dan semua pihak yang terlibat dalam program NUWSP ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Tidak hanya meningkatkan pelayanan, kita juga dapat memberikan manfaat lebih kepada masyarakat Kabupaten Sampang khususnya di area perkotaan. Saya berharap program ini dapat berkelanjutan setiap tahunnya, karena kita tahu saat ini isu terkait ketersediaan air minum menjadi perhatian kita semua” tutup Dani saat dimintai keterangan pada Rabu pagi (05/04/2023).

​​​​​​​Gambar 2. Pertemuan field assistant (FA) NUWSP Kabupaten Sampang dengan Direktur Perumda Air Minum Trunojoyo

Kabupaten Sampang merupakan salah satu dari kabupaten/kota yang melalui program NUWSP, melakukan peningkatan kualitas pelayanan air minum. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak upaya yang dilakukan pemerintah daerah maupun pusat dalam pemenuhan kebutuhan air minum. Dengan adanya sinkronisasi yang harmonis antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Perumda Air Minum, bukan tidak mungkin target capaian pelayanan akses air minum layak 100% pada tahun 2024 dapat tercapai.

 

Sumber:

1. BPS (2022): Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Sumber Air Minum Layak (Persen), 2020-2022, diperoleh melalui situs internet: https://www.bps.go.id/indicator/29/854/1/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-tipe-daerah-dan-sumber-air-minum-layak.html.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Pemerintah Indonesia (2020): Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.

 

Ditulis oleh:

Ramdhani Deva Prasetya

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

NUWSP’s Role in Improving Sampang’s Drinking Water Services

Drinking water is a basic need for humans. Based on the National Medium-Term Development Plan (RPJMN) 2020-2024, access to secure drinking water is targeted to reach 100% by 2024. Until 2022, access to secure drinking water has only reached 91.05%, with 84.93% in rural areas and 95.51% in urban areas (BPS, 2022). With an average of 0.5% increase in the percentage of secure drinking water fulfillment, there is still a gap between realization and the target of around 7% until the end of 2024. The Ministry of Public Works and Housing (PUPR) through the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program has made efforts to increase access to drinking water, especially in urban areas. The program is one of the strategies for achieving 100% access to secure drinking water by 2024.

NUWSP is a national program to support the development of urban drinking water supply with innovative and effective investment financing. Through NUWSP, it is expected that there will be an acceleration of program implementation to expand service coverage and increase regional capacity (local governments and PDAMs) in the sustainably implementation of the Drinking Water Supply System (SPAM). Until now, there have been several regencies/cities throughout Indonesia that have received grants from the program. The number of regions receiving grants from NUWSP program will continue to grow until 2024. The types of programs provided include seed grant, matching grant, and performance-based grant. The grant is adjusted to the criteria that have been determined based on the conditions of PDAMs and Local Governments. Sampang Regency is one of the areas that received a grant from NUWSP program.

Local government-owned water utility (Drinking Water Perumda) Trunojoyo is a local company of Sampang Regency that serves drinking water supply in urban areas. This company has been established as a local company since 1965, before finally changing to a local public company. Until the end of March 2023, Drinking Water Perumda Trunojoyo serves 11 thousand house connections (SR) spread across 7 service units. The submission of NUWSP program in Sampang Regency was carried out in 2019 by Drinking Water Perumda Trunojoyo in synergy with Sampang Regency’s PUPR Office. Based on the assessment results, Drinking Water Perumda Trunojoyo received a seed grant for NUWSP program. With this grant, Drinking Water Perumda Trunojoyo needs to meet the targets of adding new house connections, activating passive house connections, and improving service quality until 2023.

When asked about the background of NUWSP program submission in Sampang Regency, Moh. Makruf, Drinking Water Perumda Trunojoyo’s Head of Engineering explained, "The submission of this program was made because the services we provide in Sampang City service area have not been optimal. The problems we face are some of the existing pipe conditions are not suitable for use and the absence of an electric generator. The less feasible pipe is a type of ex-Dutch GI pipe and ACP. In addition, we also still carry out direct services from raw water sources to service areas (without going through production units). Of course, some of these things affect the quality of our services to the community." As a follow-up to these problems, the Ministry of PUPR through the 2021 State Budget allocated funds for the work of "The Optimization of Sampang City’s Drinking Water Supply System (SPAM) in Sampang Regency". The construction was completed in September 2022. Besides the State Budget, Sampang’s Government also allocated additional funds from DDUB (local funds for joint affairs) in which construction work is carried out for 2 years (2021-2022) as a commitment in improving access to secure drinking water.

Figure 1. NUWSP Field Assistant of Sampang Regency meeting with Head of Engineering, Drinking Water Perumda Trunojoyo

Currently, Drinking Water Perumda Trunojoyo is in the stage of fulfilling the target of adding new house connections, activating passive house connections, and improving their service quality. Dani Darmawan, Director of Drinking Water Perumda Trunojoyo said, "After the construction work was completed, NUWSP program area in Sampang experienced an improvement in service quality, especially regarding water pressure at the farthest service area. If the power outage happens, we still can provide services to customers because there are generators in raw water source and production unit buildings.". With the improvement in service quality, the number of customer complaints has also decreased. Although water pressure at the farthest service area has increased, there are still some areas where the water pressure has not been maximized. Director of Drinking Water Perumda Trunojoyo said this was caused by the presence of several rusty and porous tertiary pipes. Therefore, Sampang’s Government plans to procure tertiary pipelines and increase service coverage through the 2023 Regional Budget. It is hoped that these efforts can support the increase in the number of SRs installed so that access to drinking water services in Sampang Regency can expand.

"I am very grateful to the Ministry of PUPR, the Regent of Sampang, the Local Government of Sampang Regency, RMAC-2, and all parties involved in this NUWSP program that I cannot mention one by one. Not only improving services, but we can also provide more benefits to the people of Sampang Regency, especially in urban areas. I hope this program can continue every year because we know that current issues related to the availability of drinking water are a concern for all of us," Dani concluded when asked for information on Wednesday morning (05/04/2023).

Figure 2. NUWSP Field Assistant of Sampang Regency meeting with Director of Drinking Water Perumda Trunojoyo

Sampang Regency is one of the regencies/cities that, through the NUWSP program, improves the quality of drinking water services. Over time, many efforts have been made by local and central governments to meet drinking water needs. With the harmonious synchronization between the central government, local government, and Drinking Water Perumda, it is not impossible that the target of achieving 100% secure drinking water access services by 2024 can be achieved.

 

Sources:

1. BPS (2022): Percentage of Households by Province, Regional Type, and Adequate Drinking Water Source (Percent), 2020-2022, obtained through the internet site: https://www.bps.go.id/indicator/29/854/1/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-tipe-daerah-dan-sumber-air-minum-layak.html.

2. Government of Indonesia (2020): National Medium-Term Development Plan 2020-2024.

3. NUWSP documentation.

 

Written by:

Ramdhani Deva Prasetya

Deviana Matudilifa Yusuf

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwspsampang #kabupatensampang #pemdasampang #perumdaamsampang #aksesairminum

Kontaminasi Air Minum Oleh Bakteri Escherichia coli

Available in English

09/B-NUWSP/Apr/2023

 

Air minum merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan manusia setiap harinya. Agar aman untuk dikonsumsi, air minum harus memiliki kualitas yang baik. Kualitas air minum dapat terukur berdasarkan parameter mikrobiologi, fisik, dan kimia. Syarat masing-masing parameter telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Parameter wajib kualitas air minum berdasarkan peraturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter wajib kualitas air minum

Escherichia coli (E. coli) merupakan salah satu parameter wajib kualitas air minum pada aspek mikrobiologi seperti terlihat pada Tabel 1. Air minum dengan kualitas yang baik haruslah terbebas dari kandungan E. coli. Sayangnya, riset Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 74,4% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap air minum yang terkontaminasi bakteri E. coli. Di antara seluruh daerah, 3 provinsi yang memiliki proporsi rumah tangga dengan air minum terkontaminasi bakteri E. coli tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Sumatera Barat dengan nilai persentase berturut-turut sebesar 89,3%; 87,4%; dan 84,7% (Rizaty, 2022). Adapun peta sebaran proporsi rumah tangga dengan akses air minum yang terkontaminasi E. coli di Indonesia pada tahun 2020 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta sebaran proporsi rumah tangga dengan akses air minum yang terkontaminasi E. coli di Indonesia pada tahun 2020 (Rizaty, 2022)

Bakteri E. coli merupakan bakteri anaerob fakultatif yang secara alami dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas (Odonkor dan Mahami, 2020). Meski sebagian besar jenis E. coli tidak berbahaya, terdapat beberapa jenis E. coli yang berbahaya bagi kesehatan manusia (CDC, 2014). Oleh karena itu, E. coli menjadi salah satu parameter dalam mengukur kualitas air. Menurut Price dan Wildeboer (2017), E. coli dilepaskan ke lingkungan melalui tinja. Karena tinja merupakan sumber utama agen penyebab penyakit di air, bakteri yang terkandung di dalam tinja, seperti E. coli, banyak digunakan sebagai indikator kontaminasi. Berdasarkan Odonkor dan Mahami (2020), E. coli dapat mengindikasikan keberadaan mikroorganisme yang ditularkan melalui tinja, seperti Salmonella dan hepatitis A. Hal tersebut juga menjadi penyebab dijadikannya E. coli sebagai salah satu parameter dalam mengukur kualitas air (Price dan Wildeboer, 2017).

Keberadaan E. coli di dalam air biasanya menandakan bahwa telah terjadi kontaminasi air akibat tinja (Odonkor dan Mahami, 2020). Menurut Sapulete (2010), dalam 1 gram tinja bisa ditemukan sekitar 100 juta E. coli. Hal serupa juga diutarakan oleh pakar air dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Rofiq Iqbal, S.T., M.Eng, Ph.D. Selain menjelaskan tentang sumber kontaminasi E. coli yang berasal dari tinja, beliau juga mengemukakan bahwa tingginya kontaminasi air oleh E. coli di Indonesia terjadi karena jarak septic tank yang terlalu dekat dengan permukiman masyarakat (Detik, 2022).

Bagaimana kontaminasi ini dapat terjadi?

Masih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan air tanah sebagai sumber air utama untuk minum. Baca artikel selengkapnya tentang sumber air minum di Indonesia di sini. Air tanah sebagai sumber air minum diekstraksi melalui pembuatan sumur. Apabila jarak antara sumur dengan septic tank terlalu dekat, potensi kontaminasi air tanah oleh E. coli pun semakin tinggi. Parameter jarak menjadi penting mengingat septic tank berpotensi bocor. Kebocoran septic tank dapat terjadi akibat konstruksi yang kurang baik (Prajoko, 2007) serta minimnya pengurasan sebagai bentuk pemeliharaan septic tank (Sidiq, 2022). Oleh sebab itu, proses konstruksi serta pemeliharaan septic tank perlu diperhatikan agar kontaminasi air tanah oleh E. coli melalui septic tank tidak terjadi. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Peraturan Menteri PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum pun merekomendasikan agar septic tank yang dibangun memiliki jarak minimal 10 meter dengan sumur air masyarakat.

