Available in English
17/B-NUWSP/Juni/2023
Menurut Sudarsono dan Nurkholis (2020), saat ini pembiayaan infrastruktur air minum di Indonesia masih mengandalkan sumber dana pemerintah. Sumber pembiayaan ini menjadi penyuplai utama dalam pengembangan infrastruktur air minum khususnya dalam pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum), meskipun kondisinya rentan dipengaruhi oleh perekonomian negara dan dunia. Sumber dana pemerintah yang dimaksud meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), Hibah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Aspek pembiayaan masih menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia (baca selengkapnya di sini). Pasalnya, pembiayaan infrastruktur air minum tidak bisa bergantung pada dana pemerintah saja karena pemerintah hanya mampu menampung 30-37% dari total kebutuhan pembiayaan infrastruktur air minum (Permana, 2023). Selain itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam kegiatan Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2023 mengemukakan bahwa Indonesia membutuhkan Rp 123,4 triliun untuk mencapai universal akses air minum berupa 10 juta sambungan rumah. Namun, APBN diproyeksikan hanya mampu memenuhi 17% atau sekitar Rp 21 triliun dan APBD sebesar 13% atau sekitar Rp 15,6 triliun (Kementerian PUPR, 2023; Saptowalyono, 2023). Sementara 70% sisanya perlu dicari dari sumber pembiayaan lainnya. Oleh sebab itu, alternatif pembiayaan diperlukan untuk pengembangan infrastruktur air minum. Inilah yang menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia.
Gambar 1. Wakil Presiden Indonesia, Ma’ruf Amin, dalam acara Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2023 (Cahaya Siang, 2023)
Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Air Minum
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur, Kementerian PUPR (2022) mengemukakan beberapa pola pembiayaan alternatif untuk pengembangan infrastruktur air minum, di antaranya melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pinjaman perbankan, business to business (B2B), serta pembiayaan lainnya, seperti pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
1. KPBU – Penyediaan infrastruktur melalui KPBU dilakukan dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD. Pembiayaan infrastruktur sebagian atau seluruhnya bersumber dari Badan Usaha setelah mempertimbangkan pembagian risiko di antara para pihak (Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur).
2. Pinjaman perbankan – Pinjaman perbankan bagi BUMD Air Minum dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan program ini dengan syarat BUMD Air Minum memiliki kinerja sehat, memiliki tarif full cost recovery (FCR), tidak memiliki hutang atau bagi BUMD Air Minum yang memiliki tunggakan wajib mengikuti program restrukturisasi, dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan (Sudarsono dan Nurkholis, 2020).
3. B2B – B2B merupakan kerja sama yang dilakukan antara BUMD Air Minum dengan pihak swasta. Untuk mendukung implementasinya, skema pembiayaan perlu diformulasikan dengan baik karena umumnya pihak swasta memerlukan business plan yang jelas (Permana, 2023).
4. CSR – CSR merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengembangan infrastruktur air minum menggunakan dana CSR dapat berupa pembangunan SPAM baru maupun pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan SPAM (Sudarsono dan Nurkholis, 2020).
Gambar 2. Ilustrasi pembiayaan infrastruktur air minum yang bervariasi
Untuk mengimplementasikan inovasi pembiayaan pada pengembangan infrastruktur air minum, strategi pemberian insentif dapat dilakukan. Kementerian PUPR telah berupaya memberikan insentif sebagai pemicu tumbuhnya inovasi pembiayaan infrastruktur air minum, salah satunya melalui program NUWSP berjenis Bantuan Pendamping. Pada Bantuan Pendamping ini, Pemda dan BUMD Air Minum yang berhasil menghimpun dana nonpemerintah untuk infrastruktur air minum akan diberikan insentif sesuai dengan target pengembangan cakupan layanan yang akan dilakukannya. Semoga ke depannya skema insentif dapat meluas sehingga pembiayaan infrastruktur air minum dapat diperoleh dari sumber yang bervariasi dan universal akses air minum dapat tercapai.
Sumber:
1. Kementerian PUPR (2022): Pola Pembiayaan Alternatif Dibutuhkan dalam Penyelenggaraan Penyediaan Air Minum, diperoleh melalui situs internet: https://pembiayaan.pu.go.id/news/detail/166/Pola-Pembiayaan-Alternatif-Dibutuhkan-Dalam-Penyelenggaraan-Penyediaan-Air-Minum.
2. Kementerian PUPR (2023): Kembangkan Pembiayaan Bidang Air Minum, Kementerian PUPR Undang Badan Usaha di Seminar Water and Innovative Finance, diperoleh melalui situs internet: https://sahabat.pu.go.id/eppid/page/kilas_berita/3590/Kembangkan-Pembiayaan-Bidang-Air-Minum-Kementerian-PUPR-Undang-Badan-Usaha-di-Seminar-Water-and-Innovative-Finance.
3. Pemerintah Indonesia (2015): Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
4. Permana, A. (2023): Infrastruktur Sektor Air Butuh Alternatif Investasi, ITB Siap Bantu dari Sisi Inovasi, diperoleh melalui situs internet: https://www.itb.ac.id/berita/infrastruktur-sektor-air-butuh-alternatif-investasi-itb-siap-bantu-dari-sisi-inovasi/59315.
5. Saptowalyono, C.A. (2023): Wapres: Indonesia Hadapi Kesenjangan Pembiayaan Infrastruktur Air, diperoleh melalui situs internet: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/06/wapres-amin-indonesia-hadapi-kesenjangan-pembiayaan-infrastruktur-air.
6. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 20 No. 1.
Kredit Foto:
1. Cahaya Siang (2023): Kegiatan IWWEF Dibuka Wapres Ma’ruf Amin, Bupati JG dan Dirut PDAM Minut Ikut Serta, diperoleh melalui situs internet: https://cahayasiang.id/kegiatan-iwwef-dibuka-wapres-maruf-amin-bupati-jg-dan-dirut-pdam-minut-ikut-serta/.
2. Our Future Water (2023): Financing Water Security: Bridging the Funding Gap, diperoleh melalui situs internet: https://www.linkedin.com/pulse/financing-water-security-bridging-funding-gap-robert-brears/.
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
How is Drinking Water Infrastructure Financing in Indonesia?
According to Sudarsono and Nurkholis (2020), currently drinking water infrastructure financing in Indonesia still relies on government funding sources (public funds). This source of financing is the main supplier in the development of drinking water infrastructure, especially in the Drinking Water Supply System (SPAM) development, although its condition is vulnerable to being affected by the national and global economy. Public funds include the state budget (APBN), special allocation fund (DAK), grants, and regional budget (APBD).
The financial aspect is one of Indonesia’s drinking water supply’s challenges (read more here). The reason is that drinking water infrastructure financing cannot depend on public funds alone because the government can only accommodate 30-37% of the total financial needs (Permana, 2023). In addition, Indonesia’s Vice President, Ma'ruf Amin in the Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2023 stated that Indonesia needs 123.4 trillion IDR to achieve drinking water universal access in the form of 10 million house connections. However, the state budget is projected to only be able to meet 17% of it or around 21 trillion IDR, while the regional budget is only 13% or around 15.6 trillion IDR (Ministry of Public Works and Housing, 2023; Saptowalyono, 2023). Meanwhile, the remaining 70% needs to be covered by other financing sources. Therefore, alternative financing is needed for the development of drinking water infrastructure.
Figure 1. Vice President of Indonesia, Ma'ruf Amin, at the Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2023 (Cahaya Siang, 2023)
Alternatives of Drinking Water Infrastructure Financing
The Director General of Infrastructure Financing, Ministry of Public Works and Housing (2022) named several alternatives in financing patterns for the development of drinking water infrastructure, including Government and Business Entity Cooperation (KPBU), banking loans, business to business (B2B), and other financing types, such as the utilization of Corporate Social Responsibility (CSR) funds.
1. KPBU – The provision of infrastructure through KPBU is carried out by referring to the specifications that have been previously set by the Minister/Head of Institution/Regional Head/State-owned Enterprise (BUMN)/Local-owned Enterprise (BUMD). Infrastructure financing is partially or fully sourced from business entities after considering risk sharing among the parties (Presidential Regulation No. 38 of 2015).
2. Banking loans – Banking loans for local government-owned water utility (PDAM) are carried out based on Presidential Regulation No. 29 of 2009. The government will facilitate the implementation of this program if PDAM has healthy performance, has a full cost recovery (FCR) tariff, and has no debt. If PDAM has arrears, they must participate in the restructuring program, and get approval from the Minister of Finance (Sudarsono and Nurkholis, 2020).
3. B2B – B2B is a collaboration between PDAM and private parties. To support its implementation, financing schemes need to be well formulated because generally, private parties need a clear business plan (Permana, 2023).
4. CSR – CSR is a form of corporate social responsibility towards the surrounding environment. The development of drinking water infrastructure using CSR funds can be in the form of new SPAM construction and community empowerment in SPAM development (Sudarsono and Nurkholis, 2020).
Figure 2. Illustration of varied drinking water infrastructure financing
To implement financing innovations in the development of drinking water infrastructure, incentive strategies can be carried out. The Ministry of Public Works and Housing has tried to provide incentives as a trigger for the growth of innovation in drinking water infrastructure financing, one of which is through the NUWSP program (Bantuan Pendamping). Through this program, local governments and PDAMs that have succeeded in leveraging nongovernment funds for drinking water infrastructure will be given incentives in accordance with the target of the planned service coverage development. Hopefully, in the future, the incentive scheme can expand so that drinking water infrastructure financing can be obtained from varied sources and universal access to drinking water can be achieved.
Sources:
1. Indonesian Government (2015): Presidential Regulation No. 38 of 2015.
2. Ministry of Public Works and Housing (2022): Pola Pembiayaan Alternatif Dibutuhkan dalam Penyelenggaraan Penyediaan Air Minum, obtained through the internet site: https://pembiayaan.pu.go.id/news/detail/166/Pola-Pembiayaan-Alternatif-Dibutuhkan-Dalam-Penyelenggaraan-Penyediaan-Air-Minum.
3. Ministry of Public Works and Housing (2023): Kembangkan Pembiayaan Bidang Air Minum, Kementerian PUPR Undang Badan Usaha di Seminar Water and Innovative Finance, obtained through the internet site: https://sahabat.pu.go.id/eppid/page/kilas_berita/3590/Kembangkan-Pembiayaan-Bidang-Air-Minum-Kementerian-PUPR-Undang-Badan-Usaha-di-Seminar-Water-and-Innovative-Finance.
4. Permana, A. (2023): Infrastruktur Sektor Air Butuh Alternatif Investasi, ITB Siap Bantu dari Sisi Inovasi, obtained through the internet site: https://www.itb.ac.id/berita/infrastruktur-sektor-air-butuh-alternatif-investasi-itb-siap-bantu-dari-sisi-inovasi/59315.
5. Saptowalyono, C.A. (2023): Wapres: Indonesia Hadapi Kesenjangan Pembiayaan Infrastruktur Air, obtained through the internet site: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/06/06/wapres-amin-indonesia-hadapi-kesenjangan-pembiayaan-infrastruktur-air.
6. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Vol. 20 No. 1.
Photo Credits:
1. Cahaya Siang (2023): Kegiatan IWWEF Dibuka Wapres Ma’ruf Amin, Bupati JG dan Dirut PDAM Minut Ikut Serta, obtained through the internet site: https://cahayasiang.id/kegiatan-iwwef-dibuka-wapres-maruf-amin-bupati-jg-dan-dirut-pdam-minut-ikut-serta/.
2. Our Future Water (2023): Financing Water Security: Bridging the Funding Gap, obtained through the internet site: https://www.linkedin.com/pulse/financing-water-security-bridging-funding-gap-robert-brears/.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply #airminum #drinkingwater #infrastruktur #infrastructure #finansial #financialaspect #pembiayaan #financingwater
Available in English
16/A-NUWSP/Mei/2023
Masih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan air tanah sebagai sumber air untuk minum (baca selengkapnya di sini). Kualitas air tanah yang dikonsumsi perlu diperhatikan agar tidak mengganggu kesehatan. Sayangnya, pencemaran air tanah marak terjadi hingga memengaruhi kualitas air tanah. Penyebabnya dapat berasal dari kontaminasi dengan bakteri kotoran manusia, residu pupuk, mineral dalam tanah, hingga intrusi air laut (Khaira, 2013; Miswadi, 2009; Putranto dan Kusuma, 2009). Tulisan ini akan membahas tentang salah satu penyebab tercemarnya air tanah, yaitu intrusi air laut.
Mengenal Intrusi Air Laut
Putranto dan Kusuma (2009) menjelaskan, intrusi air laut adalah masuknya atau menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung di dalamnya. Hal ini menyebabkan air tanah berubah menjadi payau atau bahkan asin. Ilustrasi intrusi air laut dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut USGS dalam Kompas (2022), intrusi air laut dapat terjadi karena adanya pengambilan air tanah yang berlebihan. Secara alamiah, air laut tidak dapat masuk jauh ke daratan sebab air tanah memiliki tekanan aliran yang lebih kuat dibandingkan dengan air laut (Warnana, 2020). Namun, tekanan aliran air tanah dapat berkurang ketika pengambilan air tanah secara berlebihan dilakukan. Jika hal ini terjadi, ketinggian muka air tanah perlahan menurun dan selanjutnya tekanan aliran air tanah pun berkurang. Pada saat tekanan aliran air tanah berkurang, air laut akan menekan ke arah aliran air tanah dan mengisi pori-pori batuan yang semula diisi oleh air tawar (Indriatmoko, 2016; Putranto dan Kusuma, 2009).
Gambar 1. Ilustrasi intrusi air laut (USGS, 2019)
Di Indonesia, potensi terjadinya pencemaran air tanah oleh intrusi air laut sangat besar, mengingat 70% wilayah Indonesia merupakan lautan (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kulon Progo, 2022). Salah satu wilayah di Indonesia yang sebagian areanya terdampak intrusi air laut adalah Kabupaten Brebes. Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah Kabupaten Brebes (2019) mengemukakan bahwa perubahan kondisi lingkungan berupa intrusi air laut telah terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Brebes. Wilayah pesisir Kabupaten Brebes terletak di bagian utara dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kawasan ini merupakan daerah yang intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti pusat pemerintahan, pemukiman, industri, dan pertambakan.
Intrusi air laut di Kabupaten Brebes salah satunya dapat dijumpai di Kecamatan Losari (Istivan, 2015). Field Assistant NUWSP Kabupaten Brebes melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat di lokasi ini untuk mengetahui kondisi di lapangan. Berdasarkan wawancara tersebut, masyarakat menuturkan bahwa air tanah yang berasal dari sumur warga kebanyakan berasa hingga payau/asin. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah masuknya air laut ke dalam tanah atau intrusi air laut. Penggunaan air tanah yang berlebihan dan penurunan daratan adalah faktor utama terjadinya pencemaran air tanah ini.
Gambar 2. Wawancara masyarakat Kecamatan Losari oleh Field Assistant NUWSP Kabupaten Brebes
Perumda Air Minum Tirta Baribis selaku penyedia air minum di Kabupaten Brebes melakukan survei untuk mengetahui sumber air yang diakses masyarakat Kecamatan Losari. Hasil survei tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat menggunakan air tanah sebagai sumber airnya, baik yang diperoleh melalui sumur dangkal maupun sumur dalam. Apabila masyarakat menggunakan air tanah yang telah terkontamisi oleh air laut secara terus menerus, hal ini dapat memicu berbagai gangguan kesehatan seperti dehidrasi, kerusakan ginjal, hingga masalah pencernaan (Yani, 2021). Kondisi ini dapat diminimalisir dengan meningkatkan akses terhadap air minum layak.
Untuk meningkatkan akses air minum layak di Kabupaten Brebes, Pemerintah Daerah dan Perumda Air Minum Tirta Baribis Kabupaten Brebes berinisiasi mengajukan bantuan melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP). Dengan adanya program NUWSP di Kabupaten Brebes, sambungan air minum ke rumah masyarakat diharapkan dapat meningkat dan masyarakat dapat mengakses air dengan kualitas yang lebih baik.
Sumber:
1. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Kulon Progo (2022): Kita Bangsa Maritim, diperoleh melalui situs internet: https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/534/kita-bangsa-maritim.
2. Badan Pusat Statistik (2023): Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Sumber Air Minum Layak (Persen), 2010-2022, diperoleh melalui situs internet: https://www.bps.go.id/indicator/29/845/1/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-dan-sumber-air-minum-layak.html
3. Dokumentasi Field Assistant NUWSP Kabupaten Brebes.
4. Dokumentasi Perumda Air Minum Tirta Baribis.
5. Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah Kabupaten Brebes (2019): Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) Kabupaten Brebes Tahun 2019, diperoleh melalui situs internet: https://dlh.brebeskab.go.id/wp-content/uploads/2021/04/DIKPLHD-2019-KABUPATEN-BREBES-1_2_2.pdf.
6. Indriatmoko, R.H. (2016): Analisis Terhadap Perubahan Salinitas Air Tanah Dangkal pada Sistem Akuifer Tak Tertekan Cekungan Jakarta, Jurnal Air Indonesia, Vol. 9 No. 1.
7. Istivan P.N., Okkyviano (2015: Penyebaran Air Tanah (Aquifer) Berdasarkan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Pada Daerah Dusun Sirame Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, Skripsi Program Sarjana, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.
8. Khaira, K. (2013): Penentuan Kadar Besi (Fe) Air Sumur dan Air PDAM dengan Metode Spektrofotometri, Jurnal Sainstek, Vol. V No. 1: 17-23.
9. Kompas (2022): Apa Itu Intrusi Air Laut?, diperoleh melalui situs internet: https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/01/203200823/apa-itu-intrusi-air-laut-
10. Miswadi, S.S. (2009): Kajian Spasial Kualitas Air Tanah Bebas Berdasarkan Kedalaman Mukai Air Tanah: Studi Kasus di Dataran Aluvial DAS Pemali Kabupaten Brebes, Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 16 No. 2.
11. Putranto, T.T. dan Kusuma, K.I. (2009): Permasalahan Air Tanah pada Daerah Urban, Jurnal Teknik, Vol. 30 No.1.
12. USGS (2019): Saltwater Intrusion, diperoleh melalui situs internet: https://www.usgs.gov/mission-areas/water-resources/science/saltwater-intrusion.
13. Warnana (2020): Intrusi Air Laut, diperoleh melalui situs internet: https://www.its.ac.id/tgeofisika/wp-content/uploads/sites/33/2020/08/Dr-Dwa-Desa-Warnana-Teknik-Geofisika-ITS-Intrusi-Air-Laut.pdf.
14. Yani, I.F. (2021): Kenapa Tidak Boleh Minum Air Laut Meskipun Sedang Kehausan?, diperoleh melalui situs internet: https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/tak-boleh-minum-air-laut/.
Kredit Foto:
Fahmy, Ameen (2016): White Sand, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/3V8gdLbwDOI.
Ditulis oleh:
Tito Ghazy Aflah
Rizfan Hilmi Mubaroq
Deviana Matudilifa Yusuf
Seawater Intrusion Phenomenon in Brebes Regency
Many Indonesians still use groundwater as their drinking water source (read more here). Groundwater quality should be considered so as not to harm human health. Unfortunately, groundwater pollution is happening a lot and can affect the quality of groundwater. The pollution can be caused by contamination of human fecal bacteria, fertilizer residue, minerals in the soil, and seawater intrusion (Khaira, 2013; Miswadi, 2009; Putranto and Kusuma, 2009). This article will explain further about seawater intrusion.
Get to Know Seawater Intrusion
Putranto and Kusuma (2009) explained, seawater intrusion is the entry or infiltration of seawater into rock pores and pollutes the groundwater contained therein. This process makes groundwater turn brackish or even salty. An illustration of seawater intrusion can be seen in Figure 1. According to USGS in Kompas (2022), seawater intrusion can occur due to excessive groundwater extraction. Naturally, seawater cannot enter deep into the land because groundwater has a stronger pressure than seawater (Warnana, 2020). However, groundwater pressure can be reduced when excessive extraction happens. If this happens, the groundwater level will slowly decrease and then the groundwater pressure will also decrease. When it happens, seawater will move toward groundwater flow and fill the rock pores that were originally filled by freshwater (Indriatmoko, 2016; Putranto and Kusuma, 2009).
Figure 1. Illustration of seawater intrusion (USGS, 2019)
In Indonesia, the phenomenon of seawater intrusion is potentially large, considering that 70% of Indonesia's territory is ocean (National and Political Unity Agency of Kulon Progo Regency, 2022). Brebes Regency is one of the regions in Indonesia that is affected by seawater intrusion. The Environment and Waste Management Office of Brebes Regency (2019) stated that changes in environmental conditions in the form of seawater intrusion have occurred in Brebes coastal area. The coastal area of Brebes Regency is located in the northern part and is directly adjacent to the Java Sea. This area is intensively used for human activities, such as the center of government, settlements, industry, and aquaculture.
Seawater intrusion in Brebes coastal area can be found in Losari District (Istivan, 2015). NUWSP Field Assistant of Brebes Regency conducted interviews with several residents in this location to find out the real condition. Based on the interview, the residents said that groundwater extracted from their wells mostly tasted brackish/salty. A factor that causes this condition is the entry of seawater into the ground or seawater intrusion. Excessive groundwater use and land subsidence are the main factors of this phenomenon.
Figure 2. NUWSP Field Assistant of Brebes Regency interview Losari residents
Local government-owned water utility (Perumdam) Tirta Baribis as a drinking water provider in Brebes Regency conducted a survey to find out the water sources accessed by Losari residents. The result shows that most people use groundwater as their water source, both obtained through shallow and deep wells. If the residents use groundwater that has been contaminated by seawater continuously, this can trigger various health problems such as dehydration, kidney damage, and digestive problems (Yani, 2021). This condition can be minimized by increasing access to secure drinking water.
To improve secure drinking water access in Brebes Regency, the Government of Brebes Regency and Perumdam Tirta Baribis initiated a proposal for assistance through the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program. With the NUWSP program in Brebes Regency, drinking water house connections are expected to increase and people can access better quality water.
Sources:
1. Documentation of Perumdam Tirta Baribis.
2. Environment and Waste Management Office of Brebes Regency (2019): Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) Kabupaten Brebes Tahun 2019, obtained through the internet site: https://dlh.brebeskab.go.id/wp-content/uploads/2021/04/DIKPLHD-2019-KABUPATEN-BREBES-1_2_2.pdf.
3. Indriatmoko, R.H. (2016): Analisis Terhadap Perubahan Salinitas Air Tanah Dangkal pada Sistem Akuifer Tak Tertekan Cekungan Jakarta, Jurnal Air Indonesia, Vol. 9 No. 1.
4. Istivan P.N., Okkyviano (2015: Penyebaran Air Tanah (Aquifer) Berdasarkan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Pada Daerah Dusun Sirame Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, Undergraduate Thesis, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.
5. Khaira, K. (2013): Penentuan Kadar Besi (Fe) Air Sumur dan Air PDAM dengan Metode Spektrofotometri, Jurnal Sainstek, Vol. V No. 1: 17-23.
6. Kompas (2022): Apa Itu Intrusi Air Laut?, obtained through the internet site: https://www.kompas.com/sains/read/2022/07/01/203200823/apa-itu-intrusi-air-laut-
7. Miswadi, S.S. (2009): Kajian Spasial Kualitas Air Tanah Bebas Berdasarkan Kedalaman Mukai Air Tanah: Studi Kasus di Dataran Aluvial DAS Pemali Kabupaten Brebes, Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 16 No. 2.
8. National and Political Unity Agency of Kulon Progo Regency (2022): Kita Bangsa Maritim, obtained through the internet site: https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/534/kita-bangsa-maritim.
9. NUWSP Field Assistant of Brebes Regency Documentation.
10. Putranto, T.T. dan Kusuma, K.I. (2009): Permasalahan Air Tanah pada Daerah Urban, Jurnal Teknik, Vol. 30 No.1.
11. USGS (2019): Saltwater Intrusion, obtained through the internet site: https://www.usgs.gov/mission-areas/water-resources/science/saltwater-intrusion.
12. Warnana (2020): Intrusi Air Laut, obtained through the internet site: https://www.its.ac.id/tgeofisika/wp-content/uploads/sites/33/2020/08/Dr-Dwa-Desa-Warnana-Teknik-Geofisika-ITS-Intrusi-Air-Laut.pdf.
13. Yani, I.F. (2021): Kenapa Tidak Boleh Minum Air Laut Meskipun Sedang Kehausan?, obtained through the internet site: https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/tak-boleh-minum-air-laut/.
Photo Credit:
Fahmy, Ameen (2016): White Sand, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/3V8gdLbwDOI.
Written by:
Tito Ghazy Aflah
Rizfan Hilmi Mubaroq
Deviana Matudilifa Yusuf
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#nuwspbrebes #kabupatenbrebes #pemdabrebes #perumdambrebes #tirtabaribis #kualitasairtanah #groundwaterquality #intrusiairlaut #seawaterintrusion #airtanah #groundwater #airlaut #seawater
Available in English
15/B-NUWSP/Mei/2023
Air merupakan salah satu kebutuhan penting untuk menunjang kehidupan manusia. Manusia memerlukan air untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan lain-lain. Karena dibutuhkan untuk berbagai keperluan, kualitas air menjadi hal yang perlu diperhatikan. Salah satu permasalahan kualitas air yang kerap kali muncul adalah air yang berwarna kekuningan (Pratama S., 2023). Pernahkah Anda menjumpai air berwarna kekuningan? Mengapa hal ini dapat terjadi dan bagaimana dampaknya? Pertanyaan inilah yang akan dijawab pada uraian-uraian berikutnya.
Penyebab Air Berwarna Kekuningan
Air yang berwarna kekuningan dapat terjadi ketika air tersebut mengandung kadar besi yang tinggi (Khaira, 2013). Bagaimana kandungan besi dapat masuk ke dalam air? Besi merupakan mineral yang membentuk 5% dari kerak bumi (Wahid, 2006). Oleh sebab itu, besi dapat ditemui pada hampir seluruh tempat di bumi, baik pada semua lapisan batuan maupun semua badan air (Febrina dan Ayuna, 2015). Endapan besi salah satunya dijumpai pada batuan. Ketika hujan turun dan membasahi batuan, air tersebut melarutkan sebagian besi. Air yang membawa besi ini kemudian akan merembes melalui tanah atau mengalir menjadi air permukaan (Program Studi Teknik Mesin UMA, 2022). Oleh sebab itu, kandungan besi dapat dijumpai pada air tanah dan air permukaan. Wahid (2006) mengemukakan bahwa kandungan besi pada air permukaan umumnya tidak melebihi 1 miligram/liter. Namun di dalam tanah kadar besi jauh lebih tinggi, sehingga air tanah sangat rentan terhadap kandungan besi yang tinggi.
Di Indonesia, masyarakat masih bergantung pada keberadaan air tanah. Data Badan Pusat Statistik tahun 2020 dalam Bayu (2021) menunjukkan bahwa 19,09% rumah tangga di Indonesia menggunakan air tanah sebagai sumber air utama yang diperoleh melalui sumur bor/pompa (baca artikel selengkapnya di sini). Di sumur dalam, di mana kandungan oksigen rendah, besi dalam air bersifat terlarut dan tidak memberi warna apapun. Sehingga, air yang baru saja keluar dari keran mungkin berwarna jernih. Namun ketika masuk ke wadah penampungan dan terkena udara, besi akan membentuk endapan. Endapan ini akan mengubah besi yang semula berwarna putih, kemudian kuning, hingga akhirnya menjadi merah kecokelatan. Endapan inilah yang mengubah warna air menjadi kekuningan hingga merah kecokelatan (Oktiana, 2019; Varner dkk., 1996; Wahid, 2006).