Dampak dan Pencegahan Kontaminasi Air Minum oleh Bakteri E. coli

Jika dikonsumsi, air minum yang terkontaminasi oleh bakteri E. coli dapat memicu diare, yang merupakan penyebab utama kematian pada balita (Detik, 2022). Menurut Lestari (2022), E. coli juga dapat memicu penyakit lainnya seperti infeksi usus, infeksi saluran kemih, septikimia, hingga meningitis. Untuk mencegah bahaya akibat kontaminasi air minum oleh bakteri E. coli, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan. Salah satunya yaitu dengan memastikan bahwa air minum yang dikonsumsi berasal dari sumber yang kualitasnya terjaga. Menurut Notodarmojo (2005), sebagian besar penduduk Indonesia masih menggunakan air tanah sebagai sumber air minum utama. Pada umumnya, air tanah digunakan secara langsung atau melalui pengolahan yang sangat minim sehingga kualitas air tanah memiliki risiko yang tinggi terhadap penggunanya. Terlebih saat ini, jumlah penduduk yang semakin padat dapat meningkatkan aktivitas domestik dan industri sehingga berpotensi menurunkan kualitas air tanah. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PUPR berkomitmen untuk menyediakan sumber air minum yang layak dan aman, salah satunya melalui peningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di berbagai daerah. Air minum yang dikelola daerah melalui PDAM, umumnya memiliki kualitas yang lebih terjaga karena dilengkapi unit disinfeksi untuk menghilangkan berbagai mikroorganisme patogen pada SPAM-nya. Masyarakat yang tinggal di area yang dilayani PDAM dapat mulai beralih ke jaringan perpipaan PDAM mengingat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas airnya lebih terjaga.

Namun, apabila akses air minum melalui jaringan perpipaan PDAM belum tersedia, masyarakat tetap dapat menggunakan air tanah. Penggunaan air tanah perlu diiringi dengan proses pengolahan agar kualitas airnya terjaga dari berbagai bahaya kontaminasi. Lestari (2022) mengemukakan, bahaya kontaminasi air minum oleh bakteri E. coli dapat dicegah dengan mendidihkan air sebelum diminum untuk membunuh bakteri tersebut. Selain itu, upaya pencegahan pun dapat dilakukan dengan memelihara septic tank sebagai sumber kontaminasi E. coli. Berdasarkan Sidiq (2022), bentuk pemeliharaan septic tank yaitu dengan cara melakukan pengurasan lumpur tinja secara berkala setiap 2-5 tahun sekali.

 

Sumber:

1. CDC (2014): E. coli (Escherichia coli) Questions and Answers, diperoleh melalui situs internet: https://www.cdc.gov/ecoli/general/index.html.

2. Detik (2022): Sumber Air Minum di Indonesia Tercemar Tinja, Ini Penyebabnya, diperoleh melalui situs internet: https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6476075/sumber-air-minum-di-indonesia-tercemar-tinja-ini-penyebabnya.

3. Kementerian Kesehatan (2023): Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.

4. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2016): Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum.

5. Lestari, T.Y. (2022): Dampak Mengonsumsi Air Minum Terpapar E. coli Bagi Tubuh, diperoleh melalui situs internet: https://www.klikdokter.com/info-sehat/pencernaan/dampak-mengonsumsi-air-minum-terpapar-e-coli-bagi-tubuh.

6. Notodarmojo, S. (2005): Pencemaran Tanah & Air Tanah. Bandung: Penerbit ITB.

7. Odonkor, S.T. dan Mahami, T. (2020): Escherichia coli as a Tool for Disease Risk Assessment of Drinking Water Sources, International Journal of Microbiology, Volume 2020.

8. Prajoko, B.I. (2007): Pemetaan Kualitas Air Tanah di Kelurahan Bumijo dan Gowongan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, dengan Pemeriksaan Jumlah Bakteri Escherichia coli (E. coli), Skripsi Program Sarjana, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

9. Price, R. G. dan Wildeboer, D. (2017): E. coli as an indicator of contamination and health risk in environmental waters dalam Escherichia coli-Recent Advances on Physiology, Pathogenesis, and Biotechnological Applications. London: IntechOpen.

10. Rizaty, M.A. (2022): Riset: 74,4% Sumber Air Minum Rumah Tangga RI Tercemar Tinja, diperoleh melalui situs internet: https://dataindonesia.id/ragam/detail/riset-744-sumber-air-minum-rumah-tangga-ri-tercemar-tinja.

11. Sapulete, M.R. (2010): Hubungan Antara Jarak Septic Tank ke Sumur Gali dan Kandungan Escherichia coli dalam Air Sumur Gali di Kelurahan Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado, Jurnal Biomedik, Volume 2, Nomor 3.

12. Sidiq, N.I. (2022): Analisis Spasial Kualitas Air Tanah Berdasarkan Parameter Mikrobiologi di Kecamatan Depok, Sleman, Skripsi Program Sarjana, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Kredit Foto:

CDC (2021): Extended-spectrum ß-lactamase-producing (ESBLs) Enterobacteriaceae bacteria: Escherichia coli, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/7tgIlnxj2bM.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Contamination of Drinking Water by Escherichia coli

Drinking water is a basic necessity that people need every day. To be safely consumed, drinking water should have good quality. Drinking water quality can be measured based on microbiological, physical, and chemical parameters.  The requirements for each parameter have been regulated in the Minister of Health Regulation Number 2 of 2023 concerning the Implementation Regulations of Government Regulation Number 66 of 2014 concerning Health Environment. The mandatory parameters of drinking water quality based on this regulation can be seen in Table 1.

Table 1. Mandatory parameters of drinking water quality

Escherichia coli (E. coli) is one of the mandatory parameters of drinking water quality in microbiological aspects as shown in Table 1. Good quality drinking water must be free from E. coli. Unfortunately, a Ministry of Health study in 2020 found that up to 74.4% of Indonesian households still have E. coli-contaminated drinking water. Among all regions, three provinces (East Nusa Tenggara, Maluku, and West Sumatra) have the highest percentage of households using E. coli-contaminated drinking water at 89,3%; 87,4%; and 84,7% respectively (Rizaty, 2022). A distribution map of household proportions in Indonesia with E. coli-contaminated drinking water in 2020 can be seen in Figure 1.

Figure 1. Distribution map of household proportions in Indonesia with E. coli-contaminated drinking water in 2020 (Rizaty, 2022)

E. coli is a facultative anaerobic bacterium that can naturally be found in the digestive tract of humans and warm-blooded animals (Odonkor and Mahami, 2020). Although most types of E. coli are harmless, there are some types of E. coli that are harmful to human health (CDC, 2014). Therefore, E. coli is one of the parameters in measuring water quality. According to Price and Wildeboer (2017), E. coli is released into the environment through feces. As feces are the main source of disease-causing agents in water, bacteria contained in feces, such as E. coli, are widely used as indicators of contamination. Based on Odonkor and Mahami (2020), E. coli can indicate the presence of fecal-borne microorganisms, such as Salmonella and Hepatitis A. This accounts for the usage of E. coli as an indicator microbe to examine water quality (Price and Wildeboer, 2017).

The presence of E. coli in water usually indicates that there has been water contamination due to feces (Odonkor and Mahami, 2020). According to Sapulete (2010), there are about 100 million E. coli in 1 gram of feces. A water specialist from the Faculty of Civil and Environmental Engineering, Bandung Institute of Technology, Rofiq Iqbal, S.T., M.Eng, Ph.D. expressed the same thing. Besides explaining where the source of E. coli contamination derived, he also stated that the high contamination of water by E. coli in Indonesia occurred due to the short distance between septic tanks and community settlements (Detik, 2022).

How can this contamination occur?

There are many Indonesian people who still use groundwater as the main water source for drinking. Read the full article about drinking water sources in Indonesia here. Groundwater as a source of drinking water is extracted through the creation of wells. If the distance between the well and the septic tank is too close, the potential for groundwater contamination by E. coli is even higher. The distance parameter is important considering that a septic tank has the potential to leak. Prajoko (2007) and Sidiq (2022) explained that septic tank leaks can occur due to poor construction and lack of maintenance (in the form of pumping). Therefore, the construction and maintenance of septic tanks need to be considered so that groundwater contamination by E. coli through septic tanks does not occur. In addition, the Ministry of Public Works and Housing (PUPR) through PUPR Ministerial Regulation Number 27/PRT/M/2016 concerning the Implementation of the Drinking Water Supply System recommends us to keep the constructed septic tank at least 10 meters away from the well.

Impact and Prevention of E. coli-Contaminated Drinking Water

If E. coli-contaminated drinking water is consumed, it can trigger diarrhea, which is the leading cause of death in toddlers (Detik, 2022). According to Lestari (2022), E. coli can also trigger other diseases such as intestinal infections, urinary tract infections, septicemia, to meningitis. To prevent harm due to E. coli-contaminated drinking water, there are several efforts that can be done. One of them is by ensuring that our drinking water comes from sources whose quality is maintained. According to Notodarmojo (2005), most Indonesian people still use groundwater as the main source of drinking water. In general, groundwater is used directly or through a very minimal treatment so groundwater quality has a high risk to its users. Especially now, the increasingly dense population can increase domestic and industrial activities which potentially reduces groundwater quality. The Government of Indonesia through the Ministry of PUPR is committed to providing a decent and safe source of drinking water, one of which is through improving the Drinking Water Supply System (SPAM) in different regions. Drinking water managed by the region through PDAM, generally has a better quality because it is equipped with a disinfection unit to eliminate various pathogenic microorganisms in its SPAM. People living in areas served by PDAMs can start switching to PDAM piping networks considering that the quality, quantity, and continuity of water are better maintained. 

However, if access to drinking water through the PDAM network is not yet available, the community still can use groundwater. The use of groundwater needs to be accompanied by additional treatment process so that the water quality is maintained from various contamination hazards. Lestari (2022) stated that the danger of E. coli-contaminated drinking water can be prevented by boiling water before drinking to kill these bacteria. In addition, prevention efforts can also be done by maintaining septic tanks as a source of E. coli contamination. Based on Sidiq (2022), septic tank maintenance is done by pumping fecal sludge periodically every 2-5 years.