Gambar 1. Air sumur yang berwarna kuning (Nazava, 2019)
Dampak Penggunaan Air Berwarna Kekuningan
Apabila air yang berwarna kekuningan digunakan, terdapat beberapa masalah yang berpotensi muncul. Beberapa dampak yang dapat muncul menurut Joko (2010) dalam Oktiana (2019) dan Achmad (2004) dalam Khaira (2013), yaitu:
- Meninggalkan noda pada bak, wastafel, maupun kloset;
- Meninggalkan noda kekuningan pada pakaian, porselen, maupun alat lainnya jika digunakan untuk mencuci;
- Merusak pipa karena sifatnya yang korosif;
- Jika endapan yang tertinggal di pipa dibiarkan dan mengeras, dapat terjadi penyempitan pipa;
- Mengubah kualitas air karena timbulnya perubahan warna, rasa, dan bau;
- Mengganggu kesehatan karena memicu terjadinya iritasi mata dan kulit; dan
- Merusak dinding usus jika mengonsumsi dalam jumlah yang banyak.
Gambar 2. Noda merah kecokelatan pada wastafel (Kompas dalam Rahma, 2023)
Itulah sekilas penjelasan tentang penyebab dan dampak penggunaan air yang berwarna kekuningan. Untuk mencegah bahaya yang timbul, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memastikan bahwa air yang kita gunakan berasal dari sumber yang kualitasnya terjaga. Apabila jangkauan terhadap air yang berkualitas masih terbatas, kita dapat melakukan pengolahan sederhana pada air yang berwarna kekuningan dengan menggunakan tawas, arang tempurung kelapa, ijuk, batu kerikil, pasir bersih, dan bahan lainnya (Pratama, 2019). Proses ini dilakukan agar endapan yang dihasilkan pada air berwarna kekuningan dapat dihilangkan.
Sumber:
1. Bayu, D. J. (2021): Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada 2020, diperoleh melalui situs internet: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar-masyarakat-indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020.
2. Febrina, L. dan Ayuna, A. (2015): Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik, Jurnal Teknologi Universitas Muhammadiyah Jakarta, Volume 7 No. 1.
3. Khaira, K. (2013): Penentuan Kadar Besi (Fe) Air Sumur dan Air PDAM dengan Metode Spektrofotometri, Jurnal Sainstek, Vol. V No. 1: 17-23.
4. Oktiana, B. (2019): Sachet Kulit Pisang Sebagai Media Penurunan Kandungan Besi (Fe) Air Sumur Gali di Dusun Tempursari, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Skripsi Program Sarjana, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta.
5. Pratama S., R.A. (2023): 5 Cara Mengatasi Air Sumur Bor Kuning dan Berminyak. Efektif Tanpa Ribet!, diperoleh melalui situs internet: https://berita.99.co/air-sumur-bor-kuning/.
6. Program Studi Teknik Mesin UMA (2022): Zat Besi pada Air, diperoleh melalui situs internet: https://mesin.uma.ac.id/2022/06/02/zat-besi-pada-air/.
7. Varner, D.L., Skipton, S., Hay, D., dan Jasa, P.J. (1996): G96-1280 Drinking Water: Iron and Manganese, diperoleh melalui situs internet: https://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2422&context=extensionhist.
8. Wahid, E.N. (2006): Pengaruh Variasi Ketebalan Karbon Aktif Granular (Arang Tempurung Kelapa) Terhadap Penurunan Kadar Fe dan Mn dalam Air Tanah, Skripsi Program Sarjana, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Kredit Foto:
1. Nazava (2019): Dirty Well Water, diperoleh melalui situs internet: https://cdn-bfmpc.nitrocdn.com/dFRSETZOEOvPFaGygBpbfFfchyzqYDPZ/assets/images/optimized/rev-de9df8d/wp-content/uploads/2019/04/dirty-well.-waterjpg.jpg.
2. Rahma (2023): Kinclong! Inilah Cara Mudah Menghilangkan Noda Karat di Kamar Mandi, diperoleh melalui situs internet: https://nova.grid.id/read/053765356/kinclong-inilah-cara-mudah-menghilangkan-noda-karat-di-kamar-mandi?page=all.
3. Sujiatmiko, P. dalam Jawa Pos (2019)
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Yellowish Water, Is It Dangerous?
Water is one of the important things to support human life. Humans need water for drinking, cooking, bathing, washing, and others. Because it is needed for various purposes, we need to consider water quality. Yellowish water is one of the most common problems affecting water quality (Pratama S., 2023). Have you ever encountered yellowish water? Why does this happen and what are the impacts? These questions will be answered in the following explanation.
Causes of yellowish water
Yellowish water can occur when the water contains high levels of iron (Khaira, 2013). How does iron get into the water? Iron is a mineral that makes up 5% of the earth’s crust (Wahid, 2006). Therefore, iron can be found in almost all places on earth, both in all rock layers and all water bodies, one of which is found in rocks in the form of iron deposits (Febrina and Ayuna, 2015). When rainwater falls and wets the rock, the water will dissolve some of the iron. The water that carries this iron will then seep through the soil or flow into the surface water (Mechanical Engineering Study Program of UMA, 2022). Therefore, iron content can be found in groundwater and surface water. Based on Wahid (2006), iron content in surface water generally does not exceed 1 milligram/liter. But in the soil, iron content is much higher, so groundwater is very susceptible to high iron content.
In Indonesia, people still depend on groundwater. Data from the Central Bureau of Statistics in 2020 (Bayu, 2021) shows that 19.09% of Indonesian households use groundwater as the main water source, obtained through bore/pump wells (read the full article here). In deep wells, where oxygen content is low, iron is dissolved in water and does not give any color. So, water that just came out of the faucet may be clear, but when it enters the storage and is exposed to air, iron will form sediment. This sediment will change the water’s color to white, then yellow, and finally it becomes red-brown (Oktiana, 2019; Varner et al., 1996; Wahid, 2006).
Figure 1. Well with yellow water (Nazava, 2019)
Impact of Using Yellowish Water
According to Joko (2010) in Oktiana (2019) and Achmad (2004) in Khaira (2013), potential problems may arise if we use yellowish water, namely:
- Leave stains on the tub, sink, or toilet;
- Leave yellowish stains on clothes, porcelain, or other tools when it is used for washing;
- Damage pipes due to their corrosive nature;
- If the iron sediment left in the pipe and hardens, pipe narrowing may occur;
- Change water quality because it can affect water’s color, taste, and smell;
- Disrupt health because it triggers eye and skin irritation; and
- Damage the intestinal wall if consumed in large quantities.
Figure 2. Red-brown stains on the sink (Kompas in Rahma, 2023)
That's a brief explanation regarding the causes and effects of using yellowish water. To prevent the impact of using yellowish water, we need to ensure that the water we access comes from a source whose quality is maintained. If we still have limited access to that, we can do simple treatment on yellowish water by using alum, coconut shell charcoal, palm fiber, gravel, clean sand, and other materials (Pratama, 2019). This process is done to remove the iron sediment in a yellowish water.
Sources:
1. Bayu, D. J. (2021): Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Minum Air Isi Ulang pada 2020, obtained through the internet site: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/05/sebagian-besar-masyarakat-indonesia-minum-air-isi-ulang-pada-2020.
2. Febrina, L. and Ayuna, A. (2015): Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik, Jurnal Teknologi Universitas Muhammadiyah Jakarta, Volume 7 No. 1.
3. Khaira, K. (2013): Penentuan Kadar Besi (Fe) Air Sumur dan Air PDAM dengan Metode Spektrofotometri, Jurnal Sainstek, Vol. V No. 1: 17-23.
4. Oktiana, B. (2019): Sachet Kulit Pisang Sebagai Media Penurunan Kandungan Besi (Fe) Air Sumur Gali di Dusun Tempursari, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Undergraduate Thesis, Yogyakarta Health Polytechnic, Ministry of Health, Yogyakarta.
5. Pratama S., R.A. (2023): 5 Cara Mengatasi Air Sumur Bor Kuning dan Berminyak. Efektif Tanpa Ribet!, obtained through the internet site: https://berita.99.co/air-sumur-bor-kuning/.
6. Mechanical Engineering Study Program of UMA (2022): Zat Besi pada Air, obtained through the internet site: https://mesin.uma.ac.id/2022/06/02/zat-besi-pada-air/.
7. Varner, D.L., Skipton, S., Hay, D., and Jasa, P.J. (1996): G96-1280 Drinking Water: Iron and Manganese, obtained through the internet site: https://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2422&context=extensionhist.
8. Wahid, E.N. (2006): Pengaruh Variasi Ketebalan Karbon Aktif Granular (Arang Tempurung Kelapa) Terhadap Penurunan Kadar Fe dan Mn dalam Air Tanah, Undergraduate Thesis, Islamic University of Indonesia, Yogyakarta.
Photo Credit:
1. Nazava (2019): Dirty Well Water, obtained through the internet site: https://cdn-bfmpc.nitrocdn.com/dFRSETZOEOvPFaGygBpbfFfchyzqYDPZ/assets/images/optimized/rev-de9df8d/wp-content/uploads/2019/04/dirty-well.-waterjpg.jpg.
2. Rahma (2023): Kinclong! Inilah Cara Mudah Menghilangkan Noda Karat di Kamar Mandi, obtained through the internet site: https://nova.grid.id/read/053765356/kinclong-inilah-cara-mudah-menghilangkan-noda-karat-di-kamar-mandi?page=all.
3. Sujiatmiko, P. in Jawa Pos (2019)
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#kualitasair #waterquality #airkekuningan #yellowishwater #airtanah #groundwater #besi #iron
Available in English
14/A-NUWSP/Mei/2023
National Urban Water Supply Project (NUWSP) merupakan inisiasi penerapan Kerangka National Urban Water Supply (NUWAS) untuk meningkatkan akses air minum di wilayah perkotaan dengan prioritas investasi bagi peningkatan akses air minum perpipaan di kota/kabupaten terpilih. Kota/kabupaten terpilih dapat memperoleh dukungan untuk pembangunan komponen SPAM yang baru maupun perluasan serta optimalisasi SPAM yang sudah ada. Beberapa daerah di Indonesia telah berpartisipasi dalam program NUWSP, salah satunya Kabupaten Tangerang yang mendapatkan bantuan berjenis Program Pendamping.
Sebelum memperoleh bantuan, Bupati Kabupaten Tangerang mengajukan surat minat untuk ikut serta di dalam program NUWSP. Surat minat ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam persiapan dan pelaksanaan program NUWSP di wilayahnya. Untuk mengakselerasi pemenuhan komitmen Kabupaten Tangerang dalam persiapan dan pelaksanaan program NUWSP, Bupati Kabupaten Tangerang membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) dan District Project Implementation Unit (DPIU). TKKSD merupakan tim yang akan membantu kepala daerah dalam menyiapkan kerja sama daerah, mengingat program NUWSP melibatkan banyak pemangku kepentingan. Sementara itu, DPIU merupakan tim yang terdiri dari kombinasi personil Pemda (khususnya yang terlibat di bidang air minum, Dinas Perumahan Permukiman dan Pemakaman, Bappeda, serta Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah) dan BUMD Air Minum. Kedua tim ini akan mengawal persiapan dan pelaksanaan program NUWSP di Kabupaten Tangerang, salah satunya menyiapkan dokumen nota kesepakatan dan rencana kerja.
Sebagai langkah awal, TKKSD dan DPIU melakukan pertemuan untuk membahas draft nota kesepakatan dan rencana kerja. Pembahasan awal ini dilakukan pada tanggal 18 Januari 2023 lalu di kantor Perumdam Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang. Setelah itu, dilakukan pembahasan lanjutan pada tanggal 20 Januari 2023 di kantor Bupati Tangerang. Apabila draft nota kesepakatan dan rencana kerja telah difinalkan di tingkat daerah, pembahasan dapat dilanjutkan di lintas kementerian sebelum ditandatangani oleh Direktur Jenderal Cipta Karya dan Bupati Kabupaten Tangerang.
Gambar 1. Pembahasan draft nota kesepakatan dan rencana kerja oleh TKKSD dan DPIU Kabupaten Tangerang
Itulah sekilas peran TKKSD dan DPIU Kabupaten Tangerang dalam pelaksanaan program NUWSP. Kerja sama kedua tim ini dapat mengawal persiapan dan pelaksanaan program NUWSP. Harapannya melalui program NUWSP, akses air minum bagi masyarakat di Indonesia, khususnya Kabupaten Tangerang, dapat meningkat.
Sumber:
1. Dokumentasi NUWSP.
2. Kementerian Dalam Negeri (2020): Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerjasama Daerah dengan Pihak Ketiga.
3. Pemerintah Kabupaten Tangerang (2022): Surat Keputusan Bupati Tangerang Nomor 415.4/Kep.323-Huk/2022 Tanggal 11 Mei 2022 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah.
4. Pemerintah Kabupaten Tangerang (2022): Surat Keputusan Bupati Tangerang Nomor 690/Kep.886-Huk/2022 Tanggal 10 Agustus 2022 tentang Pembentukan Implementation Team National Urban Water Supply Project pada Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang.
Kredit Foto:
1. Dokumentasi Field Assistant (FA) NUWSP Kabupaten Tangerang.
2. Dokumentasi Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Ditulis oleh:
Ridha Gita Nadia
Muhammad Eko Ari Mulyana
Deviana Matudilifa Yusuf
Role of TKKSD and DPIU toward NUWSP Program at Tangerang Regency
The National Urban Water Supply Project (NUWSP) is a program to execute the National Urban Water Supply Framework (NUWAS) to enhance drinking water access in urban areas, with a focus on piped drinking water availability in chosen cities/regencies. Selected cities/regencies may be eligible for funding to build new Drinking Water Supply System (SPAM) components as well as expand and optimize existing SPAM. Several locations in Indonesia have participated in the NUWSP program, with Tangerang Regency receiving help in the type of matching grant.
The Regent of Tangerang submitted a letter of interest to engage in the NUWSP program prior to getting awarded. This letter of interest demonstrates the local government's commitment to the NUWSP program's planning and implementation in their area. Tangerang Regent established a Regional Cooperation Coordination Team (TKKSD) and District Project Implementation Unit (DPIU) to expedite Tangerang Regency's contribution in the development and implementation of the NUWSP program. TKKSD is a team that will assist regional leaders in preparing regional cooperation, as the NUWSP program encompasses a large number of stakeholders. Meanwhile, the DPIU is a collaboration of Regional Government workers (particularly those from the drinking water sector, Housing and Settlement Services, Bappeda, and the Regional Financial and Asset Revenue Service) and Drinking Water BUMD. The two teams, one that is producing a memorandum of understanding (NK) and a work plan document, will oversee the planning and implementation of the NUWSP program in Tangerang Regency.
TKKSD and DPIU met as a preliminary step to discuss the draft of NK and work plan. This preliminary discussion took place on January 18, 2023, at the office of Perumdam Tirta Kerta Raharja. Following that, additional negotiations were placed on January 20, 2023 at the Tangerang Regent's office. If the draft of NK and work plan are finished at the regional level, discussions can be carried out across ministries before being signed by the Director General of Cipta Karya and the Regent of Tangerang.
Figure 1. TKKSD and DPIU Tangerang Regency discuss the draft of NK and work plan
That is an overview of TKKSD and DPIU Tangerang Regency's roles in the NUWSP program's implementation. The collaboration of the two teams can oversee the NUWSP program's development and implementation. The objective is that the NUWSP program will expand people's access to drinking water in Indonesia, particularly in Tangerang Regency.
Sources:
1. NUWSP Documentation.
2. Ministry of Home Affairs (2020): Ministry of Home Affairs Regulation No 22 of 2020.
3. Tangerang Government (2022): Tangerang Regent Decree Number 415.4/Kep.323-Huk/2022.
4. Tangerang Government (2022): Tangerang Regent Decree Number 690/Kep.886-Huk/2022.
Photo credits:
1. NUWSP Field Assistant of Tangerang Regency Documentation.
2. Tangerang Government Documentation.
Written by:
Ridha Gita Nadia
Muhammad Eko Ari Mulyana
Deviana Matudilifa Yusuf
Translated by:
Lely Lydia Rahmawati
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply #airminum #drinkingwater #penyediaanairminum #drinkingwatersupply
#nuwsptangerang #kabupatentangerang #perumdamtirtakertaraharja
Available in English
12/A-NUWSP/Mei/2023
National Urban Water Supply Project (NUWSP) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan akses air minum di wilayah perkotaan dengan prioritas investasi bagi peningkatan akses air minum melalui jaringan perpipaan. Pada pelaksanaannya, NUWSP memberikan bantuan kepada kota/kabupaten terpilih, baik berupa bantuan fisik untuk investasi infrastruktur air minum maupun bantuan nonfisik untuk peningkatan kapasitas bagi para pengelola air minum di masing-masing wilayah. Hingga saat ini, berbagai daerah di Indonesia sudah bergabung dalam program NUWSP, salah satunya Kota Depok. Dalam program NUWSP, Kota Depok mendapatkan bantuan Pendamping untuk pembangunan jaringan perpipaan. Jaringan perpipaan ini rencananya akan dialokasikan untuk melayani masyarakat di Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok.
Setiap usaha maupun kegiatan pembangunan tentu akan memberikan dampak langsung terhadap lingkungan. Bukan hanya berdampak pada lingkungan hidup saja, suatu usaha/kegiatan juga dapat berdampak pada lingkungan sosial. Oleh karena itu, sebagai langkah preventif, program NUWSP mewajibkan kepada seluruh penanggung jawabnya untuk melakukan kajian terhadap dampak yang berpotensi muncul. Hasil kajian ini nantinya akan tertuang pada dokumen lingkungan hidup. Dokumen lingkungan hidup adalah dokumen yang berisi upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (Hukum Online, 2022). Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, dokumen lingkungan hidup dapat berupa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), formulir Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Sebelum menyusun dokumen lingkungan hidup, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) sebagai penanggung jawab program NUWSP di Kota Depok perlu melakukan penapisan lingkungan. Menurut Kementerian PUPR (2015), penapisan lingkungan merupakan proses penentuan jenis dokumen lingkungan hidup yang wajib dimiliki oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Penentuannya disesuaikan berdasarkan besaran dan luasan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan NUWSP di daerah tersebut. Setelah jenis dokumen lingkungan hidup ditentukan, dokumen tersebut disusun dan diajukan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok agar kegiatan NUWSP di Kota Depok memperoleh izin lingkungan. Bagaimanakah proses perizinan lingkungan program NUWSP di Kota Depok? Pertanyaan ini akan dijawab pada uraian-uraian berikutnya.
Sekilas tentang Penyediaan Air Minum di Kota Depok
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Kota Depok (2020), PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) merupakan perusahaan daerah yang memiliki kewenangan dalam penyediaan air minum di Kota Depok. Hingga tahun 2019, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) telah melayani sebanyak 72.534 pelanggan. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota Depok yang dikelola oleh PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) memiliki kapasitas produksi terpasang sebesar 29.328.400 m3. Namun, baru 73,47% yang telah termanfaatkan. Data internal PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) menunjukkan bahwa pada tahun 2022 akses air minum perpipaan di Kota Depok baru mencapai 16,13%. Oleh sebab itu, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) berinisiasi mengajukan bantuan program NUWSP untuk memperluas cakupan pelayanan akses air minum melalui jaringan perpipaan.
Dalam pelaksanaan program NUWSP, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) bersama dengan para pemangku kepentingan penyediaan air minum di daerah tersebut melakukan serangkaian proses perizinan. Proses ini diawali dengan penyusunan dokumen penapisan, yang terdiri dari penapisan lokasi proyek, rencana kegiatan, dan dampak sosial. Pada prosesnya, ketersediaan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pekerjaan jaringan perpipaan yang dimiliki oleh PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan. Dokumen penapisan dibuat berdasarkan kegiatan survei lokasi, observasi, dan wawancara kepada masyarakat yang terkena dampak kegiatan NUWSP. Setelah mendapatkan izin dari pemerintah setempat (Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok), kegiatan survei, observasi, dan wawancara dilakukan. Hasil survei, observasi, dan wawancara dapat membantu penanggung jawab kegiatan NUWSP di Kota Depok untuk menggambarkan kondisi lingkungan awal. Kegiatan tersebut juga dapat membantu memetakan dampak lingkungan yang berpotensi muncul serta upaya mitigasinya, menunjang analisis keperluan pengadaan tanah, dan menyaring kebutuhan dokumen perizinan lainnya jika diperlukan.
Gambar 1. Sosialisasi PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) dan Field Assistant NUWSP Kota Depok kepada Kelurahan Kukusan
Dinamika Proses Perizinan Lingkungan pada Program NUWSP di Kota Depok
Berdasarkan dokumen perencanaan final, kegiatan pembangunan jaringan perpipaan NUWSP di Kota Depok akan melintasi beberapa ruas jalan kota khususnya di Jl. Kukusan Raya, ruang milik jalan (Rumija) PT. Pertamina Gas, dan Rumija Jalan Tol Cijago. Oleh karena itu, penyusunan dokumen penapisan menunjukkan bahwa PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) perlu menyiapkan perizinan tambahan. Perizinan tambahan yang dimaksud meliputi izin galian jalan kota yang berada di bawah kewenangan Dinas PUPR Kota Depok, izin perlintasan jalan PT. Pertamina Gas, dan izin perlintasan jalan tol yang berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementerian PUPR. Dalam proses pemenuhan persyaratan perizinan, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) telah mendapatkan izin galian jalan dari Dinas PUPR Kota Depok dan izin perlintasan jalan dari PT. Pertamina Gas. Sementara itu, izin perlintasan jalan tol masih berproses karena sedang menunggu koordinasi dengan Ditjen Bina Marga terkait pembahasan teknis dan kunjungan lapang.
Gambar 2. Kunjungan lapangan yang dilakukan oleh PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda), Field Assistant NUWSP Kota Depok, dan PT. TLKJ (pengelola jalan tol Cijago)
Selain itu, berdasarkan hasil survei, observasi dan wawancara untuk keperluan penapisan sosial, terdapat beberapa masyarakat yang memanfaatkan lokasi kegiatan NUWSP untuk aktivitas sosial ekonomi seperti berdagang. Masyarakat yang terkena dampak di lokasi kegiatan NUWSP yaitu masyarakat sebagai pemilik rumah dan/atau toko, pemilik bangunan lainnya, dan pedagang kaki lima. Kegiatan konstruksi NUWSP di Kota Depok dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan pemenuhan atas hak-hak bagi masyarakat/warga terkena proyek (WTP) serta penataan pedagang kaki lima atau toko yang terdampak kegiatan NUWSP. Berkenaan dengan penataan pedagang, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) melakukan wawancara kepada 4 pedagang. Pedagang ini merupakan masyarakat yang berpotensi terkena dampak karena berjualan di lokasi NUWSP Kota Depok. Ketika ditanya, mereka ternyata tidak memiliki izin tertulis atau tersurat dari pemilik lahan untuk berdagang di lokasi tersebut. Oleh karena itu, apabila pemilik lahan berencana menggunakan lahannya, para pedagang siap untuk mendukung secara kooperatif hingga bersedia meninggalkan lokasi usahanya jika memang diperlukan. Namun, pedagang-pedagang ini hanya memohon kepada PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) agar jadwal pelaksanaan program NUWSP di Kota Depok dapat diinformasikan.
Gambar 3. Wawancara dengan pedagang di lokasi kegiatan NUWSP
Itulah tadi beberapa dinamika yang dijumpai pada proses perizinan lingkungan di Kota Depok. Perizinan lingkungan program NUWSP di berbagai daerah sangatlah bervariasi, karena bergantung pada kondisi lingkungan setempat, jenis kegiatan NUWSP yang akan dilakukan, karakteristik masyarakat setempat, dsb. Untuk program NUWSP di Kota Depok, hasil analisis pada proses penapisan lingkungan menunjukkan bahwa program ini tidak berpotensi memunculkan dampak penting. Menurut Kementerian Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021), dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Kriteria dampak penting telah diuraikan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Berdasarkan peraturan tersebut, dokumen lingkungan hidup yang perlu disiapkan oleh PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) hanyalah berupa Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (SPPL). Pengajuan SPPL oleh PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) telah dilakukan pada tanggal 20 Januari 2023. SPPL yang diajukan ke DLHK Kota Depok kemudian disetujui pada tanggal 31 Januari 2023. Dengan begitu, perizinan lingkungan untuk program NUWSP di Kota Depok telah terpenuhi.
Seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam program NUWSP berkomitmen agar pemenuhan izin lingkungan harus dilakukan. Izin lingkungan yang telah diperoleh dapat membantu agar pelaksanaan program NUWSP berjalan dengan lancar. Tak hanya itu, perizinan lingkungan juga dapat menjadi media bagi upaya perlindungan lingkungan hidup akibat kegiatan NUWSP.
Sumber:
1. Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Kota Depok (2020): Laporan Akhir Penyusunan Review Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kota Depok Tahun Anggaran 2020.
2. Dokumentasi NUWSP.
3. Dokumentasi PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda)
4. Hukum Online (2022): Dokumen Lingkungan Hidup, diperoleh melalui situs internet: https://www.hukumonline.com/kamus/d/dokumen-lingkungan-hidup.
5. Kementerian Lingkungan Hidup (2012): Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
6. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021): Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
7. Kementerian PUPR (2015): Penyaringan (Penapisan) Lingkungan Hidup Bidang Jalan, diperoleh melalui situs internet: https://simantu.pu.go.id/epel/edok/17f18_02_BAB_PENYARINGAN.pdf
Kredit Foto:
Depokrayanews (2022): Tirta Asasta, diperoleh melalui situs internet: https://depokrayanews.com/daftar-jadi-pelanggan-pdam-tirta-asasta-depok-kini-bisa-secara-daring/.
Ditulis oleh:
Dwi Prakoso
Deviana Matudilifa Yusuf
Environmental Permit for the NUWSP Program in Depok City
The National Urban Water Supply Project (NUWSP) is a government program that intends to enhance drinking water access in urban areas, with a focus on piped networks as an investment priority. In practice, NUWSP assists selected cities/districts with both physical assistance for investment through drinking water infrastructure and non-physical assistance through capacity building for drinking water managers. Up until now, different regions in Indonesia have participated in the NUWSP program, including the City of Depok. The City of Depok was awarded a matching grant through the NUWSP program for constructing a pipeline network. This pipeline network is intended to serve the residents of Kukusan Village, Beji District, Depok City.
Every project will undoubtedly have an influence on the environment. A business/activity can have an impact not just on the physical aspects of the environment, but also on the social aspects of the environment. As a precautionary measure, the NUWSP program requires all people in control to undertake a risk assessment. The findings of this investigation will be included in an environmental document later on. Environmental documents are those that contain information on initiatives to manage and monitor the environment (Hukum Online, 2022). Environmental documents can take the form of Environmental Impact Analysis (Amdal) documents, Environmental Management Efforts and Environmental Monitoring Efforts (UKL-UPL) forms, and Statement of Ability to Manage and Monitor the Environment (SPPL), according to the Regulation of the Minister of Environment of the Republic of Indonesia Number 16 of 2012.
PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda), the person in charge of the NUWSP program in Depok City, must conduct environmental screening before preparing environmental documentation. Environmental screening, according to the Ministry of PUPR (2015), is the process of determining the types of environmental documentation that a firm and/or activity must own. The determination is based on the amount and scope of the impact caused by NUWSP activities in the area. Following the determination of the type of environmental document, the document is created and submitted to the Depok City Environment and Sanitation Service (DLHK) in order for NUWSP activities in Depok City to receive an environmental permit. How is the environmental permitting procedure for Depok City's NUWSP program going? The descriptions that follow will provide an answer to this query.
Overview of Depok’s Drinking Water Supplying
PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) is a regional firm with the authority to supply drinking water in Depok City, according to the Depok City Regional Development Planning and Research Agency (2020). PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) has served 72.534 clients as of 2019. The Depok City Drinking Water Supply System (SPAM) is operated by PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) and has a capacity of 29.328.400 m3. However, only 73.47% of it has been used. According to PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda), access to piped drinking water in Depok City will be only 16.13% in 2022. As a result, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) took the initiative to apply for NUWSP program to support the improvement of drinking water access through a pipeline network.
PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda), in collaboration with stakeholders in the area's drinking water supply, carried out a number of permitting processes in order to implement the NUWSP program. This procedure starts with the creation of screening documents, which include project sites, activity plans, and societal impacts. The presence of Standard Operating Procedures (SOP) in the pipeline work owned by PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) served as the foundation for the preparation. Site surveys, observations, and interviews with populations impacted by NUWSP operations were used to create screening documents. Surveys, observations, and interviews were conducted after gaining permission from the local administration (Kukusan Village, Beji District, Depok City). Survey, observation, and interview results can assist those in charge of NUWSP activities in Depok City in describing the initial environmental conditions. This exercise can also help map potential environmental consequences and mitigation measures, aid in the analysis of land acquisition demands, and screen the need for extra permitting documents if necessary.
Figure 1. Socialization PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) and NUWSP Field Assistant of Depok City toward Kukusan Village
Dynamics of the Environmental Permitting Process in the NUWSP Program in Depok City
Based on the final planning document, the construction of the NUWSP pipeline network in Depok City will cross several city roads, especially on Jl. Kukusan Raya, PT. Pertamina Gas right of way (Rumija), and Cijago Toll Road Rumija. Therefore, the preparation of the screening document shows that PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) needs to prepare additional permits. The additional permits referred to include a city road excavation permit which is under the authority of the Depok City PUPR Office, a road crossing permit for PT. Pertamina Gas Rumija, and toll road crossing permits which are under the authority of the Directorate General (Ditjen) of Bina Marga, Ministry of PUPR. In the process of fulfilling permitting requirements, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) has obtained a road excavation permit from the Depok City PUPR Office and a road crossing permit from PT. Pertamina Gas. Meanwhile, the toll road crossing permit is still being processed because it is awaiting coordination with the Directorate General of Highways regarding technical discussions and field visits.
Figure 2. Field visits by PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda), NUWSP Field Assistant of Depok City, and PT. TLKJ (Cijago toll road manager)
Furthermore, according to the findings of social screening surveys, observations, and interviews, some people use NUWSP activity places for socioeconomic activities such as trade. The community as house and/or shop owners, other building owners, and street vendors are affected at the location of NUWSP activities. NUWSP construction operations in Depok City can be carried out if the rights of project-affected communities/citizens (WTP) are respected, as well as the arrangement of street sellers or stores impacted by NUWSP activities. In terms of trader organization, PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) conducted interviews with four traders. These traders are those who may be impacted since they have their business at the NUWSP location in Depok City. When they were questioned, it was discovered that they did not have formal or express authorization from the landowner to trade in that place. As a result, if the landowner intends to use his land, the traders are willing to cooperate with him until he is willing to leave his business site if required. However, these traders merely approached PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) for the implementation timetable of the NUWSP program in Depok City.
Figure 3. Trader interviews at NUWSP active sites
These were some of the dynamics experienced during the environmental permitting process in Depok City. Environmental permits for the NUWSP program vary greatly among regions because they are dependent on local environmental conditions, the sort of NUWSP activities to be carried out, the characteristics of the local population, and so on. The results of an analysis of the environmental screening process for the NUWSP program in Depok City demonstrate that this program has no potential for substantial consequences. According to the Ministry of Environment and Forestry (2021), a major impact is a very basic environmental alteration generated by a firm and/or activity. Criteria for significant impacts are described in the Minister of Environment and Forestry Regulation No. 4 of 2021 concerning the List of Businesses and/or Activities Required to Have an Analysis of Environmental Impacts, Environmental Management Efforts, and Environmental Monitoring Efforts or a Statement of Commitment to Manage and Monitor the Environment. According to these regulations, the environmental documentation required by PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) is solely in the form of a Statement of Environmental Management and Monitoring (SPPL). SPPL submission by PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) was completed on January 20, 2023. The SPPL that was filed to the Depok City DLHK was then authorized on January 31, 2023. As a result, the environmental permit for the NUWSP program in Depok City has been obtained.
All stakeholders involved in the NUWSP program are dedicated to meeting environmental regulations. The obtained environmental permits can aid in the optimal operation of the NUWSP program. Furthermore, environmental permits can serve as a vehicle for attempts to protect the environment as a result of NUWSP activities.
Sources:
1. Depok City Regional Development Planning and Research Agency (2020): Laporan Akhir Penyusunan Review Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kota Depok Tahun Anggaran 2020.
2. Hukum Online (2022): Dokumen Lingkungan Hidup, obtained through the internet site: https://www.hukumonline.com/kamus/d/dokumen-lingkungan-hidup.
3. Ministry of Environment (2012): Ministry of Environment Regulation No 16 of 2012.
4. Ministry of Environment and Forestry (2021): Ministry of Environment and Forestry Regulation No 4 of 2021.
5. Ministry of PUPR (2015): Penyaringan (Penapisan) Lingkungan Hidup Bidang Jalan, obtained through the internet site: https://simantu.pu.go.id/epel/edok/17f18_02_BAB_PENYARINGAN.pdf
6. NUWSP Documentation.
7. PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) Documentation.
Photo Credit:
Depokrayanews (2022): Tirta Asasta, obtained through the internet site: https://depokrayanews.com/daftar-jadi-pelanggan-pdam-tirta-asasta-depok-kini-bisa-secara-daring/.
Written by:
Dwi Prakoso
Deviana Matudilifa Yusuf
Translated by:
Lely Lydia Rahmawati
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#nuwspdepok #kotadepok #pemdadepok #tirtaasasta #aksesairminum #izinlingkungan #dokumenlingkungan #dampaklingkungan #dampak sosial
Available in English
11/B-NUWSP/Apr/2023
Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Sayangnya, penyediaan air minum di Indonesia masih menjumpai tantangan. Menurut Wakil Presiden Republik Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, akses terhadap air minum layak di Indonesia telah menjangkau lebih dari 90% penduduk, namun capaian akses air minum aman baru sekitar 11% (Kementerian Sekretariat Negara, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan akses air minum yang layak dan aman.
Sekilas Tentang Air Minum Layak dan Aman
Menurut Kementerian PUPR (2021), air minum layak adalah air minum yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan serta memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum layak dapat bersumber dari Sambungan Rumah (SR), hidran, sumur bor, sumur terlindungi, serta penampungan air hujan (WHO, 2000). Sementara itu, air minum aman merupakan air yang digunakan untuk minum, masak, dan kebutuhan sehari-hari yang bebas dari kontaminasi patogen dan senyawa kimia prioritas (Sudradjat dalam Permana, 2019). Beberapa kontaminasi yang dimaksud dapat berupa kontaminasi E. coli, total dissolved solids (TDS), pH, nitrat, dan nitrit (Pokja PPAS, 2021).
Tantangan Penyediaan Air Minum di Indonesia
Beberapa faktor yang menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia di antaranya kependudukan, lingkungan, ketersediaan infrastruktur, kebijakan, koordinasi antar-stakeholder, finansial, dan kinerja pengelolaan. Paragraf-paragraf selanjutnya akan menguraikan masing-masing tantangan tersebut.
Kependudukan
Pada aspek kependudukan, jumlah penduduk merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyediaan air minum. Pasalnya, semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula kebutuhan air minum yang perlu disediakan. Berdasarkan data World Population Review dalam Arieza (2023), Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Saat ini, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 276.639.440 jiwa. Tak hanya jumlah penduduk, tingkat urbanisasi pun menjadi tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia karena perkotaan merupakan area yang paling rawan terhadap segala permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan air minum. Menurut Setiono, dkk. (2021), perkotaan merupakan area di mana tingkat persaingan untuk memperoleh air tinggi. Perkotaan juga merupakan tempat terkonsentrasinya segala bahaya akibat kelangkaan air, banjir, dan penurunan lahan. Oleh sebab itu, aspek kependudukan seperti jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi perlu diperhatikan dalam penyediaan air minum.
Gambar 1. Gambaran padatnya penduduk di Indonesia (Julie, 2022)
Lingkungan
Semakin tinggi jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi, semakin tinggi pula potensi pencemaran lingkungan yang terjadi akibat meningkatnya limbah cair yang dihasilkan. Kondisi ini perlu diimbangi dengan infrastrukur yang memadai agar proses penyediaan air minum tidak terganggu. Setiono dkk. (2021) mengemukakan bahwa dari limbah cair yang dihasilkan masyarakat perkotaan, baru 5% saja yang diolah dan dibuang secara aman. Sementara itu, sisanya masih belum diolah dan/atau dibuang secara aman. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar limbah cair masih berpotensi mengganggu proses penyediaan air minum karena dapat menurunkan kualitas air permukaan. Selain pencemaran lingkungan, faktor lingkungan yang juga menjadi tantangan dalam penyediaan air minum adalah fenomena perubahan iklim. Perubahan iklim tak hanya memengaruhi jumlah ketersediaan air saja, namun juga dapat berdampak pada kualitas air yang tersedia. Pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan air dapat dibaca lebih lanjut pada artikel ini.
Ketersediaan Infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur masih menjadi tantangan pada proses penyediaan air minum di Indonesia. Infrastuktur yang dimaksud meliputi infrastruktur untuk proses perolehan air baku, proses produksi, proses pendistribusian air, hingga proses pelayanan. Karena terbatasnya infrastruktur yang memadai, masih terdapat daerah di Indonesia yang mendapatkan akses air minum dengan kualitas kurang baik, bahkan ada juga daerah-daerah yang belum terjangkau oleh layanan akses air minum. Menurut Setiono dkk. (2021), sistem penyediaan air minum melalui jaringan perpipaan di Indonesia baru dapat menjangkau 1/3 dari penduduk area perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur penyediaan air minum perlu ditingkatkan. Bukan hanya pengadaan infrastruktur baru saja, kondisi infrastruktur eksisting pun perlu diperhatikan karena banyak dijumpai infrastuktur yang telah menua seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Infrastruktur penyediaan air yang telah menua (Farley dkk., 2008)
Kebijakan
Saat ini, penyediaan air minum memang telah diatur dalam kerangka kebijakan. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan penyediaan air minum di antaranya: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Menteri PUPR Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Dukungan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Penyelenggaraan SPAM, dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 25 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan SPAM untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha. Meski begitu, kebijakan tersebut perlu diperkuat dengan kebijakan-kebijakan pendukung agar proses penyediaan air minum di Indonesia dapat meluas.
Koordinasi Antar-Stakeholder
Menurut Elysia (2018), sejak era desentralisasi diterapkan di Indonesia, pemerintah daerah mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar dalam proses penyediaan air minum. Artinya, setiap daerah memiliki kewenangan masing-masing dalam mengatur proses penyediaan air minum di wilayahnya. Namun, tantangan dapat muncul apabila terdapat daerah yang sumber air bakunya bergantung pada sumber yang berasal dari luar wilayah yurisdiksinya (Setiono dkk., 2021). Oleh sebab itu, koordinasi antar-stakeholder di tingkat lokal sangatlah penting, baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Tak hanya koordinasi tingkat lokal, koordinasi antara BUMD Air Minum sebagai penyelenggara SPAM dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat pun tak kalah penting. Hal ini dilakukan agar setiap elemen dapat saling mendukung, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, agar pemenuhan akses air minum dapat tercapai.
Finansial
Aspek finansial merupakan tantangan yang besar dalam penyediaan air minum. Menurut Setiono (2015) dalam Setiono (2021), saat ini dana investasi untuk penyediaan air sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat, baru 0,3% yang berasal dari pemerintah daerah. Pemerintah daerah sebagai pelaksana penyediaan air di masing-masing daerah perlu mencari sumber dana yang bervariasi agar tidak bergantung pada anggaran pusat saja. Terlebih jika pemerintah pusat mulai mengurangi anggarannya. Sumber pendanaan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum dapat diperoleh dari sektor privat, bantuan kerja sama, dan pinjaman luar negeri. Dengan adanya dukungan finansial yang terjamin, penyediaan air minum dapat lebih optimal dilakukan. Selain ketersediaan sumber dana yang bervariasi, tantangan lainnya pada aspek finansial yaitu penetapan tarif air minum. Berdasarkan Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, baru 37,79% BUMD Air Minum yang telah menerapkan tarif Full Cost Recovery (FCR). Tarif FCR penting untuk menjamin keberlangsungan operasi BUMD Air Minum dalam penyediaan air minum di masing-masing wilayah.
Kinerja Pengelolaan
Pada aspek kinerja pengelolaan, tantangan terbesar yang dihadapi dalam penyediaan air minum yakni besarnya idle capacity dan non-revenue water (NRW). Menurut Sudarsono dan Nurkholis (2020), idle capacity merupakan kapasitas air minum PDAM yang belum termanfaatkan. Idle capacity dapat disebabkan kurangnya kapasitas air baku, kurangnya infrastruktur distribusi, menurunnya kapasitas teknis, dan rusaknya infrastruktur. Secara nasional, idle capacity penyediaan air minum di Indonesia masih cukup tinggi yakni mencapai 25.932 l/detik (Kementerian PUPR, 2022). Selain itu, angka NRW di Indonesia pun masih cukup tinggi yaitu sebesar 33,72%. NRW atau air tak berekening menggambarkan banyaknya kehilangan air yang terjadi pada proses penyediaan air. Kehilangan air dapat terjadi karena kebocoran, konsumsi tak resmi, kesalahan pembacaan meter, dan lain-lain (Farley dkk., 2008). Apabila NRW menurun, penyediaan air minum dapat berjalan lebih optimal karena pendapatan BUMD Air Minum berpotensi meningkat. Oleh sebab itu, tingginya idle capacity dan NRW perlu diatasi agar penyediaan air minum di Indonesia dapat berjalan secara optimal.
Paragraf-paragraf di atas telah menguraikan tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi dalam penyediaan air minum di Indonesia. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, salah satunya melalui National Urban Water Supply Project (NUWSP). Program NUWSP bermaksud memberikan dukungan investasi untuk pengembangan infrastruktur penyediaan air minum khususnya di perkotaan, bantuan teknis dan peningkatan kapasitas Pemda dan PDAM, dukungan bagi pemerintah dalam pengembangan kebijakan dan peningkatan strategi pelayanan air minum, serta dukungan manajemen dan pelaksanaan proyek dalam penyediaan air minum. Semoga dengan dilaksanakannya NUWSP ini, penyediaan air minum di Indonesia dapat meluas.