 

Sources:

1. CDC (2014): E. coli (Escherichia coli) Questions and Answers, obtained through the internet site: https://www.cdc.gov/ecoli/general/index.html.

2. Detik (2022): Sumber Air Minum di Indonesia Tercemar Tinja, Ini Penyebabnya, obtained through the internet site: https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6476075/sumber-air-minum-di-indonesia-tercemar-tinja-ini-penyebabnya.

3. Lestari, T.Y. (2022): Dampak Mengonsumsi Air Minum Terpapar E. coli Bagi Tubuh, obtained through the internet site: https://www.klikdokter.com/info-sehat/pencernaan/dampak-mengonsumsi-air-minum-terpapar-e-coli-bagi-tubuh.

4. Ministry of Health (2023): Minister of Health Regulation Number 2 of 2023.

5. Ministry of Public Works and Housing (2016): PUPR Ministerial Regulation Number 27/PRT/M/2016.

6. Notodarmojo, S. (2005): Pencemaran Tanah & Air Tanah. Bandung: Penerbit ITB.

7. Odonkor, S.T. dan Mahami, T. (2020): Escherichia coli as a Tool for Disease Risk Assessment of Drinking Water Sources, International Journal of Microbiology, Volume 2020.

8. Prajoko, B.I. (2007): Pemetaan Kualitas Air Tanah di Kelurahan Bumijo dan Gowongan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, dengan Pemeriksaan Jumlah Bakteri Escherichia coli (E. coli), Undergraduate Thesis, Islamic University of Indonesia, Yogyakarta.

9. Price, R. G. dan Wildeboer, D. (2017): E. coli as an indicator of contamination and health risk in environmental waters dalam Escherichia coli-Recent Advances on Physiology, Pathogenesis, and Biotechnological Applications. London: IntechOpen.

10. Rizaty, M.A. (2022): Riset: 74,4% Sumber Air Minum Rumah Tangga RI Tercemar Tinja, obtained through the internet site: https://dataindonesia.id/ragam/detail/riset-744-sumber-air-minum-rumah-tangga-ri-tercemar-tinja.

11. Sapulete, M.R. (2010): Hubungan Antara Jarak Septic Tank ke Sumur Gali dan Kandungan Escherichia coli dalam Air Sumur Gali di Kelurahan Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado, Jurnal Biomedik, Volume 2, Nomor 3.

12. Sidiq, N.I. (2022): Analisis Spasial Kualitas Air Tanah Berdasarkan Parameter Mikrobiologi di Kecamatan Depok, Sleman, Undergraduate Thesis, Islamic University of Indonesia, Yogyakarta.

Photo Credit:

CDC (2021): Extended-spectrum ß-lactamase-producing (ESBLs) Enterobacteriaceae bacteria: Escherichia coli, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/7tgIlnxj2bM.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply 

#kontaminasiairminum #escherichiacoli #ecoli #kualitasair #waterquality #airminum #drinkingwater

Kesuksesan Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan dalam Meningkatkan Pelayanan Akses Air Minum

Available in English

08/A-NUWSP/Apr/2023

 

Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan yang diwakili oleh Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, mendapatkan kesempatan menjadi keynote speaker dalam salah satu lokakarya yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) pada 1 September 2022 lalu. Kegiatan ini bertajuk Lokakarya (Best Practices) Peningkatan Kapasitas Pemda dan BUMD Air Minum dalam Mewujudkan Pemenuhan Layanan Akses Layanan Air Minum di Daerah Program National Urban Water Supply Project (NUWSP). Berdasarkan Rakyat Merdeka (2022), Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan dipilih menjadi Best Practice dalam penetapan tarif batas atas dan batas bawah serta penerapan tarif air minum full cost recovery (FCR).

Gambar 1. Lokakarya (best practices) peningkatan kapasitas Pemda dan BUMD Air Minum

Sekilas Mengenai Tarif Air Minum

Untuk dapat dinikmati oleh masyarakat, proses penyediaan akses air minum tentunya memerlukan biaya dengan jumlah tertentu. Biaya ini tak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional penyediaan air minum saja, tetapi juga diperlukan untuk memelihara infrastruktur penyedian air minum serta mengembangkan layanan aksesnya (Istichori, 2018). Apabila kebutuhan biaya tersedia dengan baik, maka pelayanan akses air minum di daerah pun akan berjalan dengan baik sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Pemda dan BUMD Air Minum, dalam hal ini PDAM, merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan mengkaji dan menentukan besarnya komponen biaya dalam proses penyediaan air minum. Agar kebutuhan biaya penyediaan air minum dapat terpenuhi, Pemda dan PDAM perlu menetapkan tarif air minum yang akan dibebankan kepada masyarakat sebagai penerima akses.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, tarif air minum merupakan kebijakan biaya jasa layanan air minum yang ditetapkan kepala daerah untuk pemakaian setiap meter kubik (m3) atau satuan volume lainnya yang diberikan oleh BUMD yang wajib dibayar oleh pelanggan. Berkaitan dengan perolehan Best Practice oleh Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan dalam kerangka NUWSP, ditemukan istilah yang berhubungan dengan tarif air minum, yakni tarif batas atas dan tarif batas bawah. Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 menetapkan bahwa tarif batas atas dalam penyediaan air minum tidak boleh melampaui 4% dari pendapatan masyarakat pelanggan. Sementara itu tarif batas bawah merupakan tarif air minum yang nilainya sama dengan biaya dasar usaha penyediaan air minum. Penjelasan lebih rinci tentang tarif air minum dapat dilihat pada Permendagri Nomor 21 Tahun 2020.

​​​​​​​Full Cost Recovery (FCR) dan Strategi Kabupaten Lamongan dalam Mencapai FCR

Full Cost Recovery atau pemulihan biaya penuh merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kesehatan keuangan PDAM (Detak Pos, 2022). Berdasarkan Istichori dkk. (2018), kondisi FCR terjadi ketika pendapatan yang diperoleh dapat menutupi seluruh biaya dasar yang dikeluarkan untuk penyediaan air minum. Apabila kondisi FCR tercapai, proses penyediaan air minum yang dilakukan oleh PDAM pun dapat berjalan dengan baik. Pada lokakarya nasional yang diselenggarakan 1 September 2022 lalu, Bupati Lamongan mengutarakan beberapa strategi yang dilakukan Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan untuk mencapai FCR. Berdasarkan Detak Pos (2022), beberapa strategi yang dilakukan meliputi peningkatan cakupan layanan, reklasifikasi pelanggan, peningkatan pemakaian konsumsi rata-rata, serta peningkatan rasio karyawan dengan total jumlah sambungan rumah (SR). Dalam pelaksanaannya, strategi tersebut didukung oleh program NUWSP melalui optimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Babat di Kabupaten Lamongan.

Gambar 2. Water tank berkapasitas 800 m3 sebagai reservoir pada SPAM Babat

Optimalisasi SPAM Babat di Kabupaten Lamongan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Kesambi Pucuk, pembangunan reservoir dengan kapasitas 800 m3, pengadaan dan pemasangan pompa booster, serta pengadaan dan pemasangan pipa distribusi di IKK Made. Melalui rangkaian kegiatan tersebut, PDAM Kabupaten Lamongan mengalami peningkatan cakupan pelayanan. Dokumentasi NUWSP mencatat, terdapat area baru yang dilayani PDAM Kabupaten Lamongan, yakni Perumahan Bumi Tanjung Raya (Butara), Perumahan Wisma Tanjung Raya (Witara), dan Perumahan Bumi Mutiara Raya (BMR). Ketiga lokasi ini termasuk ke dalam wilayah pelayanan Unit Made. Peningkatan cakupan layanan juga dapat diidentifikasi dari adanya pemasangan SR baru. Hingga bulan Januari tahun 2023, terdapat 1824 SR baru yang telah terpasang di Kabupaten Lamongan. Rangkaian kegiatan pada optimalisasi SPAM Babat juga berpotensi memberikan dampak pada jumlah pemakaian air rata-rata. Menurut PDAM Kabupaten Lamongan, semula penyediaan air minum belum dapat melayani kebutuhan masyarakat selama 24 jam serta debit air yang keluar memiliki tekanan yang kecil. Melalui pembangunan reservoir dengan kapasitas 800 m3 dan pemasangan pompa booster, saat ini pelayanan air minum dapat diakses secara kontinu selama 24 jam, bahkan debit air yang terdistribusi ke tempat terjauh telah memiliki tekanan yang mencukupi.

Pemda dan PDAM Kabupaten Lamongan telah berhasil meningkatkan pelayanan akses air minum melalui peningkatan kuantitas (debit air yang mencukupi), kontinuitas (pelayanan air minum berlangsung 24 jam), serta tercapainya best practice tarif air minum (tarif batas atas, tarif batas bawah, dan tarif FCR) dalam mendukung keterjangkauan penyediaan air minum.

 

Sumber:

1. Detak Pos (2022): Bupati Yes Beberkan Sukses PDAM di Lokakarya Nasional, diperoleh melalui situs internet: https://detakpos.com/kabar/bupati-yes-beberkan-sukses-pdam-di-lokakarya-nasional/.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Istichori dkk. (2018): Analisis Penentuan Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Lamongan Berdasarkan Prinsip Full Cost Recovery, ITS Journal of Civil Engineering, Vol. 33 No. 1.

4. Kementerian Dalam Negeri (2020): Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.

5. Mubarok, Faqih (2022): Kemendagri Gelar Lokakarya Peningkatan Kapasitas Pemda, diperoleh melalui situs internet: https://rm.id/baca-berita/nasional/138774/ciptakan-akses-layanan-air-minum-di-daerah-kemendagri-gelar-lokakarya-peningkatan-kapasitas-pemda.

Kredit Foto:

Radar Bojonegoro (2022): PDAM Lamongan, diperoleh melalui situs internet: https://radarbojonegoro.jawapos.com/wp-content/uploads/2022/11/pdam-lmg.jpg.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

The Success Story of Lamongan’s Government and Its PDAM in Improving Drinking Water Services

The Local Government (Pemda) and PDAM of Lamongan Regency, represented by the Regent of Lamongan, Yuhronur Efendi, had the opportunity as the keynote speaker in one of the workshops organized by the Directorate General of Regional Development, Ministry of Home Affairs, on September 1st, 2022. This activity was titled “Workshop (Best Practices) Local Governments and Regional-Owned Water Companies (Drinking Water BUMD) Capacity Building in Realizing Access to Drinking Water Services within the National Urban Water Supply Project (NUWSP) Program Areas”. Based on Rakyat Merdeka daily newspaper (2022), Lamongan’s Government and its PDAM were selected as the Best Practice in determining the upper and lower limit water tariff and full cost recovery (FCR) drinking water tariff implementation.

Figure 1. Best Practices Workshop during Pemda and Drinking Water BUMD capacity building

Drinking Water Tariff at a Glance

The process of drinking water supply will certainly require a specific amount of money so drinking water can be accessed by the community. It costs not only to fulfill the drinking water supply’s operational needs but also to maintain its infrastructure and improve its services (Istichori, 2018). If the financial needs of drinking water supply are properly available, its services in the regions will run well so the wider community can enjoy it. Pemda and PDAM are stakeholders who have the authority in reviewing and determining the amount of cost components in the drinking water supply process. In achieving the financial needs of drinking water supply, Pemda and PDAM need to determine drinking water tariff that will be charged to the community as the beneficiaries.

Based on Minister of Home Affairs Regulation (Permendagri) Number 21 of 2020 concerning Amendments to Minister of Home Affairs Regulation Number 71 of 2016 on Calculation and Determination of Drinking Water Tariffs, drinking water tariffs is a drinking water service fee policy determined by the Regent for the use of each cubic meter (m3) or other volume units provided by BUMD which must be paid by the customer. In relation to the Best Practice attainment by Lamongan’s Government and its PDAM within the NUWSP framework, there are terms associated with drinking water tariffs, which are upper limit tariff and lower limit tariff. Permendagri Number 21 of 2020 stated that the upper limit tariff in drinking water supply must not exceed 4% of the customer’s income. Meanwhile, the lower limit tariff is the equal tariff to the basic cost of drinking water supply business. A more detailed explanation of drinking water tariffs can be seen in Permendagri Number 21 of 2020.

Full Cost Recovery (FCR) and Lamongan’s Strategy in Achieving FCR

Full Cost Recovery is an indicator that shows PDAM’s financial condition (Detak Pos, 2022). Based on Istichori et al. (2018), FCR conditions occur when the income earned can cover all the basic costs incurred for the provision of drinking water supply. If the FCR condition is reached, the drinking water supply process carried out by the PDAM can run well. At the national workshop which is held on September 1st, 2022, the Regent of Lamongan presented several strategies that were being carried out by Pemda and PDAM in achieving FCR condition. Based on Detak Pos (2022), several strategies implemented include improving service coverage, reclassifying customers, increasing average consumption usage, and increasing employee ratio with the number of house connections (SR). In practice, these strategies are supported by the NUWSP program through the optimization of Babat Drinking Water Supply System (SPAM) in Lamongan Regency.

Figure 2. 800 m3-capacity water tank as a reservoir at Babat SPAM

The optimization of Babat SPAM in Lamongan Regency consists of several activities, which are the procurement and installation of transmission pipelines in Kesambi Pucuk, construction of 800 m3-capacity reservoir, procurement and installation of booster pumps, as well as procurement and installation of distribution pipelines at IKK Made. Through these series of activities, PDAM of Lamongan Regency increased its service coverage. NUWSP documentation notes that there are new areas served by the PDAM which are Bumi Tanjung Raya Housing (Butara), Wisma Tanjung Raya Housing (Witara), and Bumi Mutiara Raya Housing (BMR). These three locations are included in Made unit service area. The increasing service coverage can also be identified by the new SRs installed. Until January 2023, there were 1.824 new SRs installed in Lamongan Regency. The optimization of Babat SPAM also potentially impacts the average amount of water used to be increased. According to PDAM of Lamongan Regency, previously the drinking water supply was not able to serve the community needs for 24 hours and the water outflow had a small pressure. With the construction of 800 m3-capacity reservoir and the installation of booster pump, drinking water services can be accessed continuously for 24 hours, even the water discharge being distributed to the farthermost places has sufficient pressure.

The Regional Government of Lamongan Regency along with their PDAM succeeded in improving drinking water access services by increasing quantity (adequate water debit), continuity (drinking water service lasting 24 hours), and achieving best practice drinking water tariffs (upper limit tariff, lower limit tariff, and FCR) in supporting the affordability of drinking water supply.

 

Sources:

1. Detak Pos (2022): Bupati Yes Beberkan Sukses PDAM di Lokakarya Nasional, obtained through the internet site: https://detakpos.com/kabar/bupati-yes-beberkan-sukses-pdam-di-lokakarya-nasional/.

2. Istichori, et al. (2018): Analisis Penentuan Tarif Air Minum PDAM Kabupaten Lamongan Berdasarkan Prinsip Full Cost Recovery, ITS Journal of Civil Engineering, Vol. 33 No. 1.

3. Ministry of Home Affairs (2020): Minister of Home Affairs Regulation (Permendagri) Number 21 of 2020.

4. Mubarok, Faqih (2022): Kemendagri Gelar Lokakarya Peningkatan Kapasitas Pemda, obtained through the internet site: https://rm.id/baca-berita/nasional/138774/ciptakan-akses-layanan-air-minum-di-daerah-kemendagri-gelar-lokakarya-peningkatan-kapasitas-pemda.

5. NUWSP documentations.

Photo Credit:

Radar Bojonegoro (2022): PDAM Lamongan, obtained through the internet site: https://radarbojonegoro.jawapos.com/wp-content/uploads/2022/11/pdam-lmg.jpg.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwsplamongan #kabupatenlamongan #pemdalamongan #pdamlamongan #aksesairminum #tarifairminum #fullcostrecovery

Dari Mana Air yang Kita Minum Berasal?

Available in English

07/B-NUWSP/Mar/2023

 

Air minum merupakan aspek penting yang diperlukan oleh tubuh manusia. Selain bermanfaat untuk melarutkan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, air minum juga bermanfaat untuk memfasilitasi pertumbuhan, mengatur suhu tubuh, membersihkan racun dalam tubuh, dan menjaga kelembaban organ-organ tubuh (Proverawati, 2009 dalam Sari, 2014; Sutanto, 2015 dalam Dinata, 2017). Karena memegang fungsi yang vital bagi tubuh, setiap orang direkomendasikan untuk mengonsumsi air minum sebanyak 2 liter per hari (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Air minum dapat diperoleh dari sumber yang bervariasi. Di Indonesia, kebutuhan air minum dapat dipenuhi melalui air yang dilayani oleh sistem perpipaan (PDAM), air minum dalam kemasan (AMDK), air minum isi ulang (AMIU), air tanah, serta sumber lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2020) dalam Bayu (2021), AMIU merupakan sumber air minum utama yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia pada tahun 2020, yakni sebesar 29,1%. Selain harganya yang murah, AMIU dianggap memiliki sifat yang praktis karena dapat dikonsumsi tanpa melalui proses pemasakan (Alfian dkk., 2021). Persentase rumah tangga menurut sumber air utama yang digunakan untuk minum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase rumah tangga menurut sumber air utama yang digunakan untuk minum (Bayu, 2021 berdasarkan Badan Pusat Statistik, 2020)

Berdasarkan gambar 1, sebanyak 90,5% rumah tangga di Indonesia telah memiliki akses terhadap air minum layak. Kementerian PUPR (2021) mendefinisikan air minum layak sebagai air minum rumah tangga, baik melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan, yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari jaringan perpipaan melalui sambungan rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, penampungan air hujan, dan sumber lainnya yang memungkinkan air terbebas dari kuman atau telah melalui proses disinfeksi (Dewi, 2019). Gambar 1 juga menunjukkan bahwa masih terdapat rumah tangga yang belum memperoleh akses terhadap air minum layak. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan akses air minum layak dengan target mencapai 100% pada tahun 2024. Target ini dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) berupa terpasangnya 10 juta SR. Dalam pelaksanaannya, target tersebut didukung oleh National Urban Water Supply Project (NUWSP) dengan salah satu parameter Key Performance Indicator (KPI) berupa 1,2 juta SR terpasang. Selain menginformasikan tentang bagaimana masyarakat Indonesia memperoleh akses terhadap air minum, melalui gambar 1, kita juga dapat mengelompokkan sumber air baku yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Apa yang dimaksud dengan air baku dan dari mana saja sumber air baku berasal dapat disimak pada uraian berikutnya.

Sumber Air Baku

Air baku merupakan bahan baku yang digunakan dalam proses penyediaan air minum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Air baku dapat berasal dari sungai, danau, waduk, mata air, sumur bor, sumur gali, penampungan air hujan, dan laut (Abdullah, 2014). Sebelum dapat digunakan sebagai bahan baku penyediaan air minum, air baku harus memenuhi syarat kualitas seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut Persatuan Insinyur Indonesia dalam Hartono (2016), air permukaan merupakan sumber air baku yang masih menjadi pilihan bagi PDAM dalam penyediaan air minum meski kualitasnya terburuk dibandingkan sumber lainnya. Air permukaan seperti air sungai, danau, dan waduk merupakan sumber air baku yang paling rawan terhadap pencemaran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Widi (2022), mayoritas sungai di Indonesia masuk ke dalam status tercemar. Dari 133 sungai, hanya 1 sungai yang memenuhi kualitas baku mutu. Meski kualitasnya terburuk, kuantitas dan kontinuitas air permukaan masih tersedia dalam jumlah yang besar (Hartono, 2016). Hartono (2016) juga mengemukakan berdasarkan kualitasnya, mata air merupakan sumber air baku yang kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan air permukaan. Mata air adalah salah satu jenis air tanah. Sumber air baku ini kerap kali digunakan oleh pengelola AMDK. Sayangnya, saat ini keberadaan air tanah semakin menurun. Selain kuantitasnya yang menurun, kualitas air tanah pun perlu diperhatikan karena umumnya air tanah memiliki kandungan besi dan mangan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sumber air baku lainnya. Selain air permukaan dan air tanah, air hujan juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku meski keberadaannya sangat bergantung pada musim. Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air baku dapat dilakukan melalui pembangunan waduk atau cekungan yang besar (Hartono, 2016). Air laut juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku. Pemanfaatan air laut dilakukan melalui proses desalinasi atau penghilangan kadar garam dari air (Kementerian PUPR, 2014). Saat ini, desalinasi air laut belum banyak ditemukan di Indonesia sehingga perlu dikembangkan lebih jauh lagi.

 

Sumber:

1. Abdullah, Ismail (2014): Perbaikan Kualitas Air Tanah Dangkal dengan Menggunakan Karbon Aktif, Batu Kapur/Karang dan Zeolit untuk Air Minum, Skripsi Program Sarjana, Universitas Bina Nusantara, Jakarta.

2. Alfian dkk. (2021): Mengenal Air Minum Isi Ulang. Padang: LPPM – Universitas Andalas.

3. Badan Pusat Statistik (2020): Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2020, diperoleh melalui situs internet: https://www.bps.go.id/publication/2020/12/31/68cf1c94411883822b83952f/indikator-perumahan-dan-kesehatan-lingkungan-2020.html.