Sumber:
1. Arieza, U. (2023): 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia 2023, Apa Ada Indonesia?, diperoleh melalui situs internet: https://travel.kompas.com/read/2023/02/08/213300427/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-2023-apa-ada-indonesia-?page=all.
2. Dokumentasi NUWSP.
3. Farley, dkk. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, diperoleh melalui situs internet: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.
4. Kementerian PUPR (2021): Air Minum Layak, diperoleh melalui situs internet: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.
5. Kementerian PUPR (2022): Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, diperoleh melalui situs internet: https://nuwsp.web.id/artikel/4883.
6. Kementerian Sekretariat Negara (2022): Sanitasi dan Air Minum Aman, Prasyarat Wujudkan Ekonomi Hijau, diperoleh melalui situs internet: https://www.setneg.go.id/baca/index/sanitasi_dan_air_minum_aman_prasyarat_wujudkan_ekonomi_hijau.
7. Permana, Adi (2019): Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum, diperoleh melalui situs internet: https://www.itb.ac.id/berita/detail/57267/menuju-air-minum-aman-2030-itb-dan-dirjen-kesehatan-masyarakat-selenggarakan-advokasi-pengawasan-kualitas-air-minum.
8. Pokja PPAS (2021): Indikator Akses Air Minum Layak & Aman di Indonesia, diperoleh melalui situs internet: https://www.nawasis.org/portal/galeri/read/indikator-aakses-air-minum-layak-aman-di-indonesia/52211.
9. Setiono, I.M., Jensen, O., Khalis, A.B.A., Fisher, M.R., Adam, U.E.F.B., Ramadhian, A.M., Khudi, A.F. (2021): A National Framework for Integrated Urban Water Management in Indonesia (English), diperoleh melalui situs internet: http://documents.worldbank.org/curated/en/099230003072210487/P170757090c70908808ced0cec012e253db.
10. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Volume 20 Number 1.
11. WHO (2000): Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report, diperoleh melalui situs internet: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.
Kredit Foto:
1. Farley, dkk. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, diperoleh melalui situs internet: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.
2. Julie, Cherie (2022): Bandung West Java Indonesia, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/d2i85Gfvo8w.
3. Kobu Agency (2019): A Glass of Water, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/TWIRIAizZFU.
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Challenges of Drinking Water Supplying in Indonesia
Drinking water is a basic human need that must be fulfilled. Unfortunately, drinking water supplying in Indonesia still faces challenges. According to Indonesia’s Vice President, K.H. Ma'ruf Amin, access to secure drinking water in Indonesia has reached more than 90% of the population, but only 11% of them have access to safely-managed drinking water (Ministry of State Secretariat, 2022). This data shows that many Indonesians still have not had access to secure and safely-managed drinking water.
Overview of Secure and Safely-Managed Drinking Water
According to the Ministry of Public Works and Housing (2021), secure drinking water is water that goes through a treatment process or without a treatment process and fulfills health requirements and can be drunk directly. The secure drinking water sources include household connections, public standpipes, boreholes, protected dug wells, protected springs, and rainwater collection (WHO, 2000). Meanwhile, safely-managed drinking water is water used for drinking, cooking, and daily needs that are free from pathogen contamination and priority chemical compounds (Sudradjat in Permana, 2019). The contamination can be in the form of E. coli contamination, total dissolved solids (TDS), pH, nitrate, and nitrite (Pokja PPAS, 2021).
Challenges of Drinking Water Supplying in Indonesia
Some factors that become challenges in Indonesia’s drinking water supplying include population, environment, infrastructure availability, policy, coordination between stakeholders, finance, and performance management. The following paragraphs will explain each of these challenges.
Population
In this aspect, the population is something that needs to be considered in the drinking water supplying. The larger the population, the greater the need for drinking water that must be provided. Based on World Population Review data in Arieza (2023), Indonesia is the fourth most populous country in the world after China, India, and the United States. Currently, Indonesia’s population reaches 276.639.440 people. Not only the population, the level of urbanization is also a challenge in Indonesia’s drinking water supplying because city is the most vulnerable area to all drinking water supply-related problems. According to Setiono, et al. (2021), cities are areas where competition for water resources is serious and where damage to people and property is concentrated due to water shortages, floods, and land subsidence. Therefore, population and urbanization level need to be considered in drinking water supplying.
Figure 1. Overview of Indonesia’s dense population (Julie, 2022)
Environment
The higher the population and urbanization level, the greater the potential environmental impact of increased wastewater. This condition needs to be balanced with adequate infrastructure so that drinking water supplying is not disturbed. Setiono et al. (2021) suggest that of the wastewater produced by urban communities, only 5% is treated and safely disposed. Meanwhile, the rest is still unprocessed and/or unsafely disposed. This data shows that most wastewater still has the potential to interfere with the process of providing drinking water because it can reduce surface water quality. Besides environmental pollution, environmental factors that are also a challenge in the drinking water supplying is climate change phenomenon. Climate change not only affects the amount of water available but can also have an impact on the quality of available water. The effect of climate change on water availability can be read further in this article.
Infrastructure Availability
The availability of infrastructure is still a challenge in Indonesia’s drinking water supplying. It includes infrastructure for the process of raw water acquisition, water production, water distribution, and water services. Due to a limited number of adequate infrastructures, there are still areas in Indonesia with poor quality drinking water, and there are even areas that have not been reached by drinking water services at all. According to Setiono et al. (2021), the drinking water supply system through piped networks in Indonesia can only reach 1/3 of the urban population. This data shows that the availability of drinking water supply infrastructure needs to be improved. Not only the procurement of new infrastructure, but the condition of existing infrastructure also needs to be considered because there are many degraded infrastructures as shown in Figure 2.
Figure 2. Degraded water supply infrastructure (Farley et al., 2008)
Policy
Currently, drinking water supplying has indeed been regulated within the policy framework. Some regulations related to drinking water supplying include Law Number 17 of 2019 concerning Water Resources, Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, Government Regulation Number 121 of 2015 concerning Water Resources Enterprise, Government Regulation Number 122 of 2015 concerning Drinking Water Supply System, Public Works and Housing Minister Regulation Number 19 of 2016 concerning Support Provision by Central Government and/or Local Governments in the Implementation of SPAM Cooperation, and Public Works and Housing Minister Regulation Number 25 of 2016 concerning the Implementation of SPAM to Meet Their Own Needs by Enterprises. Even so, the policy needs to be strengthened with supporting policies so that the process of providing drinking water in Indonesia can expand.
Coordination Between Stakeholders
According to Elysia (2018), since the era of decentralization implemented in Indonesia, local governments have gained greater responsibility in drinking water supplying. This means that each region has its own authority in regulating the process of drinking water supplying in its area. However, challenges can arise if there are areas that rely on raw water supplies from outside their jurisdiction area (Setiono et al., 2021). Therefore, coordination between stakeholders at the local level is very important, both in the planning and implementation of drinking water supplying. Not only coordination at the local level, coordination between local government-owned water utility (Drinking Water BUMD) as SPAM manager with local and central governments is also important. It is needed so that every stakeholder can support each other, in accordance with their respective duties and functions, in order that fulfillment of access to drinking water can be achieved.
Financial
Financial aspect is a big challenge in providing drinking water. According to Setiono (2015) in Setiono (2021), currently, investment funds for water supply are mostly obtained from central government and only 0.3% came from local government. Local governments as implementers of water supply in each region need to find varied sources of funds so they do not rely on the central budget alone, especially if central government starts reducing its budget. Funding sources for the development of drinking water supply systems can be obtained from the private sector, cooperation assistance, and foreign loans. With guaranteed financial support, drinking water supplying can be more optimally carried out. Besides the availability of varied funds, another challenge in the financial aspect is the establishment of drinking water tariffs. Based on the 2022 Drinking Water BUMD Performance Book, only 37.79% of Drinking Water BUMD have implemented Full Cost Recovery (FCR) tariffs. FCR tariffs are important to ensure the continuity of Drinking Water BUMD operations in local drinking water supplies.
Performance Management
In the aspect of management performance, the biggest challenge faced in drinking water supplying is the large idle capacity and non-revenue water (NRW). According to Sudarsono and Nurkholis (2020), idle capacity is the unutilized drinking water capacity of PDAMs. Idle capacity can be caused by a lack of raw water capacity, lack of distribution infrastructure, decreased technical capacity, and infrastructure damage. Nationally, the idle capacity of Indonesia’s drinking water supplying is still quite high, reaching 25.932 liter/second (Ministry of Public Works and Housing, 2022). In addition, the NRW figure in Indonesia is still quite high at 33.72%. NRW or non-revenue water describes the amount of water loss that occurs in the water supply process. Water loss can occur due to leakage, unofficial consumption, meter reading errors, and others (Farley et al., 2008). If NRW decreases, drinking water supplying can run more optimally because the income of Drinking Water BUMD will potentially increase. Therefore, the high idle capacity and NRW need to be addressed so that Indonesia’s drinking water supplying can run satisfactorily.
The previous paragraphs have explained the challenges faced in Indonesia’s drinking water supplying. The Government of Indonesia is committed to responding to these challenges, one of which is through the National Urban Water Supply Project (NUWSP). NUWSP program intends to provide investment support for the development of drinking water supply infrastructure, especially in urban areas, provide technical assistance and capacity building for local governments and PDAMs, support the government in policy development and improvement of drinking water service strategies, as well as support for management and project implementation in drinking water supplying. Hopefully, with the implementation of NUWSP program, the supply of drinking water in Indonesia can expand.
Sources:
1. Arieza, U. (2023): 10 Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia 2023, Apa Ada Indonesia?, obtained through the internet site: https://travel.kompas.com/read/2023/02/08/213300427/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-2023-apa-ada-indonesia-?page=all.
2. Farley, et al. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, obtained through the internet site: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.
3. Ministry of Public Works and Housing (2021): Air Minum Layak, obtained through the internet site: https://data.pu.go.id/dataset/air-minum-layak.
4. Ministry of Public Works and Housing (2022): Buku Kinerja BUMD Air Minum 2022, obtained through the internet site: https://nuwsp.web.id/artikel/4883.
5. Ministry of State Secretariat (2022): Sanitasi dan Air Minum Aman, Prasyarat Wujudkan Ekonomi Hijau, obtained through the internet site: https://www.setneg.go.id/baca/index/sanitasi_dan_air_minum_aman_prasyarat_wujudkan_ekonomi_hijau.
6. NUWSP documentation.
7. Permana, Adi (2019): Menuju Air Minum Aman 2030, ITB dan Dirjen Kesehatan Masyarakat Selenggarakan Advokasi Pengawasan Kualitas Air Minum, obtained through the internet site: https://www.itb.ac.id/berita/detail/57267/menuju-air-minum-aman-2030-itb-dan-dirjen-kesehatan-masyarakat-selenggarakan-advokasi-pengawasan-kualitas-air-minum.
8. Pokja PPAS (2021): Indikator Akses Air Minum Layak & Aman di Indonesia, obtained through the internet site: https://www.nawasis.org/portal/galeri/read/indikator-aakses-air-minum-layak-aman-di-indonesia/52211.
9. Setiono, I.M., Jensen, O., Khalis, A.B.A., Fisher, M.R., Adam, U.E.F.B., Ramadhian, A.M., Khudi, A.F. (2021): A National Framework for Integrated Urban Water Management in Indonesia (English), obtained through the internet site: http://documents.worldbank.org/curated/en/099230003072210487/P170757090c70908808ced0cec012e253db.
10. Sudarsono, R.A. dan Nurkholis (2020): Pendanaan dalam Pencapaian Akses Universal Air Minum di Indonesia Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Volume 20 Number 1.
11. WHO (2000): Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report, obtained through the internet site: https://www.who.int/publications/i/item/9241562021.
Photo Credits:
1. Farley, et al. (2008): The Manager’s Non-Revenue Water Handbook: A Guide to Understanding Water Losses, obtained through the internet site: https://www.adb.org/sites/default/files/publication/31157/guidebook-reduction-nonrevenue-water-id.pdf.
2. Julie, Cherie (2022): Bandung West Java Indonesia, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/d2i85Gfvo8w.
3. Kobu Agency (2019): A Glass of Water, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/TWIRIAizZFU.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply #tantangan #challenge #airminum #drinkingwater #penyediaanairminum #drinkingwatersupply #kependudukan #demographic #population #pencemaranlingkungan #environmentalpollution #limbahcair #wastewater #perubahaniklim #climatechange #lingkungan #environment #infrastrukturairminum #drinkingwaterinfrastructure #kebijakan #policy #stakeholder #finansial #financialaspect #fcr #kinerjapengelolaan #managementperformance
Available in English
10/A-NUWSP/Apr/2023
Air minum merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target akses air minum layak pada tahun 2024 mencapai 100%. Hingga tahun 2022, akses air minum layak baru mencapai 91,05% dengan detail wilayah perdesaan sebesar 84,93% dan wilayah perkotaan sebesar 95,51% (BPS, 2022). Dengan rata-rata kenaikan persentase pemenuhan air minum layak sejumlah 0,5% setiap tahun, masih terdapat kesenjangan antara realisasi dan target sekitar 7% sampai akhir tahun 2024. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui program National Urban Water Supply Project (NUWSP) melakukan upaya peningkatan akses air minum khususnya di perkotaan. Program tersebut merupakan salah satu strategi dalam mencapai target akses air minum layak 100% pada tahun 2024.
NUWSP merupakan program nasional untuk mendukung pembangunan penyediaan air minum perkotaan dengan pembiayaan investasi yang inovatif dan efektif. Melalui NUWSP ini, diharapkan terjadi percepatan pelaksanaan program-program perluasan cakupan pelayanan dan peningkatan kapasitas daerah (Pemda dan PDAM) dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) secara berkelanjutan. Sampai saat ini, sudah ada beberapa kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang mendapatkan bantuan program tersebut. Jumlah daerah yang mendapatkan bantuan program NUWSP masih terus bertambah hingga tahun 2024. Jenis bantuan yang diberikan antara lain bantuan Program Stimulan, Pendamping, dan Berbasis Kinerja. Bantuan tersebut disesuaikan dengan kriteria yang sudah ditetapkan berdasarkan kondisi PDAM serta Pemerintah Daerah. Kabupaten Sampang merupakan salah satu daerah yang mendapatkan bantuan program tersebut.
Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang merupakan Perusahaan Daerah Kabupaten Sampang yang melayani penyediaan air minum di wilayah perkotaan. Perusahaan ini sudah berdiri sebagai Perusahaan Daerah sejak tahun 1965 silam, sebelum akhirnya berganti menjadi Perusahaan Umum Daerah. Hingga akhir bulan Maret tahun 2023, Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang melayani 11 ribu sambungan rumah (SR) yang tersebar di 7 unit pelayanan. Pengajuan program NUWSP di Kabupaten Sampang dilakukan pada tahun 2019 oleh Perumda Air Minum Trunojoyo yang bersinergi dengan Dinas PUPR Kabupaten Sampang. Berdasarkan hasil assessment, Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang mendapatkan jenis bantuan program “Stimulan”. Dengan didapatkannya bantuan program tersebut, Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang perlu memenuhi target penambahan sambungan baru, pengaktifan sambungan pasif, dan peningkatan kualitas layanan hingga tahun 2023.
Ketika ditanya terkait latar belakang pengajuan program NUWSP di Kabupaten Sampang, Moh. Makruf, selaku Kepala Bidang Teknik Perumda Air Minum Trunojoyo Sampang menjelaskan, “Pengajuan program ini dilakukan karena belum optimalnya pelayanan yang kita berikan di wilayah pelayanan Sampang Kota. Permasalahan yang kita hadapi yaitu sebagian kondisi pipa eksisting yang kurang layak pakai dan tidak adanya genset. Pipa yang kurang layak tersebut merupakan jenis pipa GI eks Belanda dan ACP. Selain itu, kita juga masih melakukan pelayanan langsung dari sumber air baku ke daerah pelayanan atau tanpa melalui unit produksi. Tentu beberapa hal tersebut memengaruhi kualitas pelayanan kita ke masyarakat.” Sebagai tindak lanjut dari permasalahan tersebut, Kementerian PUPR melalui APBN tahun 2021 menganggarkan dana untuk pekerjaan “Optimalisasi SPAM Sampang Kota Kabupaten Sampang”. Pekerjaan konstruksi tersebut telah selesai dilaksanakan pada bulan September tahun 2022. Selain melalui APBN, Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang juga berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan akses air minum layak melalui Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB) yang pekerjaan konstruksinya dilaksanakan selama 2 tahun sejak tahun 2021 hingga 2022.
Gambar 1. Pertemuan field assistant (FA) NUWSP Kabupaten Sampang dengan Kepala Bidang Teknik Perumda Air Minum Trunojoyo
Kini, Perumda Air Minum Trunojoyo sedang dalam tahap pemenuhan target penambahan sambungan baru, pengaktifan sambungan pasif, dan peningkatan kualitas layanan. Dani Darmawan, selaku Direktur Perumda Air Minum mengatakan, “Setelah pekerjaan konstruksi selesai, wilayah yang menjadi area program NUWSP mengalami peningkatan kualitas pelayanan terutama tekanan di ujung pelayanan. Pada saat kondisi listrik padam, kita juga masih bisa memberikan pelayanan kepada pelanggan karena sudah terdapat genset pada sumber air baku dan bangunan unit produksi.”. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan tersebut, jumlah aduan pelanggan pun juga berkurang. Meski tekanan dari debit air yang keluar di ujung daerah pelayanan sudah mengalami peningkatan, masih terdapat beberapa daerah yang tekanan airnya belum maksimal. Direktur Perumda Air Minum Trunojoyo mengemukakan hal tersebut disebabkan oleh adanya beberapa pipa tersier yang kondisinya berkarat dan keropos. Oleh sebab itu, Pemda Kabupaten Sampang berencana melakukan pengadaan pipa tersier dan peningkatan cakupan pelayanan melalui APBD Tahun 2023. Harapannya, upaya tersebut dapat mendukung peningkatan jumlah SR yang terpasang sehingga akses layanan air minum di Kabupaten Sampang dapat meluas.
“Saya sangat berterima kasih kepada Kementerian PUPR, Bapak Bupati Sampang, Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang, RMAC-2, dan semua pihak yang terlibat dalam program NUWSP ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Tidak hanya meningkatkan pelayanan, kita juga dapat memberikan manfaat lebih kepada masyarakat Kabupaten Sampang khususnya di area perkotaan. Saya berharap program ini dapat berkelanjutan setiap tahunnya, karena kita tahu saat ini isu terkait ketersediaan air minum menjadi perhatian kita semua” tutup Dani saat dimintai keterangan pada Rabu pagi (05/04/2023).
Gambar 2. Pertemuan field assistant (FA) NUWSP Kabupaten Sampang dengan Direktur Perumda Air Minum Trunojoyo
Kabupaten Sampang merupakan salah satu dari kabupaten/kota yang melalui program NUWSP, melakukan peningkatan kualitas pelayanan air minum. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak upaya yang dilakukan pemerintah daerah maupun pusat dalam pemenuhan kebutuhan air minum. Dengan adanya sinkronisasi yang harmonis antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Perumda Air Minum, bukan tidak mungkin target capaian pelayanan akses air minum layak 100% pada tahun 2024 dapat tercapai.
Sumber:
1. BPS (2022): Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Sumber Air Minum Layak (Persen), 2020-2022, diperoleh melalui situs internet: https://www.bps.go.id/indicator/29/854/1/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-tipe-daerah-dan-sumber-air-minum-layak.html.
2. Dokumentasi NUWSP.
3. Pemerintah Indonesia (2020): Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.
Ditulis oleh:
Ramdhani Deva Prasetya
Deviana Matudilifa Yusuf
NUWSP’s Role in Improving Sampang’s Drinking Water Services
Drinking water is a basic need for humans. Based on the National Medium-Term Development Plan (RPJMN) 2020-2024, access to secure drinking water is targeted to reach 100% by 2024. Until 2022, access to secure drinking water has only reached 91.05%, with 84.93% in rural areas and 95.51% in urban areas (BPS, 2022). With an average of 0.5% increase in the percentage of secure drinking water fulfillment, there is still a gap between realization and the target of around 7% until the end of 2024. The Ministry of Public Works and Housing (PUPR) through the National Urban Water Supply Project (NUWSP) program has made efforts to increase access to drinking water, especially in urban areas. The program is one of the strategies for achieving 100% access to secure drinking water by 2024.
NUWSP is a national program to support the development of urban drinking water supply with innovative and effective investment financing. Through NUWSP, it is expected that there will be an acceleration of program implementation to expand service coverage and increase regional capacity (local governments and PDAMs) in the sustainably implementation of the Drinking Water Supply System (SPAM). Until now, there have been several regencies/cities throughout Indonesia that have received grants from the program. The number of regions receiving grants from NUWSP program will continue to grow until 2024. The types of programs provided include seed grant, matching grant, and performance-based grant. The grant is adjusted to the criteria that have been determined based on the conditions of PDAMs and Local Governments. Sampang Regency is one of the areas that received a grant from NUWSP program.
Local government-owned water utility (Drinking Water Perumda) Trunojoyo is a local company of Sampang Regency that serves drinking water supply in urban areas. This company has been established as a local company since 1965, before finally changing to a local public company. Until the end of March 2023, Drinking Water Perumda Trunojoyo serves 11 thousand house connections (SR) spread across 7 service units. The submission of NUWSP program in Sampang Regency was carried out in 2019 by Drinking Water Perumda Trunojoyo in synergy with Sampang Regency’s PUPR Office. Based on the assessment results, Drinking Water Perumda Trunojoyo received a seed grant for NUWSP program. With this grant, Drinking Water Perumda Trunojoyo needs to meet the targets of adding new house connections, activating passive house connections, and improving service quality until 2023.
When asked about the background of NUWSP program submission in Sampang Regency, Moh. Makruf, Drinking Water Perumda Trunojoyo’s Head of Engineering explained, "The submission of this program was made because the services we provide in Sampang City service area have not been optimal. The problems we face are some of the existing pipe conditions are not suitable for use and the absence of an electric generator. The less feasible pipe is a type of ex-Dutch GI pipe and ACP. In addition, we also still carry out direct services from raw water sources to service areas (without going through production units). Of course, some of these things affect the quality of our services to the community." As a follow-up to these problems, the Ministry of PUPR through the 2021 State Budget allocated funds for the work of "The Optimization of Sampang City’s Drinking Water Supply System (SPAM) in Sampang Regency". The construction was completed in September 2022. Besides the State Budget, Sampang’s Government also allocated additional funds from DDUB (local funds for joint affairs) in which construction work is carried out for 2 years (2021-2022) as a commitment in improving access to secure drinking water.
Figure 1. NUWSP Field Assistant of Sampang Regency meeting with Head of Engineering, Drinking Water Perumda Trunojoyo
Currently, Drinking Water Perumda Trunojoyo is in the stage of fulfilling the target of adding new house connections, activating passive house connections, and improving their service quality. Dani Darmawan, Director of Drinking Water Perumda Trunojoyo said, "After the construction work was completed, NUWSP program area in Sampang experienced an improvement in service quality, especially regarding water pressure at the farthest service area. If the power outage happens, we still can provide services to customers because there are generators in raw water source and production unit buildings.". With the improvement in service quality, the number of customer complaints has also decreased. Although water pressure at the farthest service area has increased, there are still some areas where the water pressure has not been maximized. Director of Drinking Water Perumda Trunojoyo said this was caused by the presence of several rusty and porous tertiary pipes. Therefore, Sampang’s Government plans to procure tertiary pipelines and increase service coverage through the 2023 Regional Budget. It is hoped that these efforts can support the increase in the number of SRs installed so that access to drinking water services in Sampang Regency can expand.
"I am very grateful to the Ministry of PUPR, the Regent of Sampang, the Local Government of Sampang Regency, RMAC-2, and all parties involved in this NUWSP program that I cannot mention one by one. Not only improving services, but we can also provide more benefits to the people of Sampang Regency, especially in urban areas. I hope this program can continue every year because we know that current issues related to the availability of drinking water are a concern for all of us," Dani concluded when asked for information on Wednesday morning (05/04/2023).
Figure 2. NUWSP Field Assistant of Sampang Regency meeting with Director of Drinking Water Perumda Trunojoyo
Sampang Regency is one of the regencies/cities that, through the NUWSP program, improves the quality of drinking water services. Over time, many efforts have been made by local and central governments to meet drinking water needs. With the harmonious synchronization between the central government, local government, and Drinking Water Perumda, it is not impossible that the target of achieving 100% secure drinking water access services by 2024 can be achieved.
Sources:
1. BPS (2022): Percentage of Households by Province, Regional Type, and Adequate Drinking Water Source (Percent), 2020-2022, obtained through the internet site: https://www.bps.go.id/indicator/29/854/1/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-tipe-daerah-dan-sumber-air-minum-layak.html.
2. Government of Indonesia (2020): National Medium-Term Development Plan 2020-2024.
3. NUWSP documentation.
Written by:
Ramdhani Deva Prasetya
Deviana Matudilifa Yusuf
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#nuwspsampang #kabupatensampang #pemdasampang #perumdaamsampang #aksesairminum
Available in English
09/B-NUWSP/Apr/2023
Air minum merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan manusia setiap harinya. Agar aman untuk dikonsumsi, air minum harus memiliki kualitas yang baik. Kualitas air minum dapat terukur berdasarkan parameter mikrobiologi, fisik, dan kimia. Syarat masing-masing parameter telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Parameter wajib kualitas air minum berdasarkan peraturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter wajib kualitas air minum
Escherichia coli (E. coli) merupakan salah satu parameter wajib kualitas air minum pada aspek mikrobiologi seperti terlihat pada Tabel 1. Air minum dengan kualitas yang baik haruslah terbebas dari kandungan E. coli. Sayangnya, riset Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 74,4% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap air minum yang terkontaminasi bakteri E. coli. Di antara seluruh daerah, 3 provinsi yang memiliki proporsi rumah tangga dengan air minum terkontaminasi bakteri E. coli tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Sumatera Barat dengan nilai persentase berturut-turut sebesar 89,3%; 87,4%; dan 84,7% (Rizaty, 2022). Adapun peta sebaran proporsi rumah tangga dengan akses air minum yang terkontaminasi E. coli di Indonesia pada tahun 2020 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta sebaran proporsi rumah tangga dengan akses air minum yang terkontaminasi E. coli di Indonesia pada tahun 2020 (Rizaty, 2022)
Bakteri E. coli merupakan bakteri anaerob fakultatif yang secara alami dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas (Odonkor dan Mahami, 2020). Meski sebagian besar jenis E. coli tidak berbahaya, terdapat beberapa jenis E. coli yang berbahaya bagi kesehatan manusia (CDC, 2014). Oleh karena itu, E. coli menjadi salah satu parameter dalam mengukur kualitas air. Menurut Price dan Wildeboer (2017), E. coli dilepaskan ke lingkungan melalui tinja. Karena tinja merupakan sumber utama agen penyebab penyakit di air, bakteri yang terkandung di dalam tinja, seperti E. coli, banyak digunakan sebagai indikator kontaminasi. Berdasarkan Odonkor dan Mahami (2020), E. coli dapat mengindikasikan keberadaan mikroorganisme yang ditularkan melalui tinja, seperti Salmonella dan hepatitis A. Hal tersebut juga menjadi penyebab dijadikannya E. coli sebagai salah satu parameter dalam mengukur kualitas air (Price dan Wildeboer, 2017).
Keberadaan E. coli di dalam air biasanya menandakan bahwa telah terjadi kontaminasi air akibat tinja (Odonkor dan Mahami, 2020). Menurut Sapulete (2010), dalam 1 gram tinja bisa ditemukan sekitar 100 juta E. coli. Hal serupa juga diutarakan oleh pakar air dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Rofiq Iqbal, S.T., M.Eng, Ph.D. Selain menjelaskan tentang sumber kontaminasi E. coli yang berasal dari tinja, beliau juga mengemukakan bahwa tingginya kontaminasi air oleh E. coli di Indonesia terjadi karena jarak septic tank yang terlalu dekat dengan permukiman masyarakat (Detik, 2022).
Bagaimana kontaminasi ini dapat terjadi?
Masih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan air tanah sebagai sumber air utama untuk minum. Baca artikel selengkapnya tentang sumber air minum di Indonesia di sini. Air tanah sebagai sumber air minum diekstraksi melalui pembuatan sumur. Apabila jarak antara sumur dengan septic tank terlalu dekat, potensi kontaminasi air tanah oleh E. coli pun semakin tinggi. Parameter jarak menjadi penting mengingat septic tank berpotensi bocor. Kebocoran septic tank dapat terjadi akibat konstruksi yang kurang baik (Prajoko, 2007) serta minimnya pengurasan sebagai bentuk pemeliharaan septic tank (Sidiq, 2022). Oleh sebab itu, proses konstruksi serta pemeliharaan septic tank perlu diperhatikan agar kontaminasi air tanah oleh E. coli melalui septic tank tidak terjadi. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Peraturan Menteri PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum pun merekomendasikan agar septic tank yang dibangun memiliki jarak minimal 10 meter dengan sumur air masyarakat.
Dampak dan Pencegahan Kontaminasi Air Minum oleh Bakteri E. coli
Jika dikonsumsi, air minum yang terkontaminasi oleh bakteri E. coli dapat memicu diare, yang merupakan penyebab utama kematian pada balita (Detik, 2022). Menurut Lestari (2022), E. coli juga dapat memicu penyakit lainnya seperti infeksi usus, infeksi saluran kemih, septikimia, hingga meningitis. Untuk mencegah bahaya akibat kontaminasi air minum oleh bakteri E. coli, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan. Salah satunya yaitu dengan memastikan bahwa air minum yang dikonsumsi berasal dari sumber yang kualitasnya terjaga. Menurut Notodarmojo (2005), sebagian besar penduduk Indonesia masih menggunakan air tanah sebagai sumber air minum utama. Pada umumnya, air tanah digunakan secara langsung atau melalui pengolahan yang sangat minim sehingga kualitas air tanah memiliki risiko yang tinggi terhadap penggunanya. Terlebih saat ini, jumlah penduduk yang semakin padat dapat meningkatkan aktivitas domestik dan industri sehingga berpotensi menurunkan kualitas air tanah. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PUPR berkomitmen untuk menyediakan sumber air minum yang layak dan aman, salah satunya melalui peningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di berbagai daerah. Air minum yang dikelola daerah melalui PDAM, umumnya memiliki kualitas yang lebih terjaga karena dilengkapi unit disinfeksi untuk menghilangkan berbagai mikroorganisme patogen pada SPAM-nya. Masyarakat yang tinggal di area yang dilayani PDAM dapat mulai beralih ke jaringan perpipaan PDAM mengingat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas airnya lebih terjaga.
Namun, apabila akses air minum melalui jaringan perpipaan PDAM belum tersedia, masyarakat tetap dapat menggunakan air tanah. Penggunaan air tanah perlu diiringi dengan proses pengolahan agar kualitas airnya terjaga dari berbagai bahaya kontaminasi. Lestari (2022) mengemukakan, bahaya kontaminasi air minum oleh bakteri E. coli dapat dicegah dengan mendidihkan air sebelum diminum untuk membunuh bakteri tersebut. Selain itu, upaya pencegahan pun dapat dilakukan dengan memelihara septic tank sebagai sumber kontaminasi E. coli. Berdasarkan Sidiq (2022), bentuk pemeliharaan septic tank yaitu dengan cara melakukan pengurasan lumpur tinja secara berkala setiap 2-5 tahun sekali.
Sumber:
1. CDC (2014): E. coli (Escherichia coli) Questions and Answers, diperoleh melalui situs internet: https://www.cdc.gov/ecoli/general/index.html.
2. Detik (2022): Sumber Air Minum di Indonesia Tercemar Tinja, Ini Penyebabnya, diperoleh melalui situs internet: https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6476075/sumber-air-minum-di-indonesia-tercemar-tinja-ini-penyebabnya.
3. Kementerian Kesehatan (2023): Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.
4. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2016): Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum.
5. Lestari, T.Y. (2022): Dampak Mengonsumsi Air Minum Terpapar E. coli Bagi Tubuh, diperoleh melalui situs internet: https://www.klikdokter.com/info-sehat/pencernaan/dampak-mengonsumsi-air-minum-terpapar-e-coli-bagi-tubuh.
6. Notodarmojo, S. (2005): Pencemaran Tanah & Air Tanah. Bandung: Penerbit ITB.
7. Odonkor, S.T. dan Mahami, T. (2020): Escherichia coli as a Tool for Disease Risk Assessment of Drinking Water Sources, International Journal of Microbiology, Volume 2020.
8. Prajoko, B.I. (2007): Pemetaan Kualitas Air Tanah di Kelurahan Bumijo dan Gowongan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, dengan Pemeriksaan Jumlah Bakteri Escherichia coli (E. coli), Skripsi Program Sarjana, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
9. Price, R. G. dan Wildeboer, D. (2017): E. coli as an indicator of contamination and health risk in environmental waters dalam Escherichia coli-Recent Advances on Physiology, Pathogenesis, and Biotechnological Applications. London: IntechOpen.
10. Rizaty, M.A. (2022): Riset: 74,4% Sumber Air Minum Rumah Tangga RI Tercemar Tinja, diperoleh melalui situs internet: https://dataindonesia.id/ragam/detail/riset-744-sumber-air-minum-rumah-tangga-ri-tercemar-tinja.
11. Sapulete, M.R. (2010): Hubungan Antara Jarak Septic Tank ke Sumur Gali dan Kandungan Escherichia coli dalam Air Sumur Gali di Kelurahan Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado, Jurnal Biomedik, Volume 2, Nomor 3.
12. Sidiq, N.I. (2022): Analisis Spasial Kualitas Air Tanah Berdasarkan Parameter Mikrobiologi di Kecamatan Depok, Sleman, Skripsi Program Sarjana, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Kredit Foto:
CDC (2021): Extended-spectrum ß-lactamase-producing (ESBLs) Enterobacteriaceae bacteria: Escherichia coli, diperoleh melalui situs internet: https://unsplash.com/photos/7tgIlnxj2bM.
Ditulis oleh:
Deviana Matudilifa Yusuf
Contamination of Drinking Water by Escherichia coli
Drinking water is a basic necessity that people need every day. To be safely consumed, drinking water should have good quality. Drinking water quality can be measured based on microbiological, physical, and chemical parameters. The requirements for each parameter have been regulated in the Minister of Health Regulation Number 2 of 2023 concerning the Implementation Regulations of Government Regulation Number 66 of 2014 concerning Health Environment. The mandatory parameters of drinking water quality based on this regulation can be seen in Table 1.
Table 1. Mandatory parameters of drinking water quality
Escherichia coli (E. coli) is one of the mandatory parameters of drinking water quality in microbiological aspects as shown in Table 1. Good quality drinking water must be free from E. coli. Unfortunately, a Ministry of Health study in 2020 found that up to 74.4% of Indonesian households still have E. coli-contaminated drinking water. Among all regions, three provinces (East Nusa Tenggara, Maluku, and West Sumatra) have the highest percentage of households using E. coli-contaminated drinking water at 89,3%; 87,4%; and 84,7% respectively (Rizaty, 2022). A distribution map of household proportions in Indonesia with E. coli-contaminated drinking water in 2020 can be seen in Figure 1.
Figure 1. Distribution map of household proportions in Indonesia with E. coli-contaminated drinking water in 2020 (Rizaty, 2022)
E. coli is a facultative anaerobic bacterium that can naturally be found in the digestive tract of humans and warm-blooded animals (Odonkor and Mahami, 2020). Although most types of E. coli are harmless, there are some types of E. coli that are harmful to human health (CDC, 2014). Therefore, E. coli is one of the parameters in measuring water quality. According to Price and Wildeboer (2017), E. coli is released into the environment through feces. As feces are the main source of disease-causing agents in water, bacteria contained in feces, such as E. coli, are widely used as indicators of contamination. Based on Odonkor and Mahami (2020), E. coli can indicate the presence of fecal-borne microorganisms, such as Salmonella and Hepatitis A. This accounts for the usage of E. coli as an indicator microbe to examine water quality (Price and Wildeboer, 2017).
The presence of E. coli in water usually indicates that there has been water contamination due to feces (Odonkor and Mahami, 2020). According to Sapulete (2010), there are about 100 million E. coli in 1 gram of feces. A water specialist from the Faculty of Civil and Environmental Engineering, Bandung Institute of Technology, Rofiq Iqbal, S.T., M.Eng, Ph.D. expressed the same thing. Besides explaining where the source of E. coli contamination derived, he also stated that the high contamination of water by E. coli in Indonesia occurred due to the short distance between septic tanks and community settlements (Detik, 2022).
How can this contamination occur?
There are many Indonesian people who still use groundwater as the main water source for drinking. Read the full article about drinking water sources in Indonesia here. Groundwater as a source of drinking water is extracted through the creation of wells. If the distance between the well and the septic tank is too close, the potential for groundwater contamination by E. coli is even higher. The distance parameter is important considering that a septic tank has the potential to leak. Prajoko (2007) and Sidiq (2022) explained that septic tank leaks can occur due to poor construction and lack of maintenance (in the form of pumping). Therefore, the construction and maintenance of septic tanks need to be considered so that groundwater contamination by E. coli through septic tanks does not occur. In addition, the Ministry of Public Works and Housing (PUPR) through PUPR Ministerial Regulation Number 27/PRT/M/2016 concerning the Implementation of the Drinking Water Supply System recommends us to keep the constructed septic tank at least 10 meters away from the well.
Impact and Prevention of E. coli-Contaminated Drinking Water
If E. coli-contaminated drinking water is consumed, it can trigger diarrhea, which is the leading cause of death in toddlers (Detik, 2022). According to Lestari (2022), E. coli can also trigger other diseases such as intestinal infections, urinary tract infections, septicemia, to meningitis. To prevent harm due to E. coli-contaminated drinking water, there are several efforts that can be done. One of them is by ensuring that our drinking water comes from sources whose quality is maintained. According to Notodarmojo (2005), most Indonesian people still use groundwater as the main source of drinking water. In general, groundwater is used directly or through a very minimal treatment so groundwater quality has a high risk to its users. Especially now, the increasingly dense population can increase domestic and industrial activities which potentially reduces groundwater quality. The Government of Indonesia through the Ministry of PUPR is committed to providing a decent and safe source of drinking water, one of which is through improving the Drinking Water Supply System (SPAM) in different regions. Drinking water managed by the region through PDAM, generally has a better quality because it is equipped with a disinfection unit to eliminate various pathogenic microorganisms in its SPAM. People living in areas served by PDAMs can start switching to PDAM piping networks considering that the quality, quantity, and continuity of water are better maintained.
However, if access to drinking water through the PDAM network is not yet available, the community still can use groundwater. The use of groundwater needs to be accompanied by additional treatment process so that the water quality is maintained from various contamination hazards. Lestari (2022) stated that the danger of E. coli-contaminated drinking water can be prevented by boiling water before drinking to kill these bacteria. In addition, prevention efforts can also be done by maintaining septic tanks as a source of E. coli contamination. Based on Sidiq (2022), septic tank maintenance is done by pumping fecal sludge periodically every 2-5 years.
Sources:
1. CDC (2014): E. coli (Escherichia coli) Questions and Answers, obtained through the internet site: https://www.cdc.gov/ecoli/general/index.html.
2. Detik (2022): Sumber Air Minum di Indonesia Tercemar Tinja, Ini Penyebabnya, obtained through the internet site: https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6476075/sumber-air-minum-di-indonesia-tercemar-tinja-ini-penyebabnya.
3. Lestari, T.Y. (2022): Dampak Mengonsumsi Air Minum Terpapar E. coli Bagi Tubuh, obtained through the internet site: https://www.klikdokter.com/info-sehat/pencernaan/dampak-mengonsumsi-air-minum-terpapar-e-coli-bagi-tubuh.
4. Ministry of Health (2023): Minister of Health Regulation Number 2 of 2023.
5. Ministry of Public Works and Housing (2016): PUPR Ministerial Regulation Number 27/PRT/M/2016.
6. Notodarmojo, S. (2005): Pencemaran Tanah & Air Tanah. Bandung: Penerbit ITB.
7. Odonkor, S.T. dan Mahami, T. (2020): Escherichia coli as a Tool for Disease Risk Assessment of Drinking Water Sources, International Journal of Microbiology, Volume 2020.
8. Prajoko, B.I. (2007): Pemetaan Kualitas Air Tanah di Kelurahan Bumijo dan Gowongan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, dengan Pemeriksaan Jumlah Bakteri Escherichia coli (E. coli), Undergraduate Thesis, Islamic University of Indonesia, Yogyakarta.
9. Price, R. G. dan Wildeboer, D. (2017): E. coli as an indicator of contamination and health risk in environmental waters dalam Escherichia coli-Recent Advances on Physiology, Pathogenesis, and Biotechnological Applications. London: IntechOpen.
10. Rizaty, M.A. (2022): Riset: 74,4% Sumber Air Minum Rumah Tangga RI Tercemar Tinja, obtained through the internet site: https://dataindonesia.id/ragam/detail/riset-744-sumber-air-minum-rumah-tangga-ri-tercemar-tinja.
11. Sapulete, M.R. (2010): Hubungan Antara Jarak Septic Tank ke Sumur Gali dan Kandungan Escherichia coli dalam Air Sumur Gali di Kelurahan Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado, Jurnal Biomedik, Volume 2, Nomor 3.
12. Sidiq, N.I. (2022): Analisis Spasial Kualitas Air Tanah Berdasarkan Parameter Mikrobiologi di Kecamatan Depok, Sleman, Undergraduate Thesis, Islamic University of Indonesia, Yogyakarta.
Photo Credit:
CDC (2021): Extended-spectrum ß-lactamase-producing (ESBLs) Enterobacteriaceae bacteria: Escherichia coli, obtained through the internet site: https://unsplash.com/photos/7tgIlnxj2bM.
Written by:
Deviana Matudilifa Yusuf
#nuwsp #ditairminun #ciptakarya #watersupply
#kontaminasiairminum #escherichiacoli #ecoli #kualitasair #waterquality #airminum #drinkingwater