4. Bayu, D. J. (2021): Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada 2020, diperoleh melalui situs internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar-masyarakat-indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020.

5. Dewi, L.S. (2019): Literatur Review: Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://bappeda.agamkab.go.id/Pojok/detail/17.

6. Dinata, I. M. C. (2017): Perancangan Kampanye Sosial Pentingnya Konsumsi Air Putih Bagi Anak Muda Melalui Ambient Media, Skripsi Program Sarjana, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

7. Hartono, D.H. (2016): Sumber Air Baku untuk Air Minum, diperoleh melalui situs internet: http://research.eng.ui.ac.id/news/read/47/sumber-air-baku-untuk-air-minum.

8. Kementerian Kesehatan RI (2018): Berapa Takaran Normal Air Agar Tidak Kekurangan Cairan dalam Tubuh?, diperoleh melalui situs internet: https://p2ptm.kemkes.go.id/preview/infografhic/berapa-takaran-normal-air-agar-tidak-kekurangan-cairan-dalam-tubuh#:~:text=Pada%20orang%20dewasa%2C%20konsumsi%20air,pada%20tubuh%20yaitu%20sekitar%2020%25.

9. Kementerian PUPR (2014): Desalinasi: Proses Menghilangkan Kadar Garam dalam Air, diperoleh melalui situs internet: https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/desalinasi-proses-menghilangkan-kadar-garam-dalam-air.

10. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.

11. Pemerintah Republik Indonesia (2015): Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

12. Pemerintah Republik Indonesia (2021): Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

13. Sari, I. P. T. P. (2014): Tingkat Pengetahuan Tentang Pentingnya Mengkonsumsi Air Mineral pada Siswa Kelas IV di SD Negeri Keputran A Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 10 Nomor 2.

14. Widi, Shilvina (2022): Mayoritas Sungai Indonesia Tercemar pada 2021, diperoleh melalui situs internet: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/mayoritas-sungai-indonesia-tercemar-pada-2021.

Kredit Foto:

Akyurt, Engin (2021): Person Holding Clear Drinking Glass, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/PCpoG06fcUI.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

Where Does Our Drinking Water Come From?

Drinking water is an important aspect needed by the human body. Besides being useful for dissolving nutrients that come into the body, drinking water is also useful for enabling growth, regulating body temperature, cleansing toxins inside the body, and keeping the organs moist (Proverawati, 2009 in Sari, 2014; Sutanto, 2015 in Dinata, 2017). Because of its vital function for the body, everyone is recommended to consume 2 liters of drinking water per day (Ministry of Health, 2018).

Drinking water can be obtained from various sources. In Indonesia, drinking water needs can be fulfilled through piped drinking water systems (PDAM), bottled drinking water (AMDK), refilled drinking water (AMIU), groundwater, and other sources. Based on data from the Central Bureau of Statistics (2020) on Bayu (2021), AMIU is the main source of drinking water most used by households in Indonesia in 2020 about 29.1%. Apart from its low price, AMIU is considered practical in nature because it can be consumed without going through the cooking process (Alfian et al., 2021). The percentage of households according to their main drinking water source can be seen in Figure 1.

Figure 1. Percentage of households according to main drinking water source (Bayu, 2021 based on the Central Bureau of Statistics, 2020)

Based on Figure 1, we can see about 90.5% of households in Indonesia have access to secure drinking water. The Ministry of Public Works and Housing (2021) defines secure drinking water as water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. Secure drinking water sourced from a house connection (SR), hydrant, borehole, protected spring or well, collected rainwater, and water disinfected at the point of use (Dewi, 2019). Figure 1 also showed there are households with no access to secure drinking water. Therefore, the Government of Indonesia is committed to increasing 100% secure drinking water access by 2024. This target is declared in the National Medium Term Development Plan (RPJMN) by installing 10 million SRs. In its implementation, the target is supported by the National Urban Water Supply Project (NUWSP) with one of the Key Performance Indicator (KPI) parameters in the form of 1.2 million SR installed. Besides providing information on how Indonesian people gain access to drinking water in Figure 1, we can also classify the used raw water sources. What does raw water mean? and where does it come from? These questions will be answered in the following explanation.

Raw Water

Raw water is the raw material used in supplying drinking water process. Based on the Government of Indonesia Regulation Number 122 of 2015 regarding Drinking Water Supply Systems; the raw water originates from surface water, groundwater, rainwater, and sea-water sources that meet certain quality standards as raw water for drinking water. Raw water can be originated from rivers, lakes, reservoirs, springs, drilled wells, dug wells, rainwater reservoirs, and the sea (Abdullah, 2014). Before it is utilized as a drinking water supply, raw water must fulfill quality requirements as specified in the Government of Indonesia Regulation Number 22 of 2021 concerning Environmental Protection and Management Implementation.

According to the Indonesian Engineers Association (PII) in Hartono (2016), surface water is a raw water source which is still the PDAMs choice in supplying drinking water though the quality is worse compared to other sources. Surface water, such as river, lake, and reservoir water are the raw water sources that are most prone to pollution. Based on data from the Central Bureau of Statistics in Widi (2022), the majority of rivers in Indonesia are in polluted status. Of the 133 rivers, only 1 river meets the quality standards. Even though the quality is bad, the quantity and continuity of surface water are still available in large quantities (Hartono, 2016). Hartono (2016) also stated that based on its quality, spring water is a source of raw water whose quality is better than surface water.

Spring water is a type of groundwater which is often used by AMDK providers. Unfortunately, currently the groundwater presence is decreasing. Groundwater quality also needs to be considered because generally, groundwater has a relatively higher iron and manganese content compared to other raw water sources. In addition to surface water and groundwater, rainwater can also be used as a source of raw water although its existence is very dependent on the season. Rainwater utilization as a raw water source can be done through large reservoirs or basin construction (Hartono, 2016). Seawater also can be used as a raw water source.  Seawater utilization is carried out by a desalination process or salt content removal from the water (Ministry of Public Works and Housing, 2014). Currently, seawater purification has not been initiated in Indonesia, therefore it needs further development.

 

Sources:

1. Abdullah, Ismail (2014): Perbaikan Kualitas Air Tanah Dangkal dengan Menggunakan Karbon Aktif, Batu Kapur/Karang dan Zeolit untuk Air Minum, Udergraduate Thesis, University of Bina Nusantara, Jakarta.

2. Alfian, et al. (2021): Mengenal Air Minum Isi Ulang. Padang: LPPM – Andalas University.

3. Bayu, D. J. (2021): Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada 2020, obtained through the internet site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar-masyarakat-indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020.

4. Central Bureau of Statistics (2020): Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2020, obtained through the internet site: https://www.bps.go.id/publication/2020/12/31/68cf1c94411883822b83952f/indikator-perumahan-dan-kesehatan-lingkungan-2020.html.

5. Dewi, L.S. (2019): Literatur Review: Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://bappeda.agamkab.go.id/Pojok/detail/17.

6. Dinata, I. M. C. (2017): Perancangan Kampanye Sosial Pentingnya Konsumsi Air Putih Bagi Anak Muda Melalui Ambient Media, Undergraduate Thesis, Soegijapranata Catholic University, Semarang.

7. Hartono, D.H. (2016): Sumber Air Baku untuk Air Minum, obtained through the internet site: http://research.eng.ui.ac.id/news/read/47/sumber-air-baku-untuk-air-minum.

8. Indonesian Government (2015): Indonesian Government Regulation Number 122 of 2015.

9. Indonesian Government (2021): Indonesian Government Regulation Number 22 of 2021.

10. Ministry of Health (2018): Berapa Takaran Normal Air Agar Tidak Kekurangan Cairan dalam Tubuh?, obtained through the internet site: https://p2ptm.kemkes.go.id/preview/infografhic/berapa-takaran-normal-air-agar-tidak-kekurangan-cairan-dalam-tubuh#:~:text=Pada%20orang%20dewasa%2C%20konsumsi%20air,pada%20tubuh%20yaitu%20sekitar%2020%25.

11. Ministry of Public Works and Housing (2014): Desalinasi: Proses Menghilangkan Kadar Garam dalam Air, obtained through the internet site: https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/desalinasi-proses-menghilangkan-kadar-garam-dalam-air.

12. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.

13. Sari, I. P. T. P. (2014): Tingkat Pengetahuan Tentang Pentingnya Mengkonsumsi Air Mineral pada Siswa Kelas IV di SD Negeri Keputran A Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 10 Nomor 2.

14. Widi, Shilvina (2022): Mayoritas Sungai Indonesia Tercemar pada 2021, obtained through the internet site: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/mayoritas-sungai-indonesia-tercemar-pada-2021.

Photo Credit:

Akyurt, Engin (2021): Person Holding Clear Drinking Glass, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/PCpoG06fcUI.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#sumberairminum #airminumlayak #sumberairbaku #drinkingwater

Peringatan Hari Air Sedunia 2023 di Kabupaten Ogan Ilir

Available in English

06/A-NUWSP/Mar/2023

 

Selamat Hari Air Sedunia!

Pada tanggal 22 Maret setiap tahunnya, Hari Air Sedunia diperingati. Peringatan ini diinisiasi sejak Sidang Umum PBB ke-47 pada tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Hari Air Sedunia pertama kalinya ditetapkan pada tanggal 22 Maret 1993. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih bagi kehidupan serta pentingnya melindungi sumber daya air bersih secara berkelanjutan (BBWS Sumatera VIII, 2021). Selain itu, Hari Air Sedunia juga bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang krisis air dan sanitasi yang mengancam di masa mendatang.

Peringatan Hari Air Sedunia memiliki tema yang diusung setiap tahunnya. Tema-tema yang diangkat pada peringatan Hari Air Sedunia sejak 1994 hingga saat ini dapat dilihat pada Gambar 1. Hari Air Sedunia pada tahun 2023 mengangkat tema “Accelerating Change”. “Accelerating Change” berarti mempercepat perubahan. Artinya, tema ini bermaksud mendorong terjadinya percepatan perubahan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi. Karena air memengaruhi kita semua, proses untuk mengatasi krisis air dan sanitasi membutuhkan tindakan dari setiap orang. Aksi ini bukan hanya dapat dilakukan secara individu, namun juga dapat dilakukan oleh komunitas tempat kita bernaung seperti sekolah, organisasi masyarakat, tempat bekerja, dan lain-lain. Peringatan Hari Air Sedunia 2023 mengajak kita semua untuk memainkan peran dan melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi (UN Water, 2023).

Gambar 1. Tema pada peringatan Hari Air Sedunia

Program National Urban Water Supply Project (NUWSP) ikut memainkan peran dalam “Accelerating Change”, mempercepat perubahan untuk mengatasi krisis air di masa mendatang. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses air bersih di Indonesia. Pelaksanaan NUWSP telah tersebar di 50 kabupaten/kota dengan aktivitas yang bervariasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Salah satu contoh permasalahan yang dijumpai yaitu kurangnya pendistribusian air bersih ke masyarakat, seperti di Kabupaten Ogan Ilir, khususnya di Daerah Indralaya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pelaksanaan program NUWSP dilakukan dengan membangun dua booster yaitu booster Timbangan dan booster Al-Ittifaqiah, pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tanjung Senai, intake Tanjung Senai, serta pemasangan jaringan perpipaan baik jaringan perpipaan transmisi maupun distribusi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengoptimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Indralaya sehingga masyarakat dapat menikmati air bersih secara merata baik dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya.

Dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia, Balai Prasarana dan Permukiman Wilayah (BPPW) Sumatera Selatan mengadakan kegiatan penanaman pohon produktif, salah satunya pada lokasi kegiatan optimalisasi SPAM Indralaya di Kabupaten Ogan Ilir. Kegiatan penanaman pohon produktif ini dimulai pada lokasi kegiatan pembangunan IPA Tanjung Senai dan dilanjutkan pada lokasi kegiatan pembangunan booster Al-Ittifaqiah. Adapun pihak yang berpartisipasi dalam kegiatan ini diantaranya perwakilan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Ilir, Pjs Direktur PDAM Tirta Ogan, tim Supervisi CSC-2 NUWSP, tim penyedia jasa, dan Field Assistant (FA) NUWSP Kabupaten Ogan Ilir. Beberapa jenis pohon yang ditanam meliputi pohon nangka, jambu air, jambu mete, mangga, jeruk, dan kelengkeng. Kegiatan dimulai dengan penanaman pohon jambu air oleh Kepala BPPW Sumatera Selatan, dilanjutkan dengan penanaman pohon jambu mete oleh perwakilan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Ilir, penanaman pohon mangga oleh Pjs Direktur PDAM Tirta Ogan, dan diakhiri dengan penanaman pohon jeruk oleh tim Supervisi CSC-2 NUWSP. Kegiatan penanaman pohon sebagai peringatan Hari Air Sedunia di Kabupaten Ogan Ilir dapat dilihat pada Gambar 2. Langkah penanaman pohon ini merupakan salah satu aksi yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis air. Melalui penanaman pohon, kita dapat menjaga ketersediaan air tanah sebagai salah satu sumber daya air.

   

Gambar 2. Kegiatan penanaman pohon pada peringatan Hari Air Sedunia di Kabupaten Ogan Ilir

Ada begitu banyak aksi dan tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatasi krisis air dan sanitasi di masa mendatang. Mari bersama-sama kita ubah pola penggunaan, konsumsi, dan pengelolaan air menjadi lebih bijaksana. Mari bersama-sama kita mainkan peran dalam mengatasi krisis air dan sanitasi. Mari menjadi bagian dari perubahan. Selamat Hari Air Sedunia!

 

Sumber:

1. BBWS Sumatera VIII (2021): Peringatan Hari Air Dunia (World Water Day), diperoleh melalui situs internet: https://sda.pu.go.id/balai/bbwssumatera8/2021/04/28/peringatanhari-air-seduniaworld-water-day/.

2. Dokumentasi NUWSP

3. UN Water (2023): World Water Day 2023 Accelerating Change, diperoleh melalui situs internet: https://www.worldwaterday.org/.

 

Ditulis oleh:

Depi Saputra

Anugrah Rizaldy

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

World Water Day 2023 Commemoration in Ogan Ilir Regency

Happy World Water Day!

World Water Day is celebrated on March 22 every year. This commemoration was initiated since the 47th UN General Assembly on December 22, 1992 in Rio de Janeiro, Brazil. The World Water Day was declared for the first time on March 22, 1993. This commemoration intends to increase public awareness both on the importance of clean water for life and protecting clean water resources in a sustainable manner (BBWS Sumatra VIII, 2021). In addition, World Water Day also aims to make people aware of the water and sanitation crisis that threatens in the future.

The World Water Day commemoration has a theme for every year. The themes raised in commemoration of World Water Day from 1994 until now can be seen in Figure 1. World Water Day in 2023 carries the theme "Accelerating Change". This theme intends to encourage the acceleration of change to overcome the water and sanitation crisis. Because water affects all of us, the process of addressing water and sanitation crisis requires action from everyone. This action not only can be carried out individually, but also by the communities such as schools, community organizations, workplaces, and others. The World Water Day 2023 commemoration invites all of us to participate and do anything possible in overcoming the water and sanitation crisis (UN Water, 2023).

Figure 1. The World Water Day themes

The National Urban Water Supply Project (NUWSP) program takes a part in “Accelerating Change” to overcome future water crisis. This program intends to improve access to clean water in Indonesia. The implementation of NUWSP has spread across 50 regencies/cities with activities that vary according to the problems faced by each region. One example of the problems faced is the lack of clean water supply to communities, such as in Ogan Ilir regency, especially in the Indralaya region. To overcome these problems, the NUWSP program implementation was carried out by building two boosters in Timbangan and Al-Ittifaqiah, Tanjung Senai Water Treatment Plant (WTP) construction, Tanjung Senai intake construction, and installation of transmission and distribution pipelines. These activities are carried out to optimize the Indralaya Drinking Water Supply System (SPAM) so that the community can enjoy clean water evenly in terms of quality, quantity, and continuity.

In commemoration of World Water Day, the Regional Infrastructure and Settlement Center (BPPW) of South Sumatra held productive-tree planting activities, one of which was at the location of NUWSP program in Ogan Ilir regency. This productive-tree planting activity began at the construction site of Tanjung Senai WTP and Al-Ittifaqiah. The parties who participated in this activity included representatives of the Ogan Ilir PUPR Office, the PDAM Tirta Ogan Acting Director, the NUWSP CSC-2 supervision team, the service provider team, and the NUWSP Field Assistant of Ogan Ilir Regency. Some types of trees planted include jackfruit, water guava, cashew, mango, orange, and longan trees. The activity began with planting guava trees by the Head of South Sumatra BPPW, followed by cashew trees planting by representatives of the Ogan Ilir PUPR Office, mango trees planting by the Acting Director of PDAM Tirta Ogan, and ending with citrus trees planting by the NUWSP CSC-2 supervision team. The tree planting activities as a commemoration of World Water Day in Ogan Ilir regency can be seen in Figure 2. This tree planting step is one of the actions that can be taken to overcome the water crisis.  Through tree planting, we can maintain the availability of groundwater as a water resource.

​​​​​​​   

Figure 2. Tree planting activity at the World Water Day commemoration in Ogan Ilir regency

There are so many actions and measures to be taken in overcoming the water and sanitation crisis for the future ahead. Together, let's change our water consumption pattern and water management to be wiser. Let's play our part together in tackling the water and sanitation crisis and let's be part of the change. Happy World Water Day!

 

Sources:

1. BBWS Sumatera VIII (2021): Peringatan Hari Air Dunia (World Water Day), obtained through the internet site: https://sda.pu.go.id/balai/bbwssumatera8/2021/04/28/peringatanhari-air-seduniaworld-water-day/.

2. NUWSP Documentations.

3. UN Water (2023): World Water Day 2023 Accelerating Change, obtained through the internet site: https://www.worldwaterday.org/.

 

Written by:

Depi Saputra

Anugrah Rizaldy

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwspoganilir #kabupatenpoganilir #pdamoganilir #pdamtirtaogan #bppwsumateraselatan

Peningkatan Akses Air Minum Layak untuk Penurunan Angka Stunting

Available in English

05/B-NUWSP/Mar/2023

 

Air merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup manusia, terutama pada aspek kesehatan. Air dengan kualitas yang buruk dapat memicu berbagai penyakit seperti diare, cacingan, Environmental Enteric Dysfunction (EED), disentri, tifus, dan lain-lain (Journal of Environmental and Public Health Editorial Board, 2022; Olo dkk., 2021). Tak hanya itu, Kementerian Kesehatan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengemukakan bahwa kualitas air bersamaan dengan sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama tingginya angka stunting di Indonesia, dengan kontribusi mencapai 60%. Angka ini mengalahkan faktor lainnya yaitu gizi buruk yang hanya berkontribusi sebesar 40% (Air Kami, 2021; Genbest, 2022). Artinya, faktor air memegang peranan yang sangat penting dalam kejadian stunting di Indonesia.

Mengenal Stunting

Berdasarkan Candra (2020), stunting merupakan suatu kondisi kurangnya tinggi badan seseorang jika dibandingkan dengan tinggi normal berdasarkan usianya. Pengukuran stunting dilakukan berdasarkan standar yang dibuat oleh World Health Organization (WHO). Seseorang dikatakan mengalami stunting apabila nilai tinggi badan per umurnya berada di bawah -2 standar deviasi (<-2SD). Karena tinggi badan merupakan salah satu indikator status gizi, adanya stunting menunjukkan bahwa terdapat masalah gizi pada seseorang. Menurut Vilcins dkk. (2018) serta Mbuya dan Humphrey (2016) dalam Olo dkk. (2021), stunting terjadi akibat kekurangan gizi pada jangka waktu yang lama (kronis) serta infeksi berulang selama 1.000 hari pertama kehidupan.

Stunting merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Indonesia. Bila seseorang mengalami stunting sejak dini, beberapa gangguan berpotensi muncul, baik gangguan mental, psikomotor, hingga kecerdasan (Candra, 2020). Selain itu, Black dkk. (2013) memperkirakan stunting menyebabkan 1.1 juta kematian anak setiap tahunnya atau setara dengan 17% dari seluruh kematian anak pada tahun 2011. Karena memiliki kaitan yang erat dengan tingkat kesehatan hingga kematian anak, stunting menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi sumber daya manusia di masa mendatang. Oleh sebab itu, penurunan angka stunting menjadi hal yang urgen untuk diselesaikan.

Bagaimana Faktor Air Memengaruhi Stunting?

Setiap harinya, manusia memerlukan akses terhadap air, baik untuk keperluan konsumsi maupun sanitasi. Kaitan erat antara faktor air dengan stunting terletak pada kualitas air yang digunakan. Salah satu ciri kualitas air yang buruk yaitu adanya berbagai patogen. Apabila air dengan kualitas yang buruk digunakan, kondisi tubuh manusia dapat terganggu. Terganggunya sistem di dalam tubuh manusia dapat diidentifikasi dengan munculnya penyakit. Diare dan cacingan merupakan contoh penyakit yang kerap dialami apabila seseorang mengonsumsi air dengan kualitas yang buruk. Bila seorang balita mengalami diare, akan ada banyak cairan dan mikronutrien (nutrisi penting) yang terbuang dari dalam tubuh anak. Terbuangnya nutrisi pada tubuh anak juga terjadi apabila seorang balita terinfeksi cacing. Cacing yang masuk ke dalam tubuh akan menyerap nutrisi dan membuat nafsu makan anak menurun. Apabila infeksi ini terjadi terus menerus, seorang anak akan mengalami malnutrisi dan pertumbuhannya jadi melambat (Genbest, 2022).

Gambar 1. Ilustrasi balita yang mengalami diare

Kondisi Stunting di Indonesia

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia yaitu 21,6%. Artinya, dari seluruh balita yang dilakukan pengukuran tinggi badan, sebanyak 21,6% di antaranya mengalami stunting. Angka ini telah mengalami penurunan 2,8% dari tahun sebelumnya karena pada SSGI tahun 2021 prevalensi stuntingnya mencapai 24,4%. Meski mengalami penurunan, stunting di Indonesia masih menduduki peringkat kedua terbanyak di ASEAN setelah Kamboja. Selain itu, prevalensi stunting saat ini pun masih lebih tinggi dari toleransi stunting maksimal yang ditetapkan WHO yakni sebesar 20% (Indriani, 2021). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan berbagai upaya menekan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu peningkatan akses air minum layak untuk mencapai 100% pada tahun 2024 mengingat air menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi angka stunting di Indonesia. Komitmen ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) melalui target 10 juta Sambungan Rumah (SR). Dalam pelaksanaannya, target tersebut didukung oleh National Urban Water Supply Project (NUWSP) dengan salah satu parameter Key Performance Indicator (KPI) berupa 1,2 juta SR.

Kontribusi NUWSP dalam Upaya Penurunan Angka Stunting di Indonesia

Ada begitu banyak faktor yang memengaruhi kejadian stunting di Indonesia, beberapa di antaranya yaitu akses pangan, pola asuh, faktor lingkungan, serta faktor akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini tertuang dalam kerangka konsep status gizi pada Buku Saku SSGI Tahun 2021 seperti terlihat pada Gambar 2. Oleh karena itu, identifikasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi penurunan angka stunting di Indonesia serta nilai kontribusinya memerlukan riset lebih jauh yang mendalam. Namun, apabila dilihat dari salah satu variabel berupa akses terhadap air minum layak, NUWSP telah ikut ambil bagian dalam upaya penurunan angka stunting di Indonesia. NUWSP merupakan program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan air minum jaringan perpipaan bagi masyarakat di daerah perkotaan. NUWSP telah dilaksanakan di berbagai daerah yang tersebar di 50 kabupaten/kota pada 22 provinsi berbeda. Berdasarkan Buku Saku SSGI Tahun 2021, kejadian stunting ditemukan di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Apabila pemerintah ingin berupaya penuh dalam penurunan angka stunting melalui variabel akses terhadap air minum layak, peningkatan perlu dilakukan di seluruh 514 kabupaten/kota. Dengan dilaksanakannya program NUWSP di 50 kabupaten/kota, maka setidaknya NUWSP telah berkontribusi dalam upaya menekan angka stunting pada 9.73% daerah yang terindikasi memiliki kejadian stunting di Indonesia. Nilai ini dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah lokasi program NUWSP dan lokasi kejadian stunting di seluruh Indonesia. Meski besaran partisipasinya masih kecil, semoga ke depannya peningkatan akses air minum layak lebih meluas dan dapat menurunkan kejadian stunting di Indonesia.

Gambar 2. Kerangka konsep status gizi

 

Sumber:

1. Air Kami (2021): Kualitas Air & Sanitasi Buruk Penyebab Utama Stunting, diperoleh melalui situs internet: https://airkami.id/kualitas-air-sanitasi-buruk-penyebab-utama-stunting/.

2. Black, R. E. dkk. (2013): Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-Income Countries, The Lancet, 382(9890), 427–451.

3. Candra, Aryu (2020): Epidemiologi Stunting, diperoleh melalui situs internet: http://eprints.undip.ac.id/80670/1/Buku_EPIDEMIOLOGI_STUNTING_KOMPLIT.pdf.

4. Genbest (2022): Pentingnya Air Bersih Untuk Cegah Stunting, diperoleh melalui situs internet: https://genbest.id/articles/pentingnya-air-bersih-untuk-cegah-stunting.

5. Indriani (2021): Stunting RI Urutan Kedua ASEAN, Apa yang Dilakukan Pemerintah?, diperoleh melalui situs internet: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5692457/stunting-ri-urutan-kedua-asean-apa-yang-dilakukan-pemerintah.

6. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, diperoleh melalui situs internet: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.

7. Kementerian Kesehatan (2021): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021, diperoleh melalui situs internet: https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/.

8. Kementerian Kesehatan (2022): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, diperoleh melalui situs internet: https://promkes.kemkes.go.id/download/grjm/files46531.%20MATERI%20KABKPK%20SOS%20SSGI.pdf.

9. Olo, A., Mediani, H.S., dan Rakhmawati, W. (2021): Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 5(2) 2021: 1113-1126.

Kredit Foto:

1. Kwanchaichaiudom dalam Canva Pro

2. McClung, Johnny (2018): Selective Focus Photography of Girl Drinking Water, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/uDM99xirqI4

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

 


 

The Improvement of Secure Drinking Water Access Reducing Stunting Rates

Water is one of the factors that determine the quality of human life, especially regarding health. Water with poor quality can trigger various diseases such as diarrhea, Environmental Enteric Dysfunction (EED), dysentery, typhus, and others (Journal of Environmental and Public Health Editorial Board, 2022; Olo et al., 2021). Not only that, the Ministry of Health in Basic Health Research (Riskesdas) in 2013 stated that water quality and poor sanitation are the main cause of high stunting rates in Indonesia, which contribute up to 60%. This value beats another factor such as malnutrition which only contributes 40% (Air Kami, 2021; Genbest, 2022). It means that the water factor plays a significant role in Indonesia’s stunting incidence.

Get to Know Stunting

Based on Candra (2020), stunting is a condition when a person has a low height for their age. Stunting is measured by World Health Organization (WHO) standards. A person can be considered stunted if their height value per age is below -2 standard deviations (<-2SD). Because height is one of the nutritional status indicators, stunting indicates that there is a nutritional problem in a person. According to Mbuya and Humphrey (2016) in Olo et al. (2021) and Vilcins et al. (2018), stunting occurs due to chronic malnutrition and repeated infections during the first 1,000 days of life.

Recently, stunting has become a global concern, including in Indonesia. If someone is stunted at an early age, several disorders potentially appear, such as mental, psychomotor, and intelligence disorders (Candra, 2020). In addition, Black et al. (2013) estimate that stunting causes 1.1 million child deaths each year, which is equivalent to 17% of all child deaths in 2011. As it is closely related to health level and child mortality, stunting is one of the factors that affect the condition of future human resources. Therefore, reducing stunting rates is an urgent thing to solve.

How Does Water Affect Stunting?

Every day, humans need access to clean water, both for consumption and sanitation purposes. The close relation between water and stunting lies in the water quality used. Poor water quality can be recognized by the presence of various pathogens. Poor-quality water can affect human body. Disruption of the human body system can be identified by the appearance of diseases. Diarrhea and worms are examples of diseases that are often experienced when someone consumes poor-quality water. When a toddler has diarrhea, there will be a lot of fluids and micronutrients (essential nutrients) wasted from the child's body. Waste of nutrients in the child's body also occurs if a toddler is infected with worms. Worms that enter the body will absorb nutrients and make the child's appetite decrease. If this infection occurs continuously, a child will experience malnutrition and slow growth (Genbest, 2022).

Figure 1. An illustration of toddler having diarrhea

Stunting in Indonesia

Based on the Indonesian Nutritional Status Study Results (SSGI) in 2022, the stunting prevalence in Indonesia is 21.6%, which means that from all toddlers measured, 21.6% of them were stunted. This rate has decreased to 2.8% from the previous year because in SSGI 2021 Indonesia’s stunting prevalence reached 24.4%. Despite the decline, stunting in Indonesia is still ranked second most in ASEAN after Cambodia. In addition, the current stunting prevalence is still higher than the maximum stunting tolerance set by WHO, which is 20% (Indriani, 2021). Therefore, the Indonesian government is committed to reducing the stunting rate up to 14% in 2024 by various efforts. One of the efforts made by the government is to increase 100% secure drinking water access by 2024 considering that water is one of the main factors affecting Indonesia’s stunting rate. This commitment is written in the National Medium Term Development Plan (RPJMN) through the target of 10 million house connections (SR). In its implementation, the target is supported by the National Urban Water Supply Project (NUWSP) with one of the Key Performance Indicator (KPI) parameters in the form of 1.2 million SR.

NUWSP Contribution in Reducing Stunting Rates in Indonesia

There are so many factors that influence the stunting incidence in Indonesia, some of which are access to food, parenting styles, environmental factors, and access to health services. This is written in the conceptual framework of nutritional status by the Ministry of Health (2021) as shown in Figure 2. Therefore, identified factors that influence stunting rate reduction in Indonesia and their contribution value requires further in-depth research. However, when we are only viewing one variable which is access to secure drinking water, NUWSP has taken part in efforts to reduce stunting rates in Indonesia. NUWSP is a national program that aims to improve access and quality of piped drinking water services for people in urban areas. NUWSP was implemented in various regions spread over 50 regencies/cities within 22 different provinces. Based on SSGI Pocket Book 2021, stunting was found in 514 regencies/cities throughout Indonesia. If the government wants to make full efforts in reducing the stunting rate through secure drinking water access variable, improvements need to be made in all 514 regencies/cities. With the implementation of NUWSP program in 50 regencies/cities, NUWSP at least has contributed to stunting rate-reducing efforts in 9.73% of areas indicated to have stunting throughout Indonesia. This value is calculated based on a comparison between the number of NUWSP program locations and stunting locations throughout Indonesia. Even though the participation is still small, hopefully the increase in secure drinking water access in the future will be more widespread and can reduce the stunting incidence in Indonesia.

Figure 2. Conceptual framework of nutritional status (Ministry of Health, 2021)

 

Sources:

1. Air Kami (2021): Kualitas Air & Sanitasi Buruk Penyebab Utama Stunting, obtained through the internet site: https://airkami.id/kualitas-air-sanitasi-buruk-penyebab-utama-stunting/.

2. Black, R. E. et al. (2013): Maternal and Child Undernutrition and Overweight in Low-Income and Middle-Income Countries, The Lancet, 382(9890), 427–451.

3. Candra, Aryu (2020): Epidemiologi Stunting, obtained through the internet site: http://eprints.undip.ac.id/80670/1/Buku_EPIDEMIOLOGI_STUNTING_KOMPLIT.pdf.

4. Genbest (2022): Pentingnya Air Bersih Untuk Cegah Stunting, obtained through the internet site: https://genbest.id/articles/pentingnya-air-bersih-untuk-cegah-stunting.

5. Indriani (2021): Stunting RI Urutan Kedua ASEAN, Apa yang Dilakukan Pemerintah?, obtained through the internet site: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5692457/stunting-ri-urutan-kedua-asean-apa-yang-dilakukan-pemerintah.

6. Journal of Environmental and Public Health Editorial Board (2022): Water Quality and Associated Health Risks, obtained through the internet site: https://www.hindawi.com/journals/jeph/si/924385/.

7. Ministry of Health (2021): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021, obtained through the internet site: https://www.litbang.kemkes.go.id/buku-saku-hasil-studi-status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2021/.

8. Ministry of Health (2022): Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, obtained through the internet site: https://promkes.kemkes.go.id/download/grjm/files46531.%20MATERI%20KABKPK%20SOS%20SSGI.pdf.

9. Olo, A., Mediani, H.S., dan Rakhmawati, W. (2021): Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 5(2) 2021: 1113-1126.

Photo Credit:

1. Kwanchaichaiudom in Canva Pro.

2. McClung, Johnny (2018): Selective Focus Photography of Girl Drinking Water, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/uDM99xirqI4.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#airminumlayak #stunting #rpjmn #malnutrition

Warga Kelurahan Keniten, Kabupaten Ponorogo Mendapatkan Akses Terhadap Air Minum Layak Melalui NUWSP

Available in English

04/A-NUWSP/Mar/2023

 

Akses terhadap air minum layak merupakan hal yang penting bagi setiap manusia. Kementerian PUPR (2021) mendefinisikan air minum layak sebagai air minum yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan serta memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari Sambungan Rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, serta penampungan air hujan (WHO, 2000). Terpenuhinya kebutuhan akan air minum layak dapat menjamin kualitas hidup manusia serta menjamin keberlangsungan aktivitas hariannya. Menurut data BPS dalam Data Indonesia (2022), sebesar 90,87% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap air minum layak pada tahun 2021. Persentase tersebut naik dari tahun-tahun sebelumnya seperti terlihat pada Gambar 1. Meski angka tersebut mengalami peningkatan, Pemerintah Indonesia tetap berupaya agar akses air minum layak mencapai 100% pada tahun 2024, salah satunya melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP).

Gambar 1. Persentase rumah tangga dengan air minum layak di Indonesia (BPS dalam Data Indonesia, 2022)

NUWSP merupakan program nasional yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan air minum jaringan perpipaan bagi masyarakat di daerah perkotaan. Program ini pun bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja Pemda serta PDAM dalam memberikan pelayanan air minum. NUWSP telah dilaksanakan di berbagai daerah, salah satunya yaitu Kabupaten Ponorogo. Di area ini, PDAM setempat mendapatkan bantuan untuk mengoptimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) BNA.

Sekilas tentang SPAM BNA di Kabupaten Ponorogo

Pada tahun 2020, SPAM BNA di Kabupaten Ponorogo melayani sebanyak 32.575 penduduk. Daerah yang dilayani tersebar di 32 desa pada 15 kecamatan berbeda. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di area setempat, PDAM Kabupaten Ponorogo mengelola air yang bersumber dari 8 unit sumur dalam. Dari keseluruhan sumur yang tersedia, dua di antaranya sudah tidak berfungsi sehingga pelayanan air menjadi tidak optimal. Selain terbatasnya daerah pelayanan serta tidak berfungsinya 2 unit sumur sebagai sumber produksi air minum, tantangan lainnya yang dihadapi oleh Kabupaten Ponorogo dalam penyediaan air yakni rendahnya tekanan air pada jam puncak serta waktu layanan yang belum mencapai 24 jam.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam penyediaan air minum di area setempat, Pemda dan PDAM Kabupaten Ponorogo berinisiatif turut serta dalam program NUWSP sejak tahun 2020. Kerja sama tersebut melahirkan berbagai peningkatan pada sistem penyediaan air minum di Kabupaten Ponorogo seperti terlihat pada Gambar 2. Melalui NUWSP, Kabupaten Ponorogo mendapatkan bantuan untuk memperluas daerah layanannya dengan pemasangan jaringan pipa distribusi serta penambahan SR baru. Tak hanya perluasan daerah layanan saja, penguatan kapasitas produksi pun turut dilakukan. Sebagai pengganti dari 2 unit sumur yang tidak berfungsi, Kabupaten Ponorogo mendapatkan bantuan untuk membuat 2 unit sumur baru di wilayah Sewelut dan Mrican yang masing-masing memiliki kapasitas 15 liter/detik. Untuk menjamin kontinuitas dalam penyediaan air minum, unit ground reservoir dengan kapasitas 300 m3 dibangun. Harapannya, air yang ditampung di dalam ground reservoir dapat menjamin ketersediaan air selama 24 jam di wilayah setempat.

​​​​​​​Gambar 2. Peningkatan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Ponorogo

Pelaksanaan program NUWSP di Kabupaten Ponorogo telah dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat sekitar, salah satunya oleh Bapak Winarto, warga Kelurahan Keniten. Semula, Kelurahan Keniten merupakan salah satu wilayah yang belum mendapatkan akses air minum dari PDAM. Bapak Winarto sebelumnya memenuhi kebutuhan air hariannya dengan bergantung kepada air dari sumur pompa. Namun, debit air yang keluar dari sumur tersebut sangat rendah, terutama saat musim kemarau. Setelah program NUWSP, Kelurahan Keniten menjadi salah satu daerah yang mendapatkan akses air minum layak. Berkat SR baru yang terpasang, beliau sangat bersyukur karena sudah tidak bergantung pada air dari sumur pompa. Selain itu, air yang mengalir dari SR pun memiliki debit yang besar.

 

Sumber:

1. Data Indonesia (2022): 90,78% Rumah Tangga RI Punya Akses Air Minum Layak pada 2021, diperoleh melalui situs internet: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/9078-rumah-tangga-ri-punya-akses-air-minum-layak-pada-2021.

2. Dokumentasi NUWSP.

3. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak#:~:text=Dataset%20ini%20berisi%20data%20Jumlah,kesehatan%20dan%20dapat%20langsung%20diminum.

4. WHO (2000): Global Water Supply And Sanitation Assessment 2000 Report, diperoleh melalui situs internet: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

 

Ditulis oleh:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

 


 

Residents at Keniten Village, Ponorogo Regency Got Access to Secure Drinking Water Through NUWSP

Access to secure drinking water is important to every human being. The Ministry of Public Works and Housing (2021) defines secure drinking water as water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. The secure drinking water sources include household connections, public standpipes, boreholes, protected dug wells, protected springs, and rainwater collection (WHO, 2000). Fulfilling the need for secure drinking water can guarantee the human life quality and guarantee their daily activities continuity. According to Data Indonesia (2022), 90.87% of households in Indonesia have access to secure drinking water in 2021. Although this percentage has increased from the previous years (see Figure 1), the Indonesian Government continues striving for secure drinking water access to reach 100% by 2024, one of which is through the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program.

Figure 1. Percentage of households with secure drinking water in Indonesia (BPS in Data Indonesia, 2022)

NUWSP is a national program intended to improve access and quality of piped drinking water services for people in urban areas. This program also aims to increase the local governments and PDAMs capacity and performance in providing drinking water services. NUWSP has been implemented in various regions, one of which is Ponorogo Regency. In this district, the local PDAM received assistance to optimize Basic Net Area (BNA) Drinking Water Supply System (SPAM).

Overview of BNA SPAM in Ponorogo Regency

In 2020, BNA SPAM at Ponorogo Regency served a total of 32,575 residents. The served areas are spread across 32 villages in 15 different subdistricts. To meet the need for clean water in the local area, PDAM of Ponorogo Regency manages water from 8 deep wells. Of all the available wells, two of them are no longer functioning so water services are not optimal. Apart from the limited service area and the non-functioning deep wells as a source of drinking water production, other challenges faced by Ponorogo Regency in water supply service are the low water pressure during peak hours and the service times that have not reached 24 hours.

To overcome various drinking water supply problems in the local area, the Regional Government and PDAM of Ponorogo Regency have participated in the NUWSP program since 2020. This collaboration has resulted in various improvements to the drinking water supply system at Ponorogo Regency as shown in Figure 2. Through NUWSP, Ponorogo Regency received assistance to expand its service area by installing the distribution pipeline and adding new house connections (SRs). It is not only expanding service areas but also strengthening production capacity as well. As a replacement for 2 non-functioning deep wells, Ponorogo Regency received assistance to construct 2 new wells in the Sewelut and Mrican areas, each of which has 15 liters/second capacity. To ensure the drinking water supply continuity, a ground reservoir unit with a capacity of 300 m3 was built. Hopefully, the water stored in the ground reservoir can guarantee 24-hours water accessibility in the local area.

Figure 2. SPAM improvement in Ponorogo Regency

The NUWSP program implementation in Ponorogo Regency has been perceived as beneficial by the local community, one of them is Mr. Winarto, a Keniten Village resident. Originally, Keniten Village was one of the areas that had not received access to drinking water from PDAM. Mr. Winarto previously met his daily water needs by relying on water from pumping wells. However, the water that comes out from the well is very low, especially during the dry season. After the NUWSP program, Keniten Village became one of the areas that had access to secure drinking water. Because of the new house connection installed, Mr. Winarto feels very grateful as he is no longer dependent on pumping well’s water and he can get access to water with high pressure.

 

Sources:

1. Data Indonesia (2022): 90,78% Rumah Tangga RI Punya Akses Air Minum Layak pada 2021, obtained through the internet site: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/9078-rumah-tangga-ri-punya-akses-air-minum-layak-pada-2021

2. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak#:~:text=Dataset%20ini%20berisi%20data%20Jumlah,kesehatan%20dan%20dapat%20langsung%20diminum.

3. NUWSP Documentations.

4. WHO (2000): Global Water Supply And Sanitation Assessment 2000 Report, obtained through the internet site: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.

 

Written by:

Deviana Matudilifa Yusuf

Edith Riane

Translated by:

Suri Saraswati

 

#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply

#nuwspponorogo #kabupatenponorogo #pdamponorogo #pdamtirtadharma

  • Direktorat Air Minum,
    Ditjen Cipta Karya,
    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
    Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru,
    Jakarta 12110.


  • 021-72796907

  • cpmunuwsp@gmail.com
    Visitor
  • Total:406,773
  • Bulan Ini :11,917
  • Seminggu Terakhir :8,285
  • Hari ini :